IMAM HAMBALI R.A. (Al Imam Ahmad bin Hambal)


  Location : Al-Imam Ahmad bin Hambal di lahirkan pada bulan Rabiul awal, tahun 164 H di Baghdad.
Al –Imam Ahmad telah mendirikan madzabnya di atas beberapa pondasi,yaitu kitabullah yang pertama;kemudian Sunnah Rasulullah sebagai yang kedua ; lalu wafat-wafat para sahabat yang di ketahui tidak ada yang menyelisihkan; selanjutnya adalah Qiyas,yang merupakan tingkatan terakhir menurut beliau.
BIOGRAPHY
Al-Imam Ahmad bin Hambal di lahirkan pada bulan Rabiul awal, tahun 164 H di Baghdad. Nasab beliau adalah orang Arab, sehingga beliau adalah seorang Syaibani dalam nasab beliau kepada ayah dan ibunya. Dari ayahnya, beliau mewarisi sifat tekad yang kuat, kehormatan diri, kesabaran, dan kemampuan memikul bernagai kesulitan. Beliau adalah imam yang kokoh lagi kuat.Ayah beliau wafat saat ia masih kecil, sehingga ibunya yang merawat dan mengharahkan beliau untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Beliau pun menghafal Al-Qur’an dan mempelajari bahasa Arab. Pada umur lima belas tahun, beliau mulai mempelajari hadis dan menghafalnya; dan pada umur dua puluh tahun, belaiu mulai mengadakan perjalanan guna menuntut ilmu. Belliau pergi ke kota kufah, Makkah, Madinah, Syam, dan Yaman, lalu kembali ke Baghdad.
Dalam perjalanan ke Baghdad selama rentang waktu tahun 195 sampai 197 H, beliau mengajar berdasarkan madzhab syafi’i. beliau termasuk murid Imam syafi’I yang paling senior di Baghdad. Ahmad juga belajar dari banyak ulama di irak, di antaranya Ibrahim bin Sa’id, Sufyan bin Uyainah, Yahya bin Sa’id, Yazid bin Harun, Abu Dawud ath-Thayalisi, Waki bin al-Jarrah, dan Abdurrahman bin Mahdi. Sesudah itu, beliau menjadi seorang mujtahid yang mempunyai madzhab sendiri dan mengugguli teman-teman seangkatnya dalam menghafal As-sunnah dan mengumpulkan bagian-bagianya yang terpisah, sehingga beliau menjadi imam para muhaddits pada masanya.
Kitabnya, Al-Mushad, yang berisi lebih dari 40.000 hadis, menjadi saksi atas hal tersebut. Allah, pun telah memberikan kepada Ahmad kekuatan hafalan yang mengagumkan. Asy-Syafi’I berkata, “ aku keluar dari Baghdad dan tidak kutinggalkan seseorang disana yang lebih faqih, lebih warna’, lebih zuhud, lebih alim, dan lebih banyak hafalannya dibandingkan ibnu Hambal.” Beliau juga seorang yang mempunyai tekad kuat, amat penyabar, berpendirian teguh, berhujjah kuat,berani berbicara di hadapan para khalifah, yang menyebabkan beliau mendapat ujian yang amat terkenal.
Ujian itu dialaminya pada masa kekhalifahan al-Ma’mun Al-Abbasi. Pada tahun 212 H, muncul pendapat yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Hal itu diungkapkan oleh golongan Mu’tazilah dan menjadikan hal itu sebagai akidah mereka. Hingga dikatakan bahwa ulama dan fuqaha mana pun yang tidak mengakui hal ini, maka diharamkan dari tugas-tugas kenegaraan, serta dihukum dengan hukuman dera dan penjara.
Ibnu Hambal berbeda pendapat dengan mereka dan tidak setuju dengan pendapat mereka. Dalam masalah ini, beliau bersikap seperti gunung yang kokoh lagi teguh; sedikit pun tidak cenderung pada pendapat yang diucapkan oleh al-Ma’mun. akibatnya, hukuman itu diberlakuhkan atas diri beliau, beliau dilarang mengajar, dan disiksa dalam penjara pada tahun 218 H oleh ishaq baiIbrohim al-Khuza’I,pengganti al-Ma’mun. Kemudian beliau digiring dalam keadaan dibelenggu dengan besi ke tempat al-Ma’mun tinggal,di luar Baghdad.
