Habib  Umar Bin Hud Al Atthas ( Cipayung, Bogor) adalah seorang ulama dan  konon beliau juga seorang wali quthub usianya lebih dari 100 tahun  dilahirkan di penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman Selatan. Sejak  usia muda beliau telah datang ke Indonesia. Mula-mula tinggal di  Kwitang, Jakarta Pusat. Beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar  Tanah Abang. Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug,  Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar tahun 1950-an, Beliau ke Mekkah dan  bermukim selama beberapa tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan  kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi,  sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian negara itu. Habib Umar baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa Orde Baru. Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat, termasuk Brunei Darussalam.
Karenanya tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang diselenggarakan Habib Umar di Cipayung sebagai maulid internasional. Maulid ini dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara. Untuk perjamuan makanan untuk para jamaah yang menghadiri maulid ini diperlukan ribuan ekor kambing dan berton-ton beras. Kalau ditanya orang dari mana dananya, maka Habib Umar selalu bilang dari Allah.
Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulud di majelis lain adalah, tidak ada ceramah-ceramah setelah baca maulud. Acaranya langsung saja yakni baca maulud, zikir dan ditutup dengan do’a. Tidak adanya ceramah-ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.
Kegiatan rutin Habib Umar yang lain yang memasyarakat adalah shalat subuh berjamaah di kediamannya di Condet. Setiap hari terdapat sekitar 300 jamaah subuh yang datang. Khusus pada hari Jumat, jamaahnya meningkat menjadi sekitar 1.000 orang. Setiap Sabtu mereka para jama’ah diberikan pelajaran Fiqih sedangkan di Cipayung bogor tiap kamis malam diadakan pembacaan maulid diba’ dan yang menarik adalah setelah diadakan kegiatan tersebut para jama’ah dijamu oleh Habib Umar Bin Hud seperti nasi uduk lengkap dengan lauk-pauknya. Habib Umar meninggal dunia pada bulan Agustus 1999 di rumahnya dan dimakamkan di Wakaf al-Hawi dekat dengan pusat perbelanjaan PGC cililtan sesuai dengan wasiat beliau.
==================================================================
Di kediamannya di Jl Condet Raya, Jakarta Timur, Habib Umar Alatas,  seorang kiai sepuh yang telah berusia 108 tahun tampak tidur telentang  hampir tidak bergerak. Hanya matanya saja yang selalu terpejam, sesekali  berusaha menatap mesra kepada para tamunya yang tidak henti-hentinya  berdatangan. Baik para tokoh habaib, ulama maupun kiai, hingga  masyarakat kurang mampu.
Di kamarnya yang cukup luas itu, di antara para tamu itu, bukan saja  datang dari Jakarta. Tapi juga dari berbagai tempat di Tanah Air, sambil  membacakan surat Yasin agar Allah mempercepat kesembuhan ulama tertua  di Tanah Air ini. 
Sejak habis mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di  pesantrennya di Cipayung, Bogor, 18 Juli lalu, kondisi habib memburuk  karena sakit tua. Dan hingga kini keadaannya masih antara sadar dan  tidak sadar,” kata Haji Ismet Alhabsji, seorang yang dekat dan merupakan  kepercayaan habib Umar kepada Republika Selasa (27/7). Pada acara  maulid di Cipayung, yang sudah 17 tahun diselenggarakan di tempat ini,  menurut Ismet, Habib Umar sudah tidak bisa hadir lagi di tengah-tengah  jamaah yang jumlahnya puluhan ribu orang. Ia hanya mengikuti dari  kamarnya. 
Setelah acara maulid Nabi, Habib Umar yang fisiknya dalam keadaan  lemah itu sudah tidak sadarkan diri lagi. Bahkan, saat dibawa kembali ke  kediamannya di Condet, dia ditidurkan di mobil dan diinfus,” kata Ismet  yang selama belasan tahun dekat dengan habib Umar. 
Rupanya, sakitnya ulama tertua di Jakarta ini cepat luas tersebar.  Dan mengingat begitu antusiasnya masyarakat yang ingin menjenguknya,  maka sejak minggu lalu kediamannya di Condet menjadi semacam open house,  terbuka hampir sepanjang hari. 
Habib Umar, kata Alwi Edrus Alaydrus, salah seorang cucunya memang  terbuka, mengulurkan tangan serta menyambut dengan baik tiap tamu yang  datang ke kediamannya. Tidak membedakan status dan kedudukan mereka.  Apakah rakyat kecil, atau pejabat tinggi negara, kata Alwi Edrus. 
