Makam Sayyidah Nafisah Radiyallahu anhu di Mesir |
Kisah yang bakal dicoret ini merupakan kisah waliyullah wanita yang
merupakan cicit Rasulullah saw.Semoga kisah beliau ini memberi suntikan
semangat untuk kita berjalan menuju-Nya khususnya untuk sekelian wanita
di luar sana.Insya Allah Amen.
Saiyyidah Nafisah Radiyallahu anhu merupakan putri Hasan al-Anwar bin Zaid bin Hasan bin Ali dan Sayyidah Fathimah az-Zahra', putri Rasululullah Saw. Sayyidah Nafisah r.a dilahirkan di Mekah al-Mukarramah, 11 Rabiul awal 145 H. Pada tahun 150 H, Hasan telah dilantik sebagai Gabenor Madinah dan ia membawa Sayyidah Nafisah r.a yang baru berusia 5 tahun ke Madinah. Di sana Sayyidah Nafisah r.a menghafal Al-Qur'an, mempelajari tafsirnya dan senantiasa menziarahi makam datuknya, Rasulullah Saw.
Sayyidah
Nafisah r.a terkenal dengan watak zuhudnya, beliau berpuasa di siang
hari dan bangun di malam hari untuk
bertahajjud dan beribadah kepada Allah SWT. Sayyidah Nafisah r.a mulai
umur enam
tahun selalu menunaikan salat fardu dengan teratur bersama kedua orang
tuanya
di Masjid Nabawi. Setelah meningkat dewasa,Sayyidah Nafisah r.a telah
menikahi sepupunya yang bernama Ishaq al-Mu'tamin.
Pernikahan itu berlangsung pada tanggal 5 Rajab 161 H sewaktu umur
beliau mencecah 16 tahun. Hasil dari perkahwinan,beliau r.a telah
dikurniakan seorang putra bernama al-Qasim dan seorang
putri bernama Ummu Kultsum.
Kehebatan
ibadah Sayyidah
Nafisah r.a tidak asing lagi dikalangan umat islam. Beliau r.a akan
membaca al qur'an setiap malam sebanyak 15 juzu' dan pada malam
berikutnya beliau akan mengkhatamkan al-qur'an .Beliau r.a juga telah
menunaikan ibadah haji sebanyak 30 kali, sebagian besar ia
lakukan dengan berjalan kaki. Hal tersebut dilakukan karena meneladani
datuknya, Imam Husain yang pernah mengatakan, "Sesungguhnya aku malu
kepada Tuhanku jika aku menjumpai-Nya di rumah-Nya dengan tidak berjalan
kaki."
Hijrah ke Mesir
Sayyidah Nafisah
r.a telah berhijrah ke Mesir ketika usianya 48 tahun. Beliau r.a tiba di Mesir pada hari Sabtu, 26 Ramadan
193 H. Sewaktu orang-orang Mesir mengetahui berita kedatangan beliau, mereka
pun berangkat untuk menyambutnya di kota al-Arisy, lalu bersama-sama
dengannya memasuki Mesir.
Di bumi Mesir,Sayyidah Nafisah r.a
telah dibantu oleh seorang pedagang besar Mesir yang bernama Jamaluddin
'Abdullah al Jashshash, di rumah ini Sayyidah Nafisah tinggal selama
beberapa bulan. Penduduk Mesir dari berbagai pelosok negeri datang
ke tempatnya untuk mengunjungi dan mengambil barokah darinya. Sayyidah Nafisah r.a
khuatir hal itu akan mengganggu pemilik rumah. Beliau pun meminta izin
untuk pindah ke rumah yang lain. la kemudian memilih sebuah rumah yang
khusus untuknya di sebuah kampung di belakang Masjid Syajarah ad-Durr di
jalan al-Khalifah. Kampung itu sekarang dikenal dengan nama
al-Hasaniyyah.
Penduduk
Mesir yang telah mengetahui rumah baru yang ditempati oleh Sayyidah
Nafisah r.a, segera mendatanginya. Sayyida Nafisah r.a merasa dengan banyaknya orang
yang mengunjunginya, benar-benar menyulitkannya untuk beribadah. Beliau
berpikir untuk meninggalkan Mesir dan kembali ke Madinah. Orang-orang
mengetahui rencana Sayyidah Nafisah r.a untuk meninggalkan Mesir. Mereka segera pergi
ke penguasa Mesir, as-Sirri bin al-Hakam, dan memintanya agar meminta
Sayyidah Nafisah r.a untuk tetap tinggal di Mesir. As-Sirri bin al-Hakam
kemudian mendatangi Sayyidah Nafisah.