Namun al-Ma’mun telah meninggal sebelum Ahmad bin hambal sampai ketempatnya. Sepeninggalan al-Ma’mun, yang menjabat kekhalifahan adalah saudaranya, al-Mu’tashim. Dia juga mengikuti akidah al-Ma’mun dalam masalah ini. Dengan wasiat dari al-Ma’mun, Ahmad dipenjara dan diperintahkan agar dipukul dengan cambuk beberapa kali. Setiap kali dicambuk beliau pingsan, karena begitu kerasnya pukulan tersebut.
Al-Mu’taslim melanjutkan dera dan siksaan terhadap Ahmad selama kurang lebih 28 bulan. Salah seorang tukang cambuknya berkomentar sesudah dia bertobat,”saya telah memukul Imam Ahmad sebanyak 80 kali dera. Seandainnya saya memukulnya kepada seekor gajah, niscaya gajah itu akan jatuh.”
Guna menjelaskan betapa besar kesabaran dan kekuatan Imam Ahmad dalam membela kebenaran, kami sebutkan kisah ini:
Al- Mu’tashim menghadirkan para fuqaha dan hakim untuk melawan Imam Ahmad. Mereka mendebat belia dihadapan al- Ma’mun selama tiga hari. Beliau pun mendebat mereka dan menunjukkan dalil-dalil yang pasti seraya berkata, ‘’ Saya adalah seorang laki-laki yang mengetahui suatu ilmu dan saya tidak memahami perkara tersebut seperti kalian. Berikanlah suatu dalil yang bersumber dari kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya SAW hingga saya bisa berpendapat sama.’’
Setiap kali mereka mendebat beliau dan memaksanya untuk menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, beliau berkata kepada mereka,’’ Bagaimana saya akan mengatakan sesuatu yang belum pernah diucapkan?’’ Maka al-Mu’tashim berkata,’’ kita paksa saja Ahmad.’’
Di antara orang-orang yang fanatic kepada pendapat tersebut adalah Muhammad bin Abdul Malik az-Zayyat, menteri al-Mu’tashim, Ahmad bin Du’ad al-Qadhi, dan Bisyr al-Marisi. Mereka semua adalah orang-orang Mu’tazilah yang berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk hidup. Ibnu Du’ad dan Bisyr berkata kepada khalifah,’’ Bunuh saja dia sehingga kita bisa merasa tenang darinya. Orang ini kafir lagi sesat.’’
Al-Mu’tashim menjawab,’’ Saya sudah berjanji kepada Allah tidak akan membunuhnya dengan pedang dan tidak akan memerintahkan pembunuhan terhadapnya dengan pedang.’’ Keduanya lalu berkata kepada al-Mu’tashim,’’ Pukullah dia dengan cambuk.’’
Maka al-Mu’tashim berkata kepada Ahmad,’’ demi hubungan kekerabatanku dengan Rasulullah SAW sungguh saya akan memukulmu dengan cambuk, atau kau sependapat dengan ku.’’ Namun ancaman ini tidak membuat beliau takut, sehingga al-Mu’tashim berkata,’’ panggil para tukang cambuk!’’ sesudah mereka dipanggil, al-Mu’tashim bertanya kepada salah seorang dari mereka,’’ Berapa kali cambuk kamu bisa membunuhnya?’’
Tukang cambuk itu menjawab,’’ sepuluh kali.’’ Al-Mu’tashim berkata,’’ kuserahkan dia kepadamu.’’ Kemudian seluruh baju Imam Ahmad di lepas dalam kedua tangannya diikat dengan rantai dari besi. Tatkala cambuknya sudah didatangkan, al-Mu’tashim memperhatikan cambuk itu lalu berkata,’’ Datangkan cambuk yang lainnya!’’ Cambuk itupun diganti sesuai dengan permintaan al-Mu’tashim.
