"Akhlak dalam Berdakwah"
Guru Mulia, al-Habib Umar bin Hafidz, menjelaskan perihal dakwah dengan gamblang dalam kitab karya beliau "Irsyad ad-Da’iyyat".
Dakwah memerlukan mujahadah. Mujahadah untuk mendidik jiwa agar bersabar dan teguh, agar kembali kepada Allah, meneladani Nabi Saw. menyampaikan nasihat, berhijrah, bersikap murah hati dan mengutamakan orang lain. Setiap jenis mujahadah memerlukan pembahasan tersendiri.
Kita harus mengetahui sejarah orang-orang dahulu yang hidup sebelum kita. Dulu Imam Alwi bin Syihabuddin, kakek al-Habib Abdullah Syihab (w. Tarim, 12 Ramadhan 1386H) dan al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syathiri, ayahanda al Habib Salim asy-Syathiri, menjadi pemimpin Rubath Tarim selama 50 tahun (w. Tarim, 29 Jumadil Ula 1361H).
Dalam berdakwah keduanya sering diganggu masyarakat. Syahdan, al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri adalah ulama yang saat berwudhu selalu mengamalkan sunnah-sunnahnya. Suatu hari, ketika beliau sedang berwudhu di jabiyah Masjid Ba’alawi, seorang lelaki tua menganggap wudhu beliau terlalu lama.
"Was-was apakah ini? Kau membuat kami menunggu terlalu lama!" Kata lelaki tua itu.
Dia lalu membuka pintu jabiyah, masuk ke dalamnya. "Keluar dari sini!"
Bentak lelaki tua itu seraya membuang pakaian Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Sedangkan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri belum selesai berwudhu. Lalu Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri segera mengambil pakaiannya dan segera pulang ke rumah untuk menyempurnakan wudhunya.
Sesampai al-Habib Abdullah di rumah, beliau bergumam: “Hari ini aku telah melukai hati seseorang di Tarim. Ini adalah aib bagiku. Aku tidak boleh menyusahkan orang!”
Coba perhatikan, jika ada seseorang membuang pakaian kalian dan berkata seperti di atas, apa yang kalian lakukan? Apa yang kalian ucapkan? Apa kalian akan bersikap sopan kepada orang tua yang membuang pakaian kalian, seraya berkata wahai orang yang tidak beradab! Apa yang kalian akan ucapkan? Apakah kalian akan mendatangi orang tua tersebut dan meminta maaf?
Kalian akan berkata bahwa orang tua itu pemarah. Sebab kalian tidak punya adab, tidak punya akhlaq, tidak punya iman. Jika kalian beradab, tentu kalian akan berkata: “Aku telah menyusahkan hati orang tua ini. Perbuatan ini haram bagiku.”
Kemudian al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri merenung di rumahnya: “Bagaimana aku sampai melukai hati orang tua itu. Aku tidak sepatutnya dan tidak boleh berbuat demikian.
Sekarang aku harus pergi ke rumahnya, merendahkan diriku di hadapannya serta meminta maaf dan doa kepadanya!”
Akhirnya beliau mengunjungi lelaki tua itu, mengetuk pintu rumahnya.
“Siapa?” Tanya lelaki tua itu.
“Abdullah bin Umar asy-Syathiri.” Jawab beliau.
“Masuklah!” Sahut lelaki tua itu.
“Selamat datang wahai anakku. Apa yang membuatmu datang kemari?” Ujar lelaki tua itu.
“Wahai Habib, aku telah beradab buruk kepadamu dengan sikap was-was dan lambat di tempat wudhu sehingga engkau terganggu. Terimalah kekurangaku ini. Aku datang untuk memohon maaf. Insya Allah, aku tidak akan mengulanginya lagi.”
Mendengar penjelasan tersebut, orang tua itu menangis seraya berkata: “Wahai anakku. Akulah yang kurang adab. Akulah yang kurang ajar kepadamu. Kau adalah seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya. Kau mengamalkan sunnah-sunnah wudhu dan kau tidak memilki kekurangan.”
Orang tua itu akhirnya mendoakan dan mengakui kedudukan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Lalu beliau keluar dari rumahnya dengan keuntungan besar."