Kepada
as-Sirri, Sayyidah Nafisah berkata, Dulu, saya memang ingin tinggal di
tempat kalian, tetapi aku ini seorang wanita yang lemah. Orang-orang
yang mengunjungiku sangat banyak, sehingga menyulitkanku untuk
melaksanakan wirid dan mengumpulkan bekal untuk akhiratku. Lagi pula,
rumah ini sempit untuk orang sebanyak itu. Selain itu, aku sangat rindu
untuk pergi ke raudhah datukku, Rasulullah Saw."
Maka
as-Sirri menanggapinya, "Wahai putri Rasulullah, aku jamin bahwa apa
yang engkau keluhkan ini akan dihilangkan. Sedangkan mengenai masalah
sempitnya rumah ini, maka aku memiliki sebuah rumah yang luas di Darb
as-Siba' Aku bersaksi kepada Allah bahwa aku memberikan itu kepadamu.
Aku harap engkau mau menerimanya dan tidak membuatku malu dengan
menolaknya." Setelah lama terdiam, Sayyidah Nafisah r.a berkata, 'Ya, saya
menerimanya." .
Kemudian
ia Mengatakan, Wahai Sirri, apa yang dapat aku perbuat terhadap jumlah
orang yang banyak dan rombongan yang terus berdatangan? “Engkau dapat
membuat kesepakatan dengan mereka bahwa waktu untuk pengunjung adalah
dua hari dalam seminggu. Sedangkan hari-hari lain dapat engkau
pergunakan untuk ibadahmu, jadikanlah hari Rabu dan Sabtu untuk mereka,"
kata as-Sirri lagi.
Sayyidah
Nafisah r.a menerima tawaran itu. Beliau pun berpindah ke rumah yang telah
diberikan untuknya dan mengkhususkan waktu untuk kunjungan pada hari
Rabu dan Sabtu setiap minggu.
Sayyidah Nafisah r.a &Imam Syafie
Sayyidah Nafisah r.a
dikunjungi oleh banyak fuqaha, tokoh-tokoh tasawuf, dan orang-orang
saleh. Di antara mereka adalah Imam Syafi’i r.a, Imam 'Utsman bin Sa’id
al-Mishri, Dzun Nun al-Mishri, Al Mishri as-Samarqandi, Imam Abubakar
al-Adfawi dan banyak ulama lain. Imam Syafi’i r.a datang ke Mesir pada tahun
198 H, lima tahun setelah kedatangan Sayyidah Nafisah r.a. Imam syafi’i r.a
tinggal di Mesir lebih dari empat tahun.
Ketika
Imam Syafi’i r.a datang ke Mesir, ia telah menjalin hubungan dengan
Sayyidah Nafisah. Hubungan keduanya diikat oleh keinginan untuk
berkhidmat kepada akidah Islam. Imam Syafi’i biasa mengunjungi Sayyidah
Nafisah r.a bersama beberapa orang muridnya ketika berangkat menuju
halaqah-halaqah pelajarannya di sebuah masjid di Fusthath, yaitu Mesjid
'Amr bin al-'Ash.
Walaupun Imam Syafi'i memiliki kedudukan yang agung,
tetapi jika ia pergi ke tempat Sayyidah Nafisah, ia meminta do’a kepada
Nafisah dan mengharap barokahnya. Imam Syafi'i juga mendengarkan hadist
darinya. Bila sakit, Imam Syafi’i mengutus muridnya sebagai
penggantinya.
Utusan
itu menyampaikan salam Imam Syafi'i dan berkata kepada Sayyidah
Nafisah r.a, "Sesungguhnya Imam Syafi'i sedang sakit dan meminta
doa kepadamu." Sayyidah Nafisah lalu mengangkat tangannya ke langit dan
mendoakan kesembuhan untuknya. Maka ketika utusan itu kembali, Imam
Syafi’i telah sembuh.