Kemudian dia berkata kepada para tukang cambuk,’’ Majulah kalian.’’ Setelah di cambuk satu kali, Imam Ahmad mengucap,’’ Bismillah.’’ Setelah di cambuk kedua kalinya, Ahmad mengucap,’’La haula wa la quwwata illa billahi.’’ Sesudah di cambuk untuk ketiga kalinya, dia mengucap,’’ Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk.
Ketika di pukul yang keempata kalinya, beliau berkata,’’ katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah di tetapkan oleh Allah bagi kami…’’ ( At-Taubah:51 )
Laki-laki tukang cambuk itu maju ke hadapan al-Imam Ahmad, lalu memukulnya dua kali. Sementara al-Mus’tashim menganjurkannya agar memukul beliau dengan sangat keras. Kemudian tukang cambuk tersebut menyingkir. Tukang cambuk yang lain pun maju dan memukul beliau dua kali.
Ketika beliau sudah di pukul Sembilan belas kali, al-Mu’tashim berdiri di hadapan beliau seraya berkata,’’ Hai Ahmad, mengapa engkau membunuh dirimu sendiri? DemiAllah, sesungguhnya saya amat kasihan kepadamu.’’
Ahmad bercerita,’’ Tiba-tiba seorang yang kurus kerempeng menodongku dengan pedang yang lurus seraya berkata,’’ Kamu ingin mengalahkan mereka semuanya?’’ Sebagian diantara mereka berkata,’’ Celaka kamu. Sang khalifah berdiri diatas kepalamu. ‘’ Sebagian lagi berkata,’’ Wahai Amirun Mukminin, darahnya adalah tanggunganku. Saya saja membunuhnya.’’
Mereka berkata,’’ Wahai Amirun Mukminin, sesungguhnya dia tengah berpuasa, sedang kamu berdiri di tengah terik matahari’’. Al-Mu’tashim berkata,’’ Celaka kamu, hai Ahmad. Apa yang akan kau katakana?’’ Maka aku menjawab,’’ Berikanlah kepadaku suatu dalil dari kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW, Sehingga aku bisa berpendapat sama seperti kalian.’’
Sang khalifah lalu kembali dan duduk, lantas berkata kepada seorang tukang cambuk,’’ Majulah !’’ lalu dia menyuruhnya untuk menyakiti beliau dengan pukulan cambuk .
Al-Iam Ahmad bercerita,”Tiba-tiba kesadaran lenyap dan saya pun siuman sesudah itu.Ternyata, belenggu-belengguitu telah dilepaskan dariku.
Kemudian mereka memberiku sawuq, lalu berkata, ’’Makan dan muntahkanlah.”saya menjawap,”saya tidak akan berbuka.”Kemudian saya dibawa kerumah Ishq bin Ibrahim. Di sana saya ikut jamaah sholat Zuhur.saat itu Ibnu Sama’ah maju untuk melakukan sholat.Selesai dari sholatnya,dia berkata padaku,”kamu mekakukan sholat padahal darah mengalir di bajumu.’Saya menjawab, Umar Telah melakukan sholat sementara lukanya mengalirkan darah.”
Tatkal pendirian Ahmad tidak bisa ubah dan beliau tidak mau meninggalkan akidah dan pendapatnya,maka dia dibebaskan secara mutlak,lalu beliau kembali mengajar. Pada tahun 228H, al-Mutashim meningal dunia dan al-watsiqBillah yang mengantikannya.Dia mengulang siksaan tersebut kepada Ahmat dan melarang beliau untuk bergaul dean masyarakat serta melarang beliau untuk mengajar selama lebih dari lima tahun ;hingga al-watsiw meningal dunia pada tahun 232H.
Sepeninggal al-watsiq, kekholifahan di jabat oleh al-mutawakkil,yang menyelisihi keyakinan yangdi pegang oleh al-Ma’mun ,al-mu’tashim,dan al-watsiq.Dia mencela mereka atas pendapat yang mereka pegang bahwa Al-Quran adalah makhluk;dan itu terjadi pada tahun 232H.Al-Mutawakkil juga melarang diskusi yang mengarah kepada bependapat,memberikan hukuman kepada orang yang melakukannya,dan menyuruh agar memelihatnya periwayatan yang jelas dari hadis yang menjadi dasar pemikirannya.