Karenanya tidak heran, di antara penjenguk terdapat artis-artis  seperti Elvie Sukaesih dan putrinya Fitria, Muchsin Alatas dan istrinya  Titiek Sandhora serta putranya Bobby. 
Seperti hari Senin (26/7) lalu. Pengunjung dari Jakarta dan luar kota  tampak lebih banyak lagi yang mendatanginya. Karena waktu itu, entah  dari mana asalnya, Habib Umar diisukan telah meninggal dunia. Sedangkan  para murid dan pengikutnya, di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam  yang mengetahui sakitnya, terus memantau kesehatannya. 
“Mereka minta kepada kita agar cepat diberitahukan bila terjadi  apa-apa dengan Habib Umar,” kata Alwi Edrus. “Mereka menyatakan kepada  saya siap untuk datang ke Jakarta bila terjadi apa-apa dengan habib.”  Sedangkan Ismet menambahkan, mereka terus memantau kesehatan Habib Umar,  karena tahu kalau beliau sakit. Pasalnya, mereka hadir pada waktu  peringatan maulid yang baru lalu. 
Banyaknya umat Islam dari mancanegara yang selalu datang tiap tahun  ke acara maulid Habib Umar, karena ia pernah tinggal di Singapura dan  Malaysia selama beberapa tahun. Selama di kedua negara itu, Habib Umar  rupanya punya berpengaruh besar di kalangan masyarakat dan pejabat  pemerintahan. Hingga tidak heran, kalau banyak ulama dan pejabat di  Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi akrab dengannya. 
Seperti dikatakan oleh Alwi Edrus, Sultan Johor, Tengku Mahmudsyah  sudah beberapa kali mendatangi habib Umar selama berada di Jakarta. Pada  tahun 1993 dan 1994, sultan dan keluarga datang dengan menggunakan  pesawat pribadi. “Tentu saja, kedatangan sultan Johor itu membuat repot  pemerintah RI, yang terpaksa mengerahkan protokol dan pengawal dari  kepresidenan,” kata salah seorang pihak keluarga. 
Habib, yang kelahiran Hadramaut, Yaman Selatan, sejak usia muda telah  datang ke Indonesia. Mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat. Di  sini, sambil berdakwah, ia juga berjualan kain di Pasar Tanah Abang.  Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa  Barat. 
Pada tahun 1950-an, ia ke Mekkah dan bermukim selama beberapa tahun.  Tapi, sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di  Singapura. Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI –  Malaysia, sementara Singapura merupakan bagian negara itu. Habib Umar  baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa Orde  Baru. 
Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperolehnya di balik kejadian  tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan  Singapura, ternyata ia sangat dihormati oleh umat Islam setempat.  Termasuk Brunei Darussalam. 
Seperti dikatakan oleh pihak keluarga, Habib Umar bukan saja  dihormati oleh Sultan Johor, tapi sultan-sultan lainnya di Malaysia.  Sedangkan di antara pejabat Malaysia yang sering mendatangi kegiatan  Habib Umar di Indonesia, di antaranya Menteri Pendidikan Naguib Tun  Razak. 
Sedangkan dari Singapura, Achmad Mathar, Menteri Lingkungan Hidup  juga beberapa kali mendatangi Habib Umar. Juga menteri dari Brunei,  termasuk beberapa anggota kerajaannya. Sedangkan menurut Haji Ismet,  mereka itu umumnya datang ke Habib Umar, bukan pada saat-saat peringatan  maulid. 
Habib Umar sendiri banyak dikenal oleh pejabat, baik sipil maupun  militer di Tanah Air yang pernah berkunjung kepadanya. “Tapi, kita tidak  mau menyebutkannya,” kata Alwi Edrus. 
Baik para tamu luar negeri, maupun para pejabatnya datang ke Habib  Umar atas kemauan sendiri untuk berziarah. Habib sendiri tidak pernah  mengundang dan mendatanginya. Karena ia berprinsip, ulama atau ilmu  didatangi, bukan mendatangi. 
Maulid Internasional
Maulid Nabi di Cipayung, yang tiap tahun dihadiri sekitar 100.000  jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara, tidak heran hingga  oleh banyak pihak dianggap sebagai maulid internasional. 
