PAHAM-PAHAM YANG HARUS DILURUSKAN - 5 |
Penulis: PROF.DR.SY. MUHAMMAD ALMALIKI |
PELESTARIAN KHULAFAURRASYIDIN
TERHADAP CINCIN NABI SAW
Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu \\\\\\\`Umar Ra, ia berkata :
اتخذ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم خاتم من ورق وكان في يده ثم كان بعد في يد أبي بكر ثم كان بعد في يد عمر ثم كان بعد في يد عثمان حتى وقع بعد في بئر أريس نقشه محمد رسول الله .
\\\\\\\"Rasulullah Saw memakai cincin dari perak yang dikenakan di tangan. Selanjutnya sepeninggal beliau cincin itu melekat pada tangan Abu Bakar kemudian \\\\\\\`Umar lalu di tangan \\\\\\\`Utsman sampai cincin itu jatuh di sumur Ariis. Pada cincin itu terdapat ukiran bertuliskan Muhammad Rasulullah.\\\\\\\"
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Kitabullibas bab Khatamul Fidldlah. Al Hafid Ibnu Hajar berkata, \\\\\\\"Dalam riwayat Al Nasa\\\\\\\`i terdapat redaksi : \\\\\\\"Sesungguhnya \\\\\\\`Utsman mencari cincin itu namun tidak menemukannya.\\\\\\\" Dalam riwayat Ibnu Sa\\\\\\\`d terdapat redaksi : \\\\\\\"Sesungguhnya cincin itu melekat di tangan \\\\\\\`Utsman selama 6 tahun.\\\\\\\" Fathul Bari vol. X hlm. 313.
Al \\\\\\\`Aini mengatakan bahwa sumur Ariis terletak disebuah kebun dekat masjid Quba\\\\\\\`. Umdatul Qaari vol. XXII hlm. 31. Saya berkata, \\\\\\\"Sumur ini sekarang dikenal sebagai sumur Al Khatam ( cincin ) yakni cincin Rasulullah Saw yang jatuh kedalamnya pada masa kekhalifahan \\\\\\\`Utsman. \\\\\\\`Utsman sendiri telah berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan cincin itu dengan segala cara nmun gagal menemukannya. ( lihat Al Maghaanim Al Muthaabah fi Ma\\\\\\\`aalimi Thabah karya Fairuz Abaadi hlm. 26).
PELESTARIAN KHULAFAURRASYIDIN TERHADAP
TOMBAK MILIK NABI SAW
Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya kepada Al Zubair, ia berkata :
لقيت يوم بدر عبيدة بن سعيد بن العاص وهو مدجج لا يرى منه إلا عيناه وهو يكنى أبا ذات الكرش فقال : أنا أبو ذات الكرش فحملت عليه بالعنزة فطعنته في عينه فمات , قال هشام : فأخبرت أن الزبير قال : لقد وضعت رجلي عليه ثم تمطأت فكان الجهد أن نزعتها وقد انثنى طرفاها, قال عروة: فسأله إياها رسول الله فأعطاه , فلما قبض رسول الله أخذها ثم طلبها أبو بكر فأعطاه إياها , فلما قبض أبو بكر سأله إياها عمر , فأعطاه إياها , فلما قبض عمر أخذها , ثم طلبها عثمان منه فأعطاه إياها , فلما قتل عثمان وقعت عند آل عليّ فطلبها عبد الله بن الزبير فكانت عنده حتى قتل.
\\\\\\\"Pada saat perang Badar saya bertemu dengan \\\\\\\`Ubaidah ibnu Sa\\\\\\\`id ibnu Al\\\\\\\`Ash yang mengenakan pakaian tempur lengkap hingga yang terlihat Cuma matanya. \\\\\\\`Ubaidah memiliki julukan Abu Djatil Kirsy. \\\\\\\"Saya Abu Djatil Kirsy,\\\\\\\" katanya. Lalu saya menyerang dia dengan tombak dan berhasil menusuk matanya hingga ia pun tewas.\\\\\\\" Hisyam berkata, \\\\\\\"Saya dikabari bahwa Al Zubair berkata,\\\\\\\"Sungguh saya telah menginjakan kaki saya di atas tubuh Abu Djatil Kirsy lalu saya berjalan dengan angkuh. Kemudian dengan susah payah saya mencabut tombak dari tubuh Abu Djatil Kirsy yang ternyata telah bengkok kedua sisinya.\\\\\\\" Urwah berkata, \\\\\\\"Rasulullah meminta tombak tersebut kepada Al Zubair dan dia pun menyerahkannya. Sepeninggal beliau, Al Zubair mengambil kembali tombak itu. Abu Bakar kemudian meminta tombak itu dan Al Zubair pun memberikannya. Saat Abu Bakar meninggal, \\\\\\\`Umar memintanya dan Al Zubair pun mengabulkannya. Wakti \\\\\\\`Umar meninggal dunia tombak itu diambil oleh Al Zubair lalu diminta oleh \\\\\\\`Utsman dan Al Zubair pun menyerahkannya. Ketika \\\\\\\`Utsman terbunuh tombak itu jatuh ke tangan keluarga Ali dan Abdullan ibnu Al Zubair memintanya. Akirnya tombak itu berada di tangan Al Zubair sampai ia meninggal dunia.\\\\\\\" HR Al Bukhari dalam kitab Al Maghazi Bab Syuhudu Al Malaikat Badran. Ungkapan \\\\\\\"Fahamaltu \\\\\\\`alaihi bi al-\\\\\\\`Anazah\\\\\\\", al-\\\\\\\`Anazah itu mirip Al Harbah. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-\\\\\\\`Anazah itu mirip \\\\\\\`Ukkaaz yaitu tongkat besi.