سُبٔحَانَ اللَّهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيّدنا مُحَمَّدٍ
"Akhlak dalam Berdakwah"
Guru Mulia, al-Habib Umar bin Hafidz, menjelaskan perihal dakwah dengan gamblang dalam kitab karya beliau "Irsyad ad-Da’iyyat".
Dakwah memerlukan mujahadah. Mujahadah untuk mendidik jiwa agar bersabar dan teguh, agar kembali kepada Allah, meneladani Nabi Saw. menyampaikan nasihat, berhijrah, bersikap murah hati dan mengutamakan orang lain. Setiap jenis mujahadah memerlukan pembahasan tersendiri.
Kita harus mengetahui sejarah orang-orang dahulu yang hidup sebelum kita. Dulu Imam Alwi bin Syihabuddin, kakek al-Habib Abdullah Syihab (w. Tarim, 12 Ramadhan 1386H) dan al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syathiri, ayahanda al Habib Salim asy-Syathiri, menjadi pemimpin Rubath Tarim selama 50 tahun (w. Tarim, 29 Jumadil Ula 1361H).
Dalam berdakwah keduanya sering diganggu masyarakat. Syahdan, al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri adalah ulama yang saat berwudhu selalu mengamalkan sunnah-sunnahnya. Suatu hari, ketika beliau sedang berwudhu di jabiyah Masjid Ba’alawi, seorang lelaki tua menganggap wudhu beliau terlalu lama.
"Was-was apakah ini? Kau membuat kami menunggu terlalu lama!" Kata lelaki tua itu.
Dia lalu membuka pintu jabiyah, masuk ke dalamnya. "Keluar dari sini!"
Bentak lelaki tua itu seraya membuang pakaian Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Sedangkan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri belum selesai berwudhu. Lalu Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri segera mengambil pakaiannya dan segera pulang ke rumah untuk menyempurnakan wudhunya.
Sesampai al-Habib Abdullah di rumah, beliau bergumam: “Hari ini aku telah melukai hati seseorang di Tarim. Ini adalah aib bagiku. Aku tidak boleh menyusahkan orang!”
Coba perhatikan, jika ada seseorang membuang pakaian kalian dan berkata seperti di atas, apa yang kalian lakukan? Apa yang kalian ucapkan? Apa kalian akan bersikap sopan kepada orang tua yang membuang pakaian kalian, seraya berkata wahai orang yang tidak beradab! Apa yang kalian akan ucapkan? Apakah kalian akan mendatangi orang tua tersebut dan meminta maaf?
Kalian akan berkata bahwa orang tua itu pemarah. Sebab kalian tidak punya adab, tidak punya akhlaq, tidak punya iman. Jika kalian beradab, tentu kalian akan berkata: “Aku telah menyusahkan hati orang tua ini. Perbuatan ini haram bagiku.”
Kemudian al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri merenung di rumahnya: “Bagaimana aku sampai melukai hati orang tua itu. Aku tidak sepatutnya dan tidak boleh berbuat demikian.
Sekarang aku harus pergi ke rumahnya, merendahkan diriku di hadapannya serta meminta maaf dan doa kepadanya!”
Akhirnya beliau mengunjungi lelaki tua itu, mengetuk pintu rumahnya.
“Siapa?” Tanya lelaki tua itu.
“Abdullah bin Umar asy-Syathiri.” Jawab beliau.
“Masuklah!” Sahut lelaki tua itu.
“Selamat datang wahai anakku. Apa yang membuatmu datang kemari?” Ujar lelaki tua itu.
“Wahai Habib, aku telah beradab buruk kepadamu dengan sikap was-was dan lambat di tempat wudhu sehingga engkau terganggu. Terimalah kekurangaku ini. Aku datang untuk memohon maaf. Insya Allah, aku tidak akan mengulanginya lagi.”
Mendengar penjelasan tersebut, orang tua itu menangis seraya berkata: “Wahai anakku. Akulah yang kurang adab. Akulah yang kurang ajar kepadamu. Kau adalah seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya. Kau mengamalkan sunnah-sunnah wudhu dan kau tidak memilki kekurangan.”
Orang tua itu akhirnya mendoakan dan mengakui kedudukan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Lalu beliau keluar dari rumahnya dengan keuntungan besar."
سُبٔحَانَ اللَّهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيّدنا مُحَمَّدٍ
Guru Mulia, al-Habib Umar bin Hafidz, menjelaskan perihal dakwah dengan gamblang dalam kitab karya beliau "Irsyad ad-Da’iyyat".