Setidak-tidaknya acara maulid habib Umar tiap tahun ini sudah menjadi  agenda di beberapa negara, khususnya Singapura, Malaysia, dan Brunei  Darussalam. Mereka tahu sendiri kapan acara itu diselenggarakan, dan  kami tidak pernah mengundangnya lagi,” ujar Ismet. 
Habib Umar sendiri, yang kini dalam keadaan uzur akibat usianya yang  sudah sangat lanjut, sudah dua tahun ini tidak banyak lagi terlibat  dalam menangani kegiatan maulid. Acara ini dan acara-acara keagamaan  lainnya, kini dipimpin oleh putranya, Habib Salim Alatas (60). 
Dahulunya, kata H Ismet, tiap kegiatan maulid beliau sendiri yang  menanganinya. Termasuk upaya-upaya untuk menyediakan persediaan makan  dan lauk pauk bagi puluhan ribu jamaah yang hadir. “Kalau ditanya oleh  orang dari mana dananya, habib Umar selalu bilang dari Allah,” ujar  Ismet. 
Ihwal persediaan makan untuk para jamaah yang menghadiri maulid ini,  Alwi Edrus menyatakan, dua tahun lalu tidak kurang dari 1.400 ekor  kambing dan dua ekor sapi yang dipotong. Sedangkan beras yang digunakan  untuk memasak nasi kebuli sebanyak 11 ton. Yang kesemuanya ditangani  oleh seribu tukang masak. 
Khusus untuk para tamu luar negeri yang berjumlah sekitar 400-500  jamaah, menurut Ismet, mereka disediakan tempat penginapan khusus di  Cipayung, rumah Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya, yang juga  sering mendampingi Habib Umar. 
“Selama empat atau lima hari mereka di Cipayung, mulai dari sarapan  pagi, makan siang dan malam, ditanggung dari kocek Habib Umar sendiri.  Paling-paling mereka mengeluarkan uang untuk tiket. Mereka, biasanya  datang berombongan. Tiap kepala rombongan ada yang membawa 10-15 orang. 
Memang, kegiatan Habib Umar lebih-lebih sebelum menderita sakit,  cukup padat. Di kediamannya di Condet, tiap hari terdapat sekitar 300  jamaah subuh. Khusus pada hari Jumat, meningkat menjadi sekitar 1.000  orang. Khusus Sabtu subuh, mereka diberikan pelajaran fikih dari  sejumlah ulama terkenal. Sedangkan di Cipayung, tiap Kamis malam  diadakan pembacaan maulid Diba. 
Yang unik, setelah mengikuti kegiatan, para jamaah selalu makan  bersama yang dijamu oleh Habib Umar. Tidak peduli pada masa krismon  sekarang, jamuan makan yang berlangsung sejak lama itu tidak pernah  henti. Menu makanannya hampir selalu nasi uduk berikut lauknya, seperti  tahu dan telur. 
Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara di majelis  lain adalah, acara-acara di Habib Umar, termasuk Maulud Nabi tidak ada  pidato-pidato. Acaranya sangat simple, yakni baca maulud, zikir dan  ditutup dengan do’a. Ismet menjelaskan, tidak adanya pidato-pidato yang  sudah tradisi sejak lama itu, karena habib takut akan menimbulkan saling  serang dan fitnah memfitnah. 
Selama belasan tahun dekat dengan ulama Betawi ini, Ismet meyakini,  bahwa Habib Umar untuk kegiatan-kegiatan keagamaan tidak pernah mau  meminta sumbangan. “Kalau pun orang mau memberi hadiah, harus  benar-benar ikhlas. Kalau tidak dia akan menolaknya. Apalagi kalau  sumbangan itu punya tujuan khusus.” Karena itulah, kata Ismet, tidak ada  satu pejabat pun yang bisa mempengaruhi Habib Umar. 
Sedangkan bagi KH Zainuddin, seorang ulama Betawi yang tiap Ahad  memberikan ceramah di Majelis Taklim Kwitang berpendapat, kecintaan para  kiai dan ulama Betawi terhadap Habib Umar, karena ia adalah seorang  yang saleh, berakhlak mulia dan penuh keberkahan. 
“Para kiai mendatangi Habib Umar bukan sekali-kali untuk  menyembahnya, tapi untuk mendapatkan berkah dan doanya,” ujar kiai, yang  juga anggota MPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu. 