Intisari dari kisah di atas adalah bahwa Al Zubair telah membunuh \\\\\\\`Ubaidab ibnu Sa\\\\\\\`id ibnu Al \\\\\\\`Ash pada waktu perang Badar. Ia menusuk matanya dengan tombak. Lalu Nabi meminta tombak yang digunakannya itu dan ia pun menyerahkannya kepada beliau. Sepeninggal beliau Saw, Al Zubair mengambilnya lagi kemudian Abu Bakar meminjamnya sampai wafat lalu kembali lagi kepada Al Zubair selanjutnya diminta oleh \\\\\\\`Umar dan ia pun menyerahkannya hingga \\\\\\\`Umar wafat dan kembali lagi ke tangan Al Zubair. Lalu \\\\\\\`Utsman meminta tombak itu dan diberikan oleh Al Zubair. Saat \\\\\\\`Utsman mati terbunuh tombak itu jatuh ke tangan Ali kemudian Al Zubair mengambilnya kembali dan tetap di tangannya sampai ia terbunuh. Fathul Bari vol. VII hlm. 314 dan \\\\\\\`Umdatul Qaari vol. XVII hlm. 107.
Kami bertanya-tanya ada apa dibalik perhatian besar terhadap tombak di atas padahal ada banyak tombak-tombak lain yang barangkali ada yang lebih baik dan bagus. Dari siapakah perhatian besar ini ? Sesungguhnya perhatian ini berasal dari empat figur khulafa\\\\\\\` yang bijak yang menjadi pemimpin agama, pilar-pilar tauhid dan sosok-sosok terpercaya dalam aspek agama.
PELESTARIAN UMAR IBNU AL KHATTAB TERHADAP TALANG
MILIK AL `ABBAS KARENA RASULULLAH SAW YANG MEMASANGNYA
Dari Abdullah Ibnu Abbas Ra, ia berkata, \\\\\\\"Abbas memiliki talang yang berada di jalannya \\\\\\\`Umar Ra. Lalu pada hari jum\\\\\\\`at \\\\\\\`Umar memakai pakaiannya. Kebetulan Abbas menyembelih dua ekor anak burung. Ketika Abbas naik ke talang, ia menumpahkan ke dalamnya darah dua ekor anak burung itu. Darah itu ternyata menimpa \\\\\\\`Umar yang kemudian menyuruh untuk mencopot talang itu. \\\\\\\`Umar kemudian kembali pulang untuk mengganti baju. Lalu ia datang lagi dan shalat menjadi imam. Lantas Abbasdatang kepadanya dan berkata, \\\\\\\"Demi Allah, talang yang dicopot itu adalah talang yang dipasang oleh Rasulullah Saw.\\\\\\\" \\\\\\\"Aku ingin engkau naik di atas punggungku untuk memasang talang di tempat yang dulu beliau memasangnya.\\\\\\\" ujar \\\\\\\`Umar. Abbas pun lalu melakukan apa yang diinginkan \\\\\\\`Umar. ( Al Kanzu vol.VII hlm 66 ).
Al Imam Abu Muhammad Abdullah ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni menyatakan, Pasal : Tidak diperbolehkan mengeluarkan talang-talang ke jalan besar / raya dan ke lorong yang tembus kecuali atas seizin penghuni sekitarnya.