Suatu
hari, Imam Syafi’i menderita sakit. Seperti biasanya, ia mengirim
utusan untuk memintakan doa dari Sayyidah Nafisah r.a baginya. Tetapi kali
ini Sayidah Nafisah r.a berkata kepada utusan itu, "Allah membaguskan
perjumpaan-Nya dengannya dan memberinya nikmat dapat memandang wajah-Nya
yang mulia." Ketika utusan itu kembali dan mengabarkan apa yang
dikatakan Sayyidah Nafisah r.a, Imam Syafi’i tahu bahwa saat perjumpaan
dengan Tuhannya telah dekat.
Semasa hayatnya,Imam
Syafi’i berwasiat agar Sayyidah Nafisah r.a menyolatkan jenazahnya
apabila
ia wafat. Ketika Imam Syafi’i wafat pada akhir Rajab tahun 204 H,
seramai 120,00 orang telah menyolatkan jenazah Imam Syafi'i r.a.Selepas
solat jenazah, Sayyidah Nafisah r.a meminta agar jenazah Imam Syafi'i
r.a dihantar ke rumahnya untuk beliau menyolatkan jenazah Imam Syafie
bagi melaksanakan wasiatnya. Jenazah Imam Syafi’i dibawa
dari rumahnya di kota Fusthath ke rumah Sayyidah Nafisah r.a, dan di
situ ia menyolatkannya seorang diri.
Kepergian Seorang Waliyullah
Sayyidah Nafisah r.a telah menggali
Kuburnya dengan tangannya sendiri Ketika beliau merasa
ajalnya telah dekat, ia mulai menggali kuburnya sendiri. Kubur itu
berada di dalam rumahnya. Ia turun ke dalamnya untuk memperbanyak ibadah
dan mengingat akhirat. Al-Allamah al-Ajhuri mengatakan, Nafisah
mengkhatamkan Al-Qur'an di dalam kubur yang telah digalinya sebanyak
6000 ribu kali dan menghadiahkan pahalanya untuk kaum Muslimin yang
telah wafat.
Ketika
sakit, ia menulis surat kepada suaminya, Ishaq al Mu'tamin, yang sedang
berada di Madinah dan memintanya datang. Suaminya pun datang bersama
kedua anak mereka, al-Qasim dan Ummu Kultsum. Pada pertengahan pertama
bulan Ramadan 208 H, sakitnya bertambah parah, sedangkan ia dalam
keadaan berpuasa. Orang-orang menyarankannya untuk berbuka demi menjaga
kekuatan dan mengatasi sakit yang dideritanya.Beliau pun menjawab, "Sungguh aneh! Selama 30 tahun aku meminta kepada
Allah agar Ia mewafatkan aku dalam keadaan berpuas, maka bagaimana
mungkin aku berbuka sekarang? Aku berlindung kepada Allah. Hal itu tidak
boleh terjadi selamanya".
Kemudian
ia membaca surah al-An'am. Ketika sampai pada ayat, "Untuk mereka itu
kampung keselamatan (syurga) di sisi Tuhan mereka. Dia penolong mereka
berkat amalan yang mereka perbuat," (al-An'am: 127) Sayyidah Nafisah r.a lalu
mengucapkan kalimat syahadat, dan naiklah rohnya keharibaan Tuhannya
Yang Maha Tinggi, berjumpa dengan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan
shalihin.
Sebelumnya, Saiyyidah Nafisah r.a berwasiat kepada suaminya untuk memindahkan jasadnya yang suci
dalam peti ke Madinah untuk dimakamkan di sana bersama keluarganya di
Baqi'. Namun, penduduk Mesir menentangnya dan menginginkan agar ia
dimakamkan di kubur yang telah digalinya dengan tangannya sendiri.
Penduduk
Mesir mengumpulkan harta yang banyak, lalu menyerahkannya kepada suami
Sayyidah Nafisah r.a seraya meminta agar jenazahnya tetap berada di Mesir.
Namun suaminya enggan menerima permintaan itu.
Ketika pagi, mereka
mendatanginya lagi. Akhirnya suami Sayyidah Nafisah r.a memenuhi pemintaan
mereka untuk memakamkan isetrinya di tempat mereka, namun ia
mengembalikan harta mereka. Mereka bertanya kepadanya tentang hal itu.
Ia menjawab, "Aku melihat Rasulullah Saw dalam mimpi. Beliau berkata
kepadaku, Wahai Ishaq, kembalikan kepada mereka harta mereka dan
makamkanlah Sayyidah Nafisah r.a di tempat mereka.
Allahu a'lam.
0 Response to "Makam Sayyidah Nafisah Radiyallahu anhu di Mesir"
Post a Comment