Yang juga menarik dari pesan-pesan Habib Umar kepada mereka yang  mendatanginya, sangat sederhana sekali. Seperti anjuran untuk berbakti  kepada kedua orangtua, lebih mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi  larangan-Nya. 
Penyanyi Muchsin Alatas sendiri merasa sangat terkesan akan  keramahtamahannya. “Saya merasakan seolah-olah saya dan keluarga  dianggap sebagai anaknya sendiri,” kata Muchsin yang mengaku hatinya  lebih tenteram dan sejuk setelah bertemu Habib Umar. 
H Marullah (65), yang rumahnya tidak berjauhan dengan kediaman Habib  Umar, terkesan dengan cara bertetangga yang baik. Karena rumah habib  selalu terbuka dan dapat didatangi tiap waktu. “Habib menganggap semua  orang yang datang kepadanya adalah orang-orang baik, tidak peduli orang  itu preman sekalipun,” kata putra asali Betawi ini. 
Menurut Ismet, Habib Umar sejak beberapa tahun lalu telah mewakafkan  tempat kegiatan keagamaannya di Cipayung yang luas itu untuk  kegiatan-kegiatan Islam. Untuk itu, di tempat ini tengah dibangun sebuah  pesantren terpadu Hamid Umar bin Hoed Alatas, dan sudah mulai  beroperasi mulai 8 Agustus mendatang. Pesantren terpadu ini didirikan  oleh Yayasan Pendidikan Islam Assaadah, yang diketuai oleh Alwi bin  Edrus Alaydrus. Sedangkan pendirinya Habib Umar, Mayjen TNI (Pur) Eddie  Nalapraya dan H Ismet Alhabsji. Pesantren ini dibangun melalui tiga  tahap, yang seluruhnya akan menelan biaya Rp 14,5 miliar. 
Di samping mewakafkan tanah dan pesantren di Cipayung, menurut Ismet,  habib juga berwasiat bila ia meninggal dunia agar dimakamkan di makam  wakaf Al-Hawi, Kalibata
dipetik dari: Republika Online edisi: 30 Jul 1999 oleh Alwi Shahab
——————————————————————————————————————————
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Athos
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hud Al-Athos
Habib Umar Bin Hud Al Athos adalah seorang ulama dan konon beliau  juga seorang wali quthub usianya lebih dari 100 tahun dilahirkan di  penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman Selatan. Sejak usia muda  beliau telah datang ke Indonesia. Mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta  Pusat. Beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar Tanah Abang.  Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa  Barat. Sekitar tahun 1950-an, Beliau ke Mekkah dan bermukim selama  beberapa tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan kesempatan  tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi, sayangnya,  saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.
Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan  Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian negara itu. Habib  Umar baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa  Orde Baru. Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian  tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan  Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat,  termasuk Brunei Darussalam.
Karenanya tidak heran kalau orang menyebut Maulid Nabi yang  diselenggarakan Habib Umar di Cipayung sebagai maulid internasional.  Maulid ini dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari  mancanegara. Untuk perjamuan makanan untuk para jamaah yang menghadiri  maulid ini diperlukan ribuan ekor kambing dan berton-ton beras. Kalau  ditanya orang dari mana dananya, maka Habib Umar selalu bilang dari  Allah.
Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulud di  majelis lain adalah, tidak ada ceramah-ceramah setelah baca maulud.  Acaranya langsung saja yakni baca maulud, zikir dan ditutup dengan do’a.  Tidak adanya ceramah-ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena  Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.
Kegiatan rutin Habib Umar yang lain yang memasyarakat adalah shalat  subuh berjamaah di kediamannya di Condet. Setiap hari terdapat sekitar  300 jamaah subuh yang datang. Khusus pada hari Jumat, jamaahnya  meningkat menjadi sekitar 1.000 orang. Setiap Sabtu mereka para jama’ah  diberikan pelajaran Fiqih sedangkan di Cipayung bogor tiap kamis malam  diadakan pembacaan maulid diba’ dan yang menarik adalah setelah diadakan  kegiatan tersebut para jama’ah dijamu oleh Habib Umar Bin Hud seperti  nasi uduk lengkap dengan lauk-pauknya. Habib Umar meninggal dunia pada  bulan Agustus 1999 di rumahnya dan dimakamkan di Wakaf al-Hawi dekat  dengan pusat perbelanjaan PGC cililtan sesuai dengan wasiat beliau.
0 Response to "Manaqib Al Maghfurlah Al Habib Umar bin Hud Al Atthas "
Post a Comment