Abu Hanifah, Malik dan Al Imam Al Syafi\\\\\\\`i mengatakan, \\\\\\\"Diperbolehkan mengeluarkan talang-talang itu ke jalan karena \\\\\\\`Umar melewati rumah Abbas yang telah memasang talang mengarah ke jalan lalu \\\\\\\`Umar mencopotnya. \\\\\\\"Engkau mencopotnya padahal Rasulullah Saw lah yang memasangnya ?\\\\\\\" kata Abbas. \\\\\\\"Demi Allah, Engkau tidak boleh memasangnya kecuali naik di atas punggungku,\\\\\\\" ujar \\\\\\\`Umar. \\\\\\\`Umar lalu membungkuk hingga Abbas naik ke atas punggungnya untuk memasang talang.\\\\\\\" Al Mughni karya Ibnu Qudamah vol. IV hlm. 554.
IBNU \\\\\\\`UMAR BUKAN SATU-SATUNYA SAHABAT YANG MENARUH PERHATIAN TERHADAP JEJAK PENINGGALAN NABI SAW
Ibnu \\\\\\\`Umar populer sebagai sahabat yang menaruh perhatian besar terhadap jejak-jejak peninggalan Nabi Saw dan melestarikannya. Al Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata, \\\\\\\"Al Imam Ahmad ibnu Hanbal ditanya perihal seorang laki-laki yang mengunjungi beberapa masyahid ini lalu dia menjawab, \\\\\\\"Sesungguhnya Ibnu \\\\\\\`Umar mengamati tempat-tempat perjalanan Nabi Saw sampai terlihat ia menumpahkan air di tempat yang terdapat air. Ketika ditanya akan hal itu ia menjawab, \\\\\\\"Dulu Nabi Saw menumpahkan air di tempat ini.\\\\\\\"
Al Bukhari dalam Al Shahihnya meriwayatkan dari Musa ibnu \\\\\\\`Uqbah, ia berkata, \\\\\\\"Saya melihat Salim ibnu \\\\\\\`Uqbah mengamat-amati beberapa lokasi jalan dan shalat di tempat tersebut. Ia menceritakan bahwa ayahnya shalat di tempat-tempat tersebut dan melihat Nabi melakukan shalat di situ.\\\\\\\" Musa berkata, \\\\\\\"Nafi\\\\\\\` menceritakan kepadaku bahwa Ibnu \\\\\\\`Umar shalat di tempat-tempat tersebut.\\\\\\\" Iqtidla\\\\\\\` Al Shirath Al Mustaqim hlm. 385.
Ibnu \\\\\\\`Umar bukan satu-satunya sahabat yang melakukan hal ini. Banyak sahabat lain yang melakukan hal yang sama. Kami telah menyebutkan bukti-bukti pendukung akan fakta ini sebelumnya, yaitu tindakan yang dilakukan oleh khulafaurrasyidin yang mana tindakan mereka oleh Nabi dijadikan sebagai sunnah yang patut ditiru yang bersumber dari sunnah dan petunjuk Nabi. Beliau Saw juga menyuruh untuk berpegang teguh dengan sunnah mereka dan menjadikannya sebagai rujukan. Sudah maklum bahwa sunnah mereka sesungguhnya sunnah Nabi juga karena mereka tidak akan berkomentar, berijtihad dan berfikir terhadap sabda Nabi yang shahih dan terbukti bersumber dari beliau.
Dalam pembahasan mengenai memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan Saw kami telah menyebutkan sejumlah nash yang memadai yang memiliki relasi kuat dengan pembahasan dalam tema ini. Dengan nash-nash ini akan menjadi jelas bagaimana para sahabat termasuk Ibnu \\\\\\\`Umar dan yang lain memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan beliau. Sejatinya kedua pembahasan ini saling terkait dan bermuara dari satu sumber. Karena memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan beliau adalah cabang dari melestarikan dan menaruh perhatian terhadap jejak-jejak tersebut. Hanya saja yang kedua lebih bersentuhan dengan sejarah dan peradaban sosial, sedang yang pertama lebih relevan dengan keimanan, rasa cinta dan hubungan batin.
IBNU ABBAS DAN JEJAK-JEJAK MASA LALU
PENINGGALAN BELIAU
Ketika Abdullah ibnu Al Zubair hendak membongkar ka\\\\\\\`bah ia mengumpulkan para sahabat. Ia mengajak mereka bermusyawarah tentang rencana itu. Lalu Ibnu Abbas mengusulkan agar ka\\\\\\\`bah jangan dibongkar total tetapi hanya merenovasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan saja agar bagian yang layak dipertahankan dibiarkan apa adanya demi melestarikan batu-batu kuno yang ada pada masa pertama yaitu masa islam, masa diutusnya beliau dan masa Nabi Saw.
