Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith - Madina
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith Ulama Sunni Madinah Kelahiran Jakarta
Menyadari
mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah
ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah
lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah
As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id
Bukhayyir Baghitsan. Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-Waraqat". Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf,
Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar. Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh. Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya. Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.

lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan (mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai bab Jinayat.
Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab “Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal bait-bait (nazham) “Hadiyyah
As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
Beliau menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id
Bukhayyir Baghitsan. Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga membaca kitab matan "al-Waraqat". Beliau juga menghadiri majelis-majelis al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga pelajaran-pelajaran di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar as-Sakran.
Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, perilaku, dan akhlaknya yang baik.
Selain menimba ilmu di sana Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf,
Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
Dalam perjalanan ke sana, Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat mengajar.
Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib Muhammad al-Haddar. Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan membimbing mereka yang kurang pandai.
Beliau memilki kedudukan tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
Habib Zain di Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih.
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh. Syaikh Ahmaddu memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang mulia.
Selama masa ini Habib Zain sering melakukan perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
Allah SWT memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan dalam penampilannya. Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.

0 Response to "Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith - Madina"
Post a Comment