Memancarkan Cahaya yang Menyilaukan Mata
"Sesungguhnya yang aku tusuk adalah setan yang menunggangi punggungmu,"
Suatu saat, seseorang dari keluarga Bawazir, setelah menceritakan ihwal keadaan desanya, Desa Haurah, yang selalu kekeringan, meminta Habib Ahmad AI-Habsyi agar mendoakan supaya de¬sanya tersebut dilewati banjir.
"Sekarang pulanglah ke desamu. Mereka sudah menunggu. Dan sesampaimu di sana akan ada banjir, banjir, dan banjir," kata Habib Ahmad sambil menghitung kelima jari tangannya.
“Ternyata malam itu juga kelima aliran air itu melewati desa kami, hingga aku berandai-andai jari tanganku ini lebih dari lima," kata seorang dari keluarga Bawazir tadi.
Habib Ahmad memang seorang yang doanya mustajabah. Bila ia berdoa, doanya segera menembus tujuh lapis langit.
Seperti lazimnya pada sementara kalangan waliyullah, ia juga terkadang melakukan hal-hal yang di luar nalar. Seperti suatu kali ia pemah menancapkan tombak di punggung pembantunya hingga tembus ke dada dan mencabut kembali. Namun si pembantu tidak kesakitan, apalagi tewas.
"Sesungguhnya yang aku tusuk adalah setan yang menunggangi punggungmu," kata Habib Ahmad. Konon, si pembantu itu sering digoda setan. "Aku berbuat demikian karena aku melihat setan mengikutinya, maka aku mengusir hingga setan itu pergi.”
Namun dengan tegas dia melarang orang lain berbuat serupa maupun berbuat segala sesuatu tanpa sebab yang jelas. Cerita ini berasal dari Al-Fagih Ahmad Basyarahil.
Sosok Pecinta Ilmu
Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi dikenal sebagai sosok ulama besar dan pengayom orang-orang miskin. Dia termasuk khalifah Allah dan makhluk kepercayaan-Nya dalam memberikan manfaat kepada manusia di muka bumi ini.
Namanya dikenal diseluruh penjuru, kedermawanan-nya sangat luas, kewaraannya sangat kuat. Ia selalu membela yang benar tanpa takut celaan. Ia juga tidak pernah bertoleransi pada kebodohan dan kezhaliman.
Nama dan nasab lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Alwi bin Abubakar AI-Habsyi bin Ali bin Al-Faqih Ahmad bin Muhammad Asadullah bin Hasan At-Turabi bin Ali bin Sayyidina Faqih Al-Muqaddam
Dia yang lahir di Tarim, telah hafal Al-Quran sejak kecil. Kecintaannya kepada ilmu membuatnya dekat dengan para ulama besar yang menjadi gurunya, seperti Habib
Abdurrahman Bin Syihabudin, Al-Arif Billah Abubakar bin Ali Al Kherid, Sayyid Muhammad bin Agil Al Madehij, Syaikh Abubakar bin Salim Shahib Inat.
Dengan Habib Abdullah bin Salim Maulachela, ia saling menimba ilmu. Keduanya juga berangkat ke tanah Haramain danYaman Utara untuk tujuan me¬nimba ilmu dari para ulama di sana.
Salah seorang gurunya, Al-lmam Al-Arif Billah Muhammad bin Abil Hasan Muhammad AI-Bakri, ketika melihat dirinya, menengarai, "Kelak kamu akan mendaki kedudukan demi kedudukan." Ucapan ini diartikan oleh sebagian ula¬ma sebagai "dari satu tingkatan kewalian menuju tingkatan kewalian selanjutnya.”
Selama beberapa tahun belajar di Haramain, dia dikenal sebagai pribadi yang banyak bermujahadah dalam beribadah, banyak berpuasa dan bangun malam mengikuti jejak para salafnya. Dia selalu menerapkan setiap sunnah Nabawiyah. Segala perbuatan terpuji yang ia dengar keutamaan pahalanya, segera ia terapkan. Begitu pula perkara yang dia dengar kemakruhannya, pasti ia jauhi.
Perhatiannya selalu terpaut pada nasihat ulama sufi, terutama karya Al-Faqih Umar bin Abdullah Bamakhramah. la juga mensyarahkan (menjelaskan) kitab AI-Hikam, karya Ibnu Ibad, yang menyingkap rahasia di dalamnya dan , menampakkan cahayanya.
Di antara muridnya adalah Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus dan putranya, Habib Abubakar Al-Habsyi, dan Habib Alwi bin Muhammad Al Hadad.
Konon dia mempunyai kesukaan minum kopi dan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal yang sama. Katanya, "Ada tiga kenikmatan yang dikhususkan bagi generasi akhir ini. Yaitu kitab Syarhul Hikam, karya Ibnu Ibad, qashidah karya AI-Faqih Umar Bamakharamah, dan minum kopi dari biji Bun."
Berperisaikan Kewibawaan
Demikian taatnya ia dalam menjalankan perintah agamanya, sampai digambarkan oleh Habib Muhammad bin Alwi Assegaf sewaktu berada di Masjidil Haram.Tiada satu masjid di muka bumi ini melainkan Habib Ahmad pernah sujud di dalamnya.”
Ia juga seorang yang sangat ketat dalam waktu. Demikian ketatnya ia memanfaatkan waktu ibadahnya sampai ia tidak mau bicara dengan orang lain dan tidak ada yang berani bicara dengannya sejak setelah shalat Subuh sampai shalat Isyraq (shalat yang biasa dikerjakan setelah terbit matahari sebelum shalat Dhuha. Tapi sebagian ulama mengatakan, shalat Isyraq sama dengan shalat Dhuha).
Kewibawaannya memancar kuat dari dalam dirinya. Suatu saat, ketika Habib Ahmad datang ke kota Dhaffar, di sana ada orang , kerasukan jin. Begitu melihat kedatangan Habib Ahmad, jin itu langsung berteriak, “ Kami menghormatimu dan kami rela keluar karena iparmu itu.” Riwayat ini berasal dari Sayyid Hasan, putra Habib Ahmad, yang mengutip pamannya, Abdullah bin Rasyi’.
Itu pula sebabnya Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, ketika ditanya kenapa jarang berkumpul dengan Habib Ahmad Al-Habsyi, menjawab,”Pada dirinya terdapat pancaran cahaya yang menyilaukan mata.”
Di akhir hayatnya, Habib Ahmad, yang mendapat julukan "Sosok yang Berperisaikan Kewibawaan", tinggal di kota Husaisah, berdekatan dengan makam Habib Ahmad bin IsaAI-Muhajir, sampai wafat pada tahun 1038 H/1629 M. Putranya 15 orang dan putri 14 orang
0 Response to "Manaqib AL-Habib Ahmad Al-Habsyi Shahid Syi’ib, Memancarkan Cahaya yang Menyilaukan Mata "
Post a Comment