Dari \\\\\\\`Atha\\\\\\\`, ia berkata, \\\\\\\"Saat ka\\\\\\\`bah terbakar ( pada masa kekuasaan Yazid ibnu Mu\\\\\\\`awiyah ) ketika makkah diserang oleh penduduk Syam maka terjadilah apa yang terjadi, Abdullah ibnu Al Zubair membiarkan ka\\\\\\\`bah itu hingga orang-orang dstang pada musim haji dan ia memprovokasi mereka untuk melawan penduduk Syam. Ketika berada di hadapan mereka, Abdullah ibnu Al Zubair berkata, \\\\\\\"Wahai saudara-saudara, sampaikanlah pandanganmu kepadaku perihal ka\\\\\\\`bah. Apakah saya harus membongkarnya lalu membangunnya kembali ataukah cukup memperbaiki bagian yang rusak saja ?\\\\\\\" \\\\\\\"Sungguh saya berpendapat agar engkau memperbaiki bagian yang rusak dan membiarkannya dalam kondisi saat orang-orang masuk Islam serta membiarkan pula bebatuan di mana orang-orang masuk Islam dan beliau diutus saat itu.\\\\\\\" Shahih Muslim Kitabul Hajj bab Naqdhil ka\\\\\\\`bah wa Binaaiha Syarh Al Nawawi.
KEPEDULIAN BESAR \\\\\\\`UMAR TERHADAP
JEJAK-JEJAK PENINGGALAN NABI SAW
\\\\\\\`Umar Ra adalah sosok sahabat yang sangat memperdulikan, memiliki perhatian besar dan melestarikan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw. Karena itu saat ia melihat orang-orang mengerumuni sebuah pohon yang mereka kira pohon Al Ridlwan, pohon di mana bai\\\\\\\`aturridlwan terjadi di dekatnya dan Allah pun menyebutkan dalam Al Qur\\\\\\\`an :
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة...
\\\\\\\"Sesungguhnya Allah telah ridla terhadap orang-orang mu\\\\\\\`min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon….\\\\\\\" ( Q.S.Al.Fath : 18 )
maka \\\\\\\`Umar langsung menginstruksikan agar pohon itu ditebang. Karena ia mengetahui seyakin-yakinnya bahwa pohon tersebut tidak diketahuidan tidak ada seorangpun yang mengetahui di mana tempatnya apalagi pohonnya. Ia juga mengetahui bahwa para sahabat yang datang dan mengangkat bai\\\\\\\`at di bawah pohon tersebut tidak mengetahui pohon tersebut maka bagaimana mungkin orang lain mengetahuinya. Baahkan mereka sendiri terang-terangan menyatakan tidak mengetahui pohon tersebut sebagaimana informasi yang terdaapat Al Shahihain dari Ibnu \\\\\\\`Umar bahwasanya ia datang pada tahun setelah terjadinya bai\\\\\\\`aturridlwan. \\\\\\\"Kami mencari-cari pohon Ridlwan dan tidak ada dua orang yang berpendapat sama untuk menentukan pohon itu,\\\\\\\"kata Ibnu \\\\\\\`Umar.
Al Musayyib, ayah dari Sa\\\\\\\`id mengatakan, \\\\\\\"Sungguh saya pernah melihat pohon Ridlwan namun kemudian tidak ingat lagi.\\\\\\\" Ucapan Thariq ibnu Abdirrahman, \\\\\\\"Saya berangkat haji lalu lewat bertemu banyak orang yang sedang melakukan shalat. Saya pun bertanya, \\\\\\\"Ada apa dengan masjid ini ?\\\\\\\" \\\\\\\"Di sinilah tempat pohon dimana Rasulullah membai\\\\\\\`at dengan bai\\\\\\\`aturridlwan,\\\\\\\" kata mereka. Lalu saya mendatangi Sa\\\\\\\`id ibnu Al Musayyib dan menceritakan hal ini. \\\\\\\"Ayahku menceritakan kepadaku bahwa ia termasuk sahabat yang terlibat bai\\\\\\\`aturridlwan,\\\\\\\" kata Sa\\\\\\\`id. \\\\\\\"Ayah berkata, \\\\\\\"Ketika saya datang pada tahun berikutnya saya terlupakan akan pohon itu dan kalian mengetahuinya. Apakah kalian lebih tahu ?\\\\\\\" lanjutnya. Dalam salah satu riwayat Al Musayyib berkata, \\\\\\\"Pohon itu menjadi samar bagi kami.\\\\\\\" ( Lihat Shahih Al Bukhari Kitabul Maghazi bab Ghazwatul Hudaibiyyah dan Shahih Muslim Kitabul Imarah bab Istihbaabu Mutaba\\\\\\\`atil Imam ).
