Firman Allah swt dalam hadits Qudsiy : "Barangsiapa memusuhi wali Ku maka Ku umumkan perang padanya, tiadalah hamba hamba Ku mendekat pada Ku dengan hal hal yg telah kuwajibkan, dan hamba hamba Ku tak henti hentinya pula mendekat pada Ku dengan hal hal yg sunnah hingga Aku mencintainya, Jika Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, aku menjadi pandangannya yg ia gunakan untuk melihat, aku menjadi tangannya yg ia gunakan untuk melawan, aku menjadi kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, Jika ia meminta pada Ku niscaya kuberi apa yg ia minta, dan jika ia mohon perlindungan pada Ku niscaya kuberi padanya perlindungan" (Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari menjelaskan makna hadits ini dalam 6 penafsiran, secara ringkasnya saja bahwa panca indera mereka telah suci dari hal hal dosa karena mereka menyucikannya, dan mereka tidak mau berucap terkecuali kalimat kalimat dzikir atau ucapan mulia, tak mau mendengar terkecuali yg mulia pula, demikian seluruh panca inderanya, dan Allah swt membimbing panca indera mereka untuk selalu mulia. (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Masih menurut Imam Al-Qusyairi, sesungguhnya seorang wali tidak merasa senang dengan karamah yang muncul pada dirinya tidak juga memiliki perhatian yang besar kepadanya. Ketika muncul karamah padanya, keyakinannya semakin kuat dan mata hatinya semakin tajam untuk menegaskan bahwa karamah adalah perbuatan Allah, yang dengannya mereka memperoleh bukti kebenaran akidah yang diyakininya. Singkatnya kemunculan karamah pada para wali adalah wajib, begitu juga menurut kebanyakan ahli ma'rifat. Dan karena banyaknya riwayat mutawatir tentang eksistensi karamah, baik berupa khabar maupun hikayat, maka keyakinan dan pengetahuan tentang adanya karamah pada para wali tidak diragukan lagi. Barangsiapa bersikap moderat terhadap masalah karamah, didukung dengan hikayat dan khabar mutawatir, maka ia tidak akan meragukan karamah.
Imam Yafi'i menjelaskan dalam Raudh al-Rayyahin, "Manusia yang mengingkari karamah ada berbagai macam; ada yang mengingkari karamah para wali secara mutlak, ada yang mendustakan karamah para wali pada masanya tetapi mempercayai karamah para wali yang bukan masanya, seperti Ma'ruf, Sahi, Al-Junaid, dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang oleh Abu Hasan al-Syadhily r.a., dikatakan, 'Demi Allah, tidak ada yang bertindak demikian selain kaum Bani Israil. Mereka percaya kepada Musa tetapi mendustakan Muhammad SAW. karena mereka semasa dengan Musa. Ada sebagian orang yang mempercayai bahwa wali-wali Allah memiliki karamah, tetapi tidak meyakini karamah satu orang wali pun yang hidup pada masanya.
Mereka ini terhalang mendapatkan berkah karamah, karena barang-siapa tidak mengakui karamah seorang wali, maka ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari karamah wali lainnya. Hanya kepada Allahlah kita mohon pertolongan dan husnul khatimah (akhir yang baik)."
Imam Yafi'i mengatakan bahwa ketika beberapa ulama besar ditanya tentang karamah wali, mereka menjawab, "Barangsiapa menyangkal karamah padahal ia tidak mengerti sedikit pun tentang karamah dan tidak mampu memikirkannya, maka hendaklah ia kembali pada pemikiran bahwa sesungguhnya Allah Maha berkuasa melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan Maha menetapkan apa yang Dia inginkan."
Menurut Imam Yafi'i, sikap para penyangkal karamah ini sangat aneh, padahal karamah-karamah itu telah dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang mulia, hadis-hadis sahih, atsar-atsar terkenal, hikayat-hikayat yang diriwayatkan oleh orang-orang yang melihat dan menyaksikan langsung, ulama salaf dan khalaf, dan begitu banyak jumlahnya yang tersebar di seluruh negeri, sampai tak terhitung banyaknya.