Dengan perantara Al-Mutawakkil, Allah memenangkan As-Sunnah,mematikan bid’ah menyelapkan mendung itu dari seluruh mahluk, meneranga kegelapan itu,dan membebaskan siapa saja yang di tahan karena menolak pendapat bahwa Al-Quran adalah mahkluk,menghilangkan bencana dari manusia,memuliakan Imam Ahmad dan membentangkan tangan bantuan-Nya kepada beliau, dan akhirnya Ahmad tetap berada di atas manhajnya,
Teguh pada pendirianya, hingga wafat di Baghdad.
Sepeninggal Ahmad,para muritnya mengumpulkan banyak tema permasalahan dalam fiqih dan fatwa.mereka membukukannya dan meriwayatkannya dalam satu kumpulan besar,seperti yang dilakukan oleh Ibnu Qudamah dalam dua kitabnya, yakni al-Mughni dan asy-Syarhul-kabir.
Imam Ahmad tidak mencatat dan membukukan pendapatnya dalam masalah fiqih, juga tidak mendiktekannya kepada seorang pun diantar muritnya, karna ia tidak suka bbila hal itu akan menyibukkan manusia dari membahas hadis.metode mengajar beliau tidak sejalan dengan metode Abu Halifah –para muritnya selalu membukukan dan mencatat perkataannya setiap kali beliau hadir-juga tidak sejalan dengan Imam Malik yang membukukan sendiri pendapatnya, demikian pula Imam asy-Syafi’i.
Semua Imam itu telah mewariskan masalah fiqih dengan mencatatnya dalam buku, berbeda dengan Imam Ahmad yang tidak mewariskan masalah fiqih yang tercatat dalam buku. Sepeninggal Imam Ahmad, para muritnya membukukan semua masalah fiqih yang pernah mereka dengar dari beliau. Diantara para murit tersebut adalah:Muhammad bin Isma’il al- Bukhori-penyusun kitabSahih,Muslim bin al-Hajjaj an-Naisaburi-juga penyusun kitab Sahih,dan Abu Dawud-penyusun kitab Sunan.
Diantara para murit beliau yang berbakti, yang membukukan berbagai fatwa dan pendapat-pendapat fiqih dari beliau, adalah kedua putra beliau sendiri, Shalih (wafat 226H).dan Abdullah (wafat 290H).[i] selain itu, diantara murit-murit beliau terhadap Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Hani al-Baghdadi yang terkenal dengan nama al-Atsram (wafat 273 H).Dia termasuk salah seorang yang paling terkenal membukukan permasalahan fiqih menurut Imam Ahmad,dalam kitap As-Sunnah fi al- fiqih ‘alaMadzhabi Ahmad wa Syawahiduhu min al –Hadits.
Di antara murid beliau yang terkenal juga ada Abu Bakr Ahmad bin al-khallal (wafat 311 H), yang menyusun kitab al-jami dalam dua puluh buku.Semua yang dicatat oleh Bakr daaalam kitap tersebut dianggap sebagai periwayatan dari para murid Ahmad.Adapun dalam bidang hadis,Ahmad memiliki kitap Musnad yang terkenal dan popular.
PERSONAL INFORMATION
Dalam perjalanan ke Baghdad selama rentang waktu tahun 195 sampai 197 H, beliau mengajar berdasarkan madzhab syafi’i. beliau termasuk murid Imam syafi’I yang paling senior di Baghdad. Ahmad juga belajar dari banyak ulama di irak, di antaranya Ibrahim bin Sa’id, Sufyan bin Uyainah, Yahya bin Sa’id, Yazid bin Harun, Abu Dawud ath-Thayalisi, Waki bin al-Jarrah, dan Abdurrahman bin Mahdi. Sesudah itu, beliau menjadi seorang mujtahid yang mempunyai madzhab sendiri dan mengugguli teman-teman seangkatnya dalam menghafal As-sunnah dan mengumpulkan bagian-bagianya yang terpisah, sehingga beliau menjadi imam para muhaddits pada masanya.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "IMAM HAMBALI R.A. (Al Imam Ahmad bin Hambal) "

Post a Comment