Apabila kegagalan menemukan pohon Ridlwan ini terjadi di sela-sela satu tahun dan pada satu masa padahal para sahabat yang terlibat pada bai\\\\\\\`aturridlwan dan mengangkat bai\\\\\\\`at di bawah pohon Ridlwan itu berjumlah banyak maka bagaimana pendapatmu perihal pohon yang muncul pada zaman \\\\\\\`Umar beberapa tahun kemudian.
Zaman sudah berbeda, mereka yang terlibat bai\\\\\\\`ah banyak yang telah meningal dunia, orang-orang berbeda pendapat dalam menentukan pohon penuh berkah yang mendapat kemuliaan berkat adanya bai\\\\\\\`at oleh Nabi Saw dan telah terjadi di dekat pohon itu peristiwa terbesar dari sejarah pengorbanan dan jihad yang menggetarkan langit dan bumi dan disaksikan para malaikat yang mulia serta dicatat oleh Al Qur\\\\\\\`an :
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشحرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا .
\\\\\\\"Sesungguhnya Allah telah ridla terhadap orang-orang mu\\\\\\\`min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat ( waktunya ). ( Q.S.Al.Fath : 18 )
Selanjutnya di dekat pohon yang penuh keberkahan ini terjadi proklamasi akan salah satu keutamaan dan keistimewaan Nabi paling agung dan Rasuk paling mulia Saw yang dicatat dalam Al Qur\\\\\\\`an :
إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم...
\\\\\\\"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Kekuasaan Allah di atas kekuasaan mereka….\\\\\\\" ( Q.S.Al.Fath :10 )
\\\\\\\`Umar Ra tidak menebang pohon tersebut untuk melarang mencari keberkahan dengan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw atau karena ia tidak meyakini adanya keberkahan itu. Tidak terdapat dalam hatinya keyakinan tersebut sama sekali dan tidak terlintas dalam benaknya selamanya, dengan bukti adanya fakta darinya perihal mencari keberkahan dan ia memohon keberkahan dengan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw dan yang lain seperti ia memohon kepada Abu Bakar tombak yang pernah berada di tangan Rasulullah, merawat cincin Rasulullah dan sebagainya. Rasulullah sendiri meminjam tombak itu dari Al Zubair sebagaimana tercantum dalam Shahih Al Bukhari dalam bab Syuhudul Malaikah Badran. Dari Al Maghazi. Dalam sebagian naskah : Al Qasthalani vol IV hlm. 264.
MENARUH PERHATIAN TERHADAP SANDAL NABI
DAN MENGADAKAN KAJIAN ILMIAH TERHADAPNYA
Salah satu peninggalan Nabi Saw yang menarik perhatian para ulama adalah sandal beliau. Ia dikaji secara mendalam menyangkut aspek sifat, keserupaan dan warnanya. Para ulama menulis kajian khusus dan artikel-artikel tersendiri tentangnya.
Obyek dari semua upaya di atas sesungguhnya adalah pemilik sandal yaitu Nabi paling agung dan Rasul paling mulia Saw.
Jika kita menaruh perhatian terhadap peninggalan-peninggalan tokoh-tokoh besar, pakaian, dan benda-benda mereka, mengeluarkan dana yang besar dan kecil untuk memperolehnya, dan membangun museum-museum khusus dan menyediakan pakar-pakar spesialis, maka - nyawaku menjadi tebusan beliau Saw – Rasulullah lebih utama dan lebih berhak mendapat perlakuan seperti ini. Seandainya kita mengorbankan nyawa dan harta benda yang tak ternilai harganya dalam rangka melestarikan peninggalan-peninggalan beliau maka hal ini dinilai murah semata-mata karena beliau Saw.
PERHATIAN KERAJAAN ARAB SAUDI
TERHADAP PENINGGALAN BERSEJARAH
Pemerintahan kita yang mulia telah diberi taufik oleh Allah untuk memberikan perhatian besar terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan perhatian terhadap warisan agung kita dan melestarikan jejak-jejak sejarah peradaban islam. Pemerintah telah membentuk departemen khusus yang bertugas mengurus dan memperhatikannya yang disebut departemen purbakala. Pemerintah juga telah menerbitkan UU khusus dengan berpijak pada surat kerajaan nomor : M / 26 tanggal 23-1396 H.