Mayoritas penyangkal karamah, kalau mereka melihat langsung para wali dan orang-orang saleh terbang di udara, mereka akan menganggap itu sihir atau menuduh mereka setan. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengharamkan taufiq lalu mendustakan kebenaran karamah karena dianggap tidak masuk akal dan dengki, berarti ia mendustakan hal-hal yang tampak di depan mata dan yang tertangkap oleh fisik. Sebagaimana firman Allah, dan Dialah Yang Maha benar perkataan-Nya, "Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata, "Ini benar-benar sihir yang nyata." "(QS Al-An' am [6]: 7)
Sumber : Jami` Karamtil Auliya karangan Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani
Al Hafidh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari menjelaskan makna hadits ini dalam 6 penafsiran, secara ringkasnya saja bahwa panca indera mereka telah suci dari hal hal dosa karena mereka menyucikannya, dan mereka tidak mau berucap terkecuali kalimat kalimat dzikir atau ucapan mulia, tak mau mendengar terkecuali yg mulia pula, demikian seluruh panca inderanya, dan Allah swt membimbing panca indera mereka untuk selalu mulia. (Fathul Baari Bisyarh Shahih Bukhari Bab Arriqaaq/Tawadhu)
Masih menurut Imam Al-Qusyairi, sesungguhnya seorang wali tidak merasa senang dengan karamah yang muncul pada dirinya tidak juga memiliki perhatian yang besar kepadanya. Ketika muncul karamah padanya, keyakinannya semakin kuat dan mata hatinya semakin tajam untuk menegaskan bahwa karamah adalah perbuatan Allah, yang dengannya mereka memperoleh bukti kebenaran akidah yang diyakininya. Singkatnya kemunculan karamah pada para wali adalah wajib, begitu juga menurut kebanyakan ahli ma'rifat. Dan karena banyaknya riwayat mutawatir tentang eksistensi karamah, baik berupa khabar maupun hikayat, maka keyakinan dan pengetahuan tentang adanya karamah pada para wali tidak diragukan lagi. Barangsiapa bersikap moderat terhadap masalah karamah, didukung dengan hikayat dan khabar mutawatir, maka ia tidak akan meragukan karamah.
Imam Yafi'i menjelaskan dalam Raudh al-Rayyahin, "Manusia yang mengingkari karamah ada berbagai macam; ada yang mengingkari karamah para wali secara mutlak, ada yang mendustakan karamah para wali pada masanya tetapi mempercayai karamah para wali yang bukan masanya, seperti Ma'ruf, Sahi, Al-Junaid, dan lain-lain. Mereka adalah orang-orang yang oleh Abu Hasan al-Syadhily r.a., dikatakan, 'Demi Allah, tidak ada yang bertindak demikian selain kaum Bani Israil. Mereka percaya kepada Musa tetapi mendustakan Muhammad SAW. karena mereka semasa dengan Musa. Ada sebagian orang yang mempercayai bahwa wali-wali Allah memiliki karamah, tetapi tidak meyakini karamah satu orang wali pun yang hidup pada masanya.
Mereka ini terhalang mendapatkan berkah karamah, karena barang-siapa tidak mengakui karamah seorang wali, maka ia tidak akan bisa mengambil manfaat dari karamah wali lainnya. Hanya kepada Allahlah kita mohon pertolongan dan husnul khatimah (akhir yang baik)."
Imam Yafi'i mengatakan bahwa ketika beberapa ulama besar ditanya tentang karamah wali, mereka menjawab, "Barangsiapa menyangkal karamah padahal ia tidak mengerti sedikit pun tentang karamah dan tidak mampu memikirkannya, maka hendaklah ia kembali pada pemikiran bahwa sesungguhnya Allah Maha berkuasa melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan Maha menetapkan apa yang Dia inginkan."
Menurut Imam Yafi'i, sikap para penyangkal karamah ini sangat aneh, padahal karamah-karamah itu telah dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur'an yang mulia, hadis-hadis sahih, atsar-atsar terkenal, hikayat-hikayat yang diriwayatkan oleh orang-orang yang melihat dan menyaksikan langsung, ulama salaf dan khalaf, dan begitu banyak jumlahnya yang tersebar di seluruh negeri, sampai tak terhitung banyaknya.
Mayoritas penyangkal karamah, kalau mereka melihat langsung para wali dan orang-orang saleh terbang di udara, mereka akan menganggap itu sihir atau menuduh mereka setan. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang mengharamkan taufiq lalu mendustakan kebenaran karamah karena dianggap tidak masuk akal dan dengki, berarti ia mendustakan hal-hal yang tampak di depan mata dan yang tertangkap oleh fisik. Sebagaimana firman Allah, dan Dialah Yang Maha benar perkataan-Nya, "Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata, "Ini benar-benar sihir yang nyata." "(QS Al-An' am [6]: 7)
Sumber : Jami` Karamtil Auliya karangan Syekh Yusuf bin Ismail an Nabhani
0 Response to "MENGAPA ADA ORANG MENGINGKARI KARAMAH PARA WALI"
Post a Comment