Susana Al Hawi |
Alhamdulillah, setelah 3 hari tidak menyambangi blog ini sekarang kesampaian juga ada waktunya.
Beberapa hari ini banyak hal yang mesti saya urus, mulai dari pengaturan jadwal terapi saya hingga rencana meneruskan kuliah yang sudah lama terbengkalai. Pokoknya tahun 2010 ini saya sudah harus lulus. Mohon doanya ya…
Ngomong-ngomong soal judul cerita saya kali ini adalah tentang Nasi Kebuli Masjid Al-Hawi. Semuanya nggak jauh dari sholat Jum’at yang baru saja saya jalani. Sholat Jum’at di masjid dekat rumah saya ini memang menyenangkan, selain kenyang batin karena disuguhi nasehat Islam, pihak masjid juga sering menyediakan makanan selepas sholat Jum’at. Sebenarnya sudah lama saya mau ceritakan hal ini, cuma nggak tau kenapa selalu lupa.
Masjid Al-Hawi
Foto Al-Hawi dari seberang jalan
Al-Hawi adalah masjid yang terletak di ujung Condet, tepatnya masih termasuk kelurahan Cililitan, Jakarta Timur. Tempatnya nggak jauh dari Mall PGC (Pusat Grosir Cililitan). Masjid para Habaib ini sudah berumur ratusan tahun dan merupakan saksi sejarah perkembangan Islam di Condet. Masjid ini pula adalah tempat berkumpulnya para ulama keturunan Arab dari seluruh penjuru Jabodetabek. Bahkan seringkali banyak berdatangan para ulama besar dari Jazirah Arab, seperti dari Hadramawt, Mekah, Madinah, dan bahkan Palestina. Selain Masjid, Al-Hawi juga mengurus banyak anak Yatim Piatu dan menyediakan sekolah bagi mereka.
Bagian dalam masjid Al-Hawi
Habib Muchsin Bid Muhammad Al-Atthas |
Budaya makan selepas Sholat Jum’at
Kebiasaan yang menyenangkan ini (terutama bagi jamaah masjid) sudah ada semenjak saya kecil. Pokoknya kalau setiap Jum’at sholat di situ kebutuhan kita akan makanan daging akan terpenuhi. Ya nggak selalu daging sih, terkadang juga telur atau ayam, bahkan pernah juga hanya nasi uduk dan tempe goreng. Tapi yang jelas apapun makanannya yang penting adalah kebersamaan saat makan beramai-ramai.
Budaya makan selepas Sholat Jum’at sebenarnya merupakan kebiasaan orang-orang Arab. Ada kawan saya yang sekolah di Mekah juga mengatakan bahwa di sana banyak masjid yang menyediakan makan gratis setelah sholat. Adapun makanan itu berasal dari sumbangan seseorang yang ingin memberi makanan kepada orang, biasanya penyumbang adalah orang yang senang berzakat atau mungkin juga ada yang menyumbang karena terkena denda memberi makan banyak orang.
Nggak hanya orang dewasa saja yang boleh makan di sana, anak-anak juga boleh. Hanya saja perbedaannya, orang dewasa makan masing-masing satu piring, kalau anak-anak 4 atau 5 orang dalam satu nampan. Dahulu waktu saya kecil juga merasakan makan satu nampan bersama teman-teman sepermainan saya, suasananya lucu dan terkadang berebutan. Ada teman yang makannya sedikit, dan teman yang makannya banyak biasanya bertugas membersihkan makanan yang tersisa. Apalagi kalau lauknya daging kambing, wah bisa berebutan itu kalau nggak dibagi-bagi sama rata dulu.
Nasi Kebuli lengkap dengan Daging Kambing dan sambal Nanas dalam nampan. Seperti terlihat dari jumlah minuman gelasnya, itu adalah jatah untuk 4 orang.
Nasi Kebuli daging Kambing
Menu yang favorit saya selama makan gratis di sana adalah Nasi Kebuli. Untuk sebagian orang mungkin ada yang belum kenal dengan kuliner berbahan wajib kambing yang satu ini. Nasi Kebuli adalah makanan khas arab-india-betawi. Mengapa begitu, sebab pada awalnya sejarah Nasi Kebuli berasal dari para ulama Hadramawt yang berdakwah ke India. Karena di India salah satu makanan pokoknya adalah beras, maka dicampurlah macam-macam bumbu rempah khas arab dan india ke dalam nasi tersebut. Ternyata masih ada yang kurang. Kemudian setelah dikombinasi dengan daging kambing barulah rasa khas Nasi Kebuli tercipta.
Kalau yang ini Nasi Kebuli di restoran kayanya
Sejarah Nasi Kebuli di Indonesia adalah saat para ulama Hadramawt itu memutuskan untuk juga berdakwah ke bumi Nusantara. Dan saat mereka tau bahwa makanan paling pokoknya adalah beras dan pusat penghasil rempah-rempah dunia, maka makin eksislah Nasi Kebuli. Oh iya, saya sendiri nggak tau jelas tentang kapan kuliner enak tersebut dinamakan Nasi Kebuli. Mungkin juga setelah sampai Indonesia baru dinamakan Nasi Kebuli, karena nasi tersebut biasanya dihidangkan saat perayaan maulid Nabi Muhammad saw.
Yang unik dari Nasi Kebuli ini adalah cara penyajiannya. Nasi Kebuli paling enak disajikan dengan daging kambing yang digulai atau dipanggang. Lalu untuk sambalnya adalah sambal nanas yang tidak terlalu pedas. Sebuah perpaduan yang mengasyikan saat bertemu di lidah, rasa gurih khas daging kambing dan asam-manis nanas yang segar. Jangan lupa empingnya. Pokoe maknyus lah!
Saat bulan Ramadhan nanti makan-makannya libur dulu, insya Allah dilanjutkan lagi setelah bulan Syawal. Mari main ke Condet dan nikmati kuliner khas Betawi-Arab.
0 Response to "Nasi Kebuli Daging Kambing di Masjid Al-Hawi"
Post a Comment