Pemerintah juga membentuk dewan khusus untuk memberikan pertimbangan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan persoalan ini yang bernama Dewan Tertinggi Kepurbakalaan. Dewan Kementrian telah mengeluarkan keputusan nomor 235 tanggal 21 / 2 / 1398 H untuk membentuk anggota dewan dengan dikepalai menteri pendidikan dan anggota yang berkuasa atas urusan dalam negeri, keuangan, haji, wakaf, informasi dan peninggalan bersejarah.
Undang-undang itu menjelaskan bahwa tujuan pembentukan dewan tertinggi kepurbakalaan adalah mengumpulkan sebanyak mungkin pakar untuk menjamin departemen kepurbakalaan mencapai tujuan yang diharapkan.
PELESTARIAN TERHADAP BENDA-BENDA PENINGGALAN :
Pasal 6 dari undang-undang berbunyi : Departemen Kepurbakalaan bekerjasama dengan instansi-instansi negara yang lain - masing-masing menangani spesialisnya – bertugas memelihara benda-benda peninggalan dan tempaat-tempat bersejarah sebagaimana ia bertugas merawat barang-barang antik, gedung-gedung bersejarah, beberapa lokasi pertempuran dan peninggalan-peninggalan yang wajib dicatat. Departemen kepurbakalaan juga mencatat seluruh peninggalan yang diakui negara urgensi kesejarahannyadan nilai seninya, dan bertugas menjaga seluruh peninggalan tersebut, mengkaji dan memamerkannya secara pantas sesuai dengan hokum undang-undang ini.
MASJID-MASJID DAN TEMPAT-TEMPAT IBADAH
TERMASUK PENINGGALAN YANG PENTING
Pasal 7 berbunyi : Benda-benda peninggalan terbagi menjadi dua : benda yang permanen dan benda yang bisa dipindahkan.
(a) Benda-benda peninggalan yang permanen adalah benda-benda peninggalan yang melekat pada bumi seperti goa alam, gali-galian yang dikhususkan untuk manusia zaman dahulu dan batu-batu besar yang ada gambar-gambar, ukiran-ukiran dan tulisan-tulisan yang ditulis dan dipahat manusia. Demikian pula puing-puing kota dan bangunan-bangunan yang tertimbun di dalam lapisan-lapisan tanah, bangunan-bangunan yang didirikan untuk beragam tujuan seperti masjid, tempat-tempat ibadah lain, istana, ruang-ruang dalam rumah sakit, benteng, tembok, tempat bermain, pemandian air panas, tempat-tempat penimbunan, saluran-saluran air yang dibangun kokoh, bendungan-bendungan, reruntuhan bangunan-bangunan tersebut serta yang terkait dengannya seperti pintu, jendela, tiang, serambi, tangga, atap, relief di dinding atas, mahkota dan sebagainya.
(b) Adapun yang termasuk barang peninggalan yang dapat dipindahkan adalah barang-barang peninggalan yang dibuat sedemikian rupa secara terpisah dari bumi atau tidak melekat pada bangunan-bangunan bersejarah, serta yang memungkinkan untuk diubah tempatnya, seperti barang pahatan, mata uang, barang-barang berlukisan, batu-batu bertulis atau benda-benda yang ditenun, benda-benda yang dibuat ( di pabrik-pabrik ), dari apapun materi dan bahannya, dan apapun tujuan pembuatannya serta apapun manfaatnya.
BENDA-BENDA PENINGGALAN DAN PROYEK-PROYEK PENGGUSURAN DAN PERENCANAAN KOTA
Dalam UU terdapat larangan mengubah benda-benda peninggalan baik oleh pihak swasta maupun Dinas Perencanaan kota. Pasal 11 berbunyi : Dilarang merusak benda-benda peninggalan yang bisa dipindahkan atau permanen, mengubahnya, melakukan tindakan yang membahayakannya, mengotorinya dengan tulisan dan cat, atau mengubah cirri-cirinya sebagaimana dilarang bagi pihak swasta menempelkan iklan atau memasang spanduk di lokasi-lokasi peninggalan dan di atas bangunan-bangunan bersejarah yang tercatat.
Pasal 12 berbunyi : Ketika diselenggarakan proyek perencanaan kota dan desa atau perluasan dan memperindahnya maka harus ada perlindungan terhadap kawasan-kawasan dan situs-situs peninggalan yang berada di dalamnya. Tidak diperbolehkan menetapkan proyek penataan kota di kawasan yang di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan kecuali setelah mendapat persetujuan dari dinas kepurbakalaan. Dinas kepurbakalaan harus mengidentifikasi lokasi-lokasi yang di dalamnya terdapat situs-situs peninggalan dan dinas tata kota harus mengetahui dengan baik dari segala aspeknya.