Dakwah memerlukan mujahadah. Mujahadah untuk mendidik jiwa agar bersabar dan teguh, agar kembali kepada Allah, meneladani Nabi Saw. menyampaikan nasihat, berhijrah, bersikap murah hati dan mengutamakan orang lain. Setiap jenis mujahadah memerlukan pembahasan tersendiri.
Kita harus mengetahui sejarah orang-orang dahulu yang hidup sebelum kita. Dulu Imam Alwi bin Syihabuddin, kakek al-Habib Abdullah Syihab (w. Tarim, 12 Ramadhan 1386H) dan al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syathiri, ayahanda al Habib Salim asy-Syathiri, menjadi pemimpin Rubath Tarim selama 50 tahun (w. Tarim, 29 Jumadil Ula 1361H).
Dalam berdakwah keduanya sering diganggu masyarakat. Syahdan, al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri adalah ulama yang saat berwudhu selalu mengamalkan sunnah-sunnahnya. Suatu hari, ketika beliau sedang berwudhu di jabiyah Masjid Ba’alawi, seorang lelaki tua menganggap wudhu beliau terlalu lama.
"Was-was apakah ini? Kau membuat kami menunggu terlalu lama!" Kata lelaki tua itu.
Dia lalu membuka pintu jabiyah, masuk ke dalamnya. "Keluar dari sini!"
Bentak lelaki tua itu seraya membuang pakaian Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Sedangkan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri belum selesai berwudhu. Lalu Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri segera mengambil pakaiannya dan segera pulang ke rumah untuk menyempurnakan wudhunya.
Sesampai al-Habib Abdullah di rumah, beliau bergumam: “Hari ini aku telah melukai hati seseorang di Tarim. Ini adalah aib bagiku. Aku tidak boleh menyusahkan orang!”
Coba perhatikan, jika ada seseorang membuang pakaian kalian dan berkata seperti di atas, apa yang kalian lakukan? Apa yang kalian ucapkan? Apa kalian akan bersikap sopan kepada orang tua yang membuang pakaian kalian, seraya berkata wahai orang yang tidak beradab! Apa yang kalian akan ucapkan? Apakah kalian akan mendatangi orang tua tersebut dan meminta maaf?
Kalian akan berkata bahwa orang tua itu pemarah. Sebab kalian tidak punya adab, tidak punya akhlaq, tidak punya iman. Jika kalian beradab, tentu kalian akan berkata: “Aku telah menyusahkan hati orang tua ini. Perbuatan ini haram bagiku.”
Kemudian al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri merenung di rumahnya: “Bagaimana aku sampai melukai hati orang tua itu. Aku tidak sepatutnya dan tidak boleh berbuat demikian.
Sekarang aku harus pergi ke rumahnya, merendahkan diriku di hadapannya serta meminta maaf dan doa kepadanya!”
Akhirnya beliau mengunjungi lelaki tua itu, mengetuk pintu rumahnya.
“Siapa?” Tanya lelaki tua itu.
“Abdullah bin Umar asy-Syathiri.” Jawab beliau.
“Masuklah!” Sahut lelaki tua itu.
“Selamat datang wahai anakku. Apa yang membuatmu datang kemari?” Ujar lelaki tua itu.
“Wahai Habib, aku telah beradab buruk kepadamu dengan sikap was-was dan lambat di tempat wudhu sehingga engkau terganggu. Terimalah kekurangaku ini. Aku datang untuk memohon maaf. Insya Allah, aku tidak akan mengulanginya lagi.”
Mendengar penjelasan tersebut, orang tua itu menangis seraya berkata: “Wahai anakku. Akulah yang kurang adab. Akulah yang kurang ajar kepadamu. Kau adalah seorang ‘alim yang mengamalkan ilmunya. Kau mengamalkan sunnah-sunnah wudhu dan kau tidak memilki kekurangan.”
Orang tua itu akhirnya mendoakan dan mengakui kedudukan al-Habib Abdulah bin Umar asy-Syathiri. Lalu beliau keluar dari rumahnya dengan keuntungan besar."
سُبٔحَانَ اللَّهِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيّدنا مُحَمَّدٍ
0 Response to "KETIKA PAKAIAN SEORANG ULAMA DIBUANG"
Post a Comment