Selama
ini, masyarakat kita dikenal berwatak paternalistik. Maka tak heran
jika dalam keseharian mereka, terutama dalam hal amaliah agama, warga
nahdliyin tak bisa lepas dari sosok yang disebut ulama. Sebagai
panutan, mereka tak hanya berasal dari pribumi, tetapi juga ulama asal Timur Tengah, yang biasa disebut Habib atau Sayyid.
Hubungan antara nahdliyin dengan habaib begitu eratnya, hingga pada
sebagian masyarakat penghormatan kepada mereka melebihi penghormatan
kepada ulama pribumi. Selain kapasitas keilmuan, ini tak lain karena
faktor geneologis, bahwa mereka adalah keturunan Rasulullah SAW.
Sepeninggal Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki (Mekah), figur
habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut saja
Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang
tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di samping
mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada
ulama besar Timur Tengah.
Selain Habib Umar, terdapat seorang
habib yang kini tinggal di Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga
(fam) Sumaith. Siapa sangka ulama kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?
Nama dan Nasabnya
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid
al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin
Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin
Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali
bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy
('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali
Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad
al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi
bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein
As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah
SAW.
Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936
M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu,
selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh
dikatakan sangat religius.
Sejak kecil Habib Zain sudah
mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan maupun amaliah
sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki kelebihan dibanding saudara-
saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu,
akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain.
Belajar dan Guru-gurunya
Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi (dalam
bahasa Jawa: sowan) sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam,
seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut Yaman. Tak sekadar silaturahmi,
tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari mereka, para ulama. Sowan
inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib Ibrahim dalam
mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’ dzim),
lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka,
paling tidak meneladani perilaku mereka. Sejak itu, Habib Zain mengais
ilmu dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka
membawanya ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu
pemuka kalangan saddah 'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau
dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib Abdullah bin Mukhsin al-Aththas,
Mesjid An-Nur, Empang Bogor). Beliau menghadiri maulud yang biasa
diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari Jum'at. Habib Alwi
terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib Alwi, masa
kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali
bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat).
Di sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis
rutin yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas
tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya
kota Tarim.
Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah :
*al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
*Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh,
*Habib Umar bin Alwi al-Kaf,
*Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim,
*Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan,
*Habib Salim bin Alwi Al-Khird,
*Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus,
*Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
*Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
*Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
*Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl
*Habib Muhammad bin Hadi Assaqof,
*Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki,
*Habib Umar bin Ahmad bin Smith,
*Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad,
*Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan
*Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada
usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke
Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal
di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.
Menyadari
mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah
ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah
lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di
pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan
(mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin
Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul
Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain
berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”,
dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai
bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab
“Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal
bait-bait (nazham) “Hadiyyah
As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah
ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca
kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu
Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
Beliau
menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim
az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id
Bukhayyir Baghitsan. Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya
al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau
mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib
Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga
membaca kitab matan "al-Waraqat". Beliau juga menghadiri majelis-majelis
al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga
pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar
as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad
Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan
banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin
Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya
beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya
memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab,
perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana
Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah,
semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf,
Habib Ahmad bin Musa
Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin
Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin
Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan
Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama
yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain
dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama
waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin
Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok
bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus
berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib
Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana,
Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah
Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib
dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa
saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib
Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad
Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat
mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath
Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi
mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib
Muhammad al-Haddar. Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar
berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan
dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan
lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang
tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan
membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan
tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila
suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab
oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah
menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian
gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka
rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau
berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah
bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di
Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim
Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
Habib Zain di
Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah,
dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat,
keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami
ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang
sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab
at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin
Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi
yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin
Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan
Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh
Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari
dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji
karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam
Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya
Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua
kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh. Syaikh Ahmaddu
memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam
menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang
mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan
perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk
berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi
Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT
memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan
dalam penampilannya. Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya
basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah
dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung
dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.
al-Habib
Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir pengaturan khusus
dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya.
Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau
beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu
beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah
asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga
menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan
shalat Isya dan berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung,
Rasulullah SAW.
Di antara hasil karya tulis beliau :
*al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab
terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
*Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab
Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam
kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
*Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
*Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. Menjelaskan
menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.
*al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau
*HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid
as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi
dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
*Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan adab.
*Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
*Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya
Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat
berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji
Sayyiduna wa Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari
Nabi kita termulia dan dari Ulama-Ulama Allah SWT.
Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..
Rauhah adalah majelis di mana seorang Syaikh berkumpul dengan
murid-muridnya di luar waktu belajar, biasanya diadakan sore hari. Dalam
kesempatan ini, mereka membaca kitab-kitab akhlak, manaqib atau adab.
Tujuannya adalah bersantai dan bersenang-senang dengan sesuatu yang
bermanfaat. Majelis rauhah biasanya diakhiri dengan pembacaan Nasyid
yang indah, kemudian ditutup dengan doa dan pembacaan Surah al-Fatihah.
Amalan ijazah yang ana dptkan dari sayidil walid hb.alwi bin muhammad
bin yahya yang di dpt lsg oleh oleh al habib zein bin ibrohim bin smith
pd peringatan khoul al habib ahmad bin abdullah bin thalib al athost
sapuro pekalongan jawa tengah bbrp tahun yang lalu :
« ¤ Ana fi jahii rasulillahi shollallahu alaihi wassalam.
Artinya : Semoga rahmat Keagungan dan keselamatan tercurah atas dirimu
wahai tuan ku wahai utusan Allah.,sebenarnya sudah habis daya upayaku
pertautkanlah hatiku dgn mu.
Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan mudah mudahan rahmat Allah
serta keberkahan tercurah atasmu.
Saya berada di bawah Kedudukan Rasulullah Saw, ( minta di beri Ke
istimewaan Rasulullah Saw ). Tiap " bacaan d bc sebanyak 116x. D baca
setiap ba'da sholat 5. Waktu. Atau tiap " hari jum'at .
Silahkan bagi siapa saja yang akan mengamalkan shalawat tsb .
0 Response to "Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith - Madina"
Post a Comment