Sudah maklum bahwa benda-benda peninggalan yang telah ditetapkan UU bahwa diantaranya adalah masjid dan tempat-tempat ibadah itu mencakup yang mendapat peringkat pertama yaitu benda-benda peninggalan keagamaan yang dinisbatkan kepada Nabi Saw atau para sahabat beliau. Bahkan benda-benda peninggalan ini berhak dimuliakan dan diprioritaskan karena merupakan benda-benda yang dibanggakan setiap mukmin dan mengingatkan anak cucu kepada leluhurnya dan generasi pengganti kepada generasi sebelumnya.
KAMAR NABI SAW DAN MASJID YANG MULIA
Sebagian kalangan yang terkena fitnah ingin mengubah bentuk kamar Nabi Saw dengan mengeluarkan kuburan beliau dari masjid. Saat almarhum raja Khalid bin Abdul Aziz mendengar rencana ini beliau sangat murka, fanatisme keagamaannya berkobar-kobar, dan berbicara melarang orang yang mengusulkan hal ini memperdengarkan ucapannya kepada orang yang hadir di majlis. Barangkali sebagian orang yang hadir di majlis pada saat itu masih hidup. Semoga Allah merahmati raja yang baik ini dan menjadikan sikap beliau sebagai pahala yang tersimpan di sisi Allah dan tangan yang putih cemerlang di sisi Rasulullah Muhammad yang dengannya insya Allah beliau memperoleh syafaat Rasul di hari kiamat.
Semoga Allah juga memberkahi pengganti beliau, raja Fahd, menolong agama islam melalui beliau, dan melindungi daerah-daerah, peninggalan-peninggalan, hamba-hamba, dan negara-negara melalui perantara beliau. Amin Ya Rabbal \\\\\\\`Alamin.
FATWA SYAIKH MUHAMMAD IBNU \\\`ABDIL WAHHAB
TENTANG KAMAR NABI SAW
Sebagian kalangan yang terfitnah dan berperangai buruk menisbatkan sebuah ucapan kepada Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil wahhab untuk mengeluarkan kamar Nabi Saw dari masjid Nabawi. Syaikh menolak penisbatan ini dan tidak mau bertanggung jawab atas ucapan dan orang yang mengatakannya sebagaimana yang tertulis dalam risalah yang dia sampaikan kepada kalangan akademik dimana dia berkata, \\\\\\\"Jika hal ini telah terang maka masalah-masalah yang mendapat kecaman dari Sulaiman ibnu Suhaim diantaranya ada yang merupakan kebohongan yang jelas yaitu ucapannya, \\\\\\\"Sesungguhnya saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat; bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar; saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taqlid; perbedaan para ulama adalah bencana; saya mengkafirkan oranh yang melakukan tawassul dengan oranh-orang shalih; saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya : Wahai makhluk paling mulia; seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Rasulullah Saw maka saya akan melakukannya dan jika mampu mengambil talang Ka\\\\\\\`bah yang terbuat dari emas maka saya akan menggantinya dengan talang kayu; saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi Saw, mengingkari ziarah ke makam kedua orang tua dan makam orang lain; dan saya mengkafirkan orang yang bersumpah engan selain Allah. Jawaban saya atas dua belas persoalan ini adalah dengan firma Allah :
سبحانك هذا بهتان عظيم
\\\\\\\"Maha suci engkau, ini ( apa yang ditiduhkan Sulaiman ) adalah kebohongan yang besar\\\\\\\" (Q.S.An Nur : 16)
Dikutip dari Al Rasaail Al Syaikhsyiyyah bagian kelima hlm. 63 dan Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 52.
KUBAH HIJAU DALAM PANDANGAN
SYAIKH MUHAMMAD IBNU ABDIL WAHHAB
Adapun mengenai perihal kubah hijau, maka sebagian kalangan Wahhabi menisbatkan kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab pendapat untuk menghilangkan dan merobohkannya. Namun ternyata Syaikh menolak keras pandapat ini dan lepas tangan darinya. Dalam beberapa bagian dari risalah-risalahnya, Dia menampik pandangan ini. Dalam bagian pertama dari risalahnya untuk warga Al Qashim, dia berkata, \\\\\\\"Inilah aqidah singkat yang saya tulis dalam suasana hati yang yang kacau agar kalian bisa melihat pandangan saya. Kepada Allah saya berserah diri atas apa yang saya ucapkan.\\\\\\\"
Diantara kebohongan Sulaiman adalah : bahwa saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat; bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar; saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taqlid; perbedaan para ulama adalah bencana dan saya mwngkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang shalih, dan saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya : wahai makhluk paling mulia; seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Rasulullah Saw maka saya akan melakukannya dan jika mampu mengmbil talang ka\\\\\\\`bah yang terbuat dari emas maka saya akan menggantinya dengan talang kayu; saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi Saw dan mengingkari ziarah ke makam kedua orang tua dan makam orang lain; saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selai Allah, mengkafirkan Ibnu Faridl dan Ibnu \\\\\\\`Araby, dan bahwasanya saya membakar kitab Dalailul Khairaat dan Raudlul Rayaahin yang kemudian saya namakan Raudlul Syayaathiin.
Jawaban sya atas tuduhan telah mengucapkan perkataan-perkataan di atas adalah : Maha Suci Engkau, ini ( apa yang dituduhkan Sulaiman ) adalah kebohongan yang besar. Dikutip dari kumpulan karya Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil wahhab, bagian kelima, risalah pertama dari Al Rasaail Al Syakhshiyyah hlm. 12 dan Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 28.
Bagian kedua dari suratnya yang ia kirimkan kepada warga Iraq adalah yang dikirimkan kepada Al Suwaidi slah seoran ulama Iraq. Al Suwaidi sebelumnya mengirimkan buku kepada Syaikh menanyakan komentar orang terhadap buku tersebut. Syaikh pun menjawabnya dengan surat di atas yang di dalamnya saat menolak ucapan yang dinisbatkan kepadanya dan menegaskan kebohongannya, ia berkata, \\\\\\\"Di antara masalah-masalah tersebut adalah : Menyebarkan kebohongan adalah salah satu yang memalukan untuk diceritakan bagi orang yangberakal apalagi melakukannya; apa yang kalian sebutkan bahwa saya mengkafirkan semua orang kecuali pengikutku dan saya menilai bahwa pernikahan mereka tidak sah. Sungguh aneh, bagaimana pandangan-pandangan semacam ini masuk ke dalam akal seseorang yang berakal. Apakah ada orang muslim, kafir, orang yang pintar atau orang gila yang mengatakannya?. Demikian pula ucapan mereka bahwa Syaikh mengatakan : \\\\\\\"Seandainya saya mampu menghancurkan kubah Nabi Saw maka saya akan melakukannya. Adapun menyangkut Dalailul Khairat maka ada penyebabnya, yaitu saya memberi saran kepada salah seorang teman yang menerima nasehatku agar di dalam hatinya jangan sampai kedudukan Dalailul Khairat lebih agun dari Al Qur\\\\\\\`an serta menganggap bahwa membacanya lebih utama dari pada membaca Al Qur\\\\\\\`an. Adapun perinta untuk membakar Dalailul Khairat dan melarang membaca shalawat untk Nabi dengan menggunakan ungkapan apapun maka hal ini adalah sebuah kebohongan.\\\\\\\" (Kumpulan karya Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil Wahhab bagian kelima dalam Al Rasaail Al Syakhshiyyah hlm. 37, risalah kelima yang tercantum dalam Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 54).
Sikap Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil Wahhab ini adalah kebijaksanaan da kebenaran sesungguhnya. Sikap ini adalah siasat syar\\\\\\\`i yang wajib menghiasi perilaku ulama, para pembimbing, dan para guru dalam menyuruh, melarang, memberi petuah dan memberi petunjuk.
Almarhum Syaikh adalah figur yang sangat antusias menepis anggapan para pendusta dan membantah ucapan penebar fitnah yang menisbatkan pandangan negatif kepadanya. Anda bisa melihat dalam beberapa kesempatan ia menolak pandangan-pandangan negatif itu karena pentingnya persoalan ini dan karena bisa berdampak buruk, terjadi fitnah dan kejelekan yang bisa menimbulkan bencana dan malapetaka yang tidak kita inginkan.Lalu dimanakah posisi Syaikh dari orang yang ilmu pengetahuan itu sempit dalam pandangan kedua matanya dan tidak menemukan persoalan yang ia tulis atau kajian yang ia persembahkan kecuali masalah kubah hijau. Sungguh betapa sempitnya akal seseorang yang batas pengetahuannya hanya mencapai merobohkan kubah hijau dan betapa dungunya ilmu seseorang yang kajian di atas adalah hasilnya.
Kami memiliki kajian khusus menyangkut tema di atas dan memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk menyelesaikannya dan menerbitkannya dengan pertolongan dan karunia-Nya.
MEMELIHARA PENINGGALAN NABI DENGAN PENEGASAN
SURAT DARI RAJA FAHD BIN ABDUL \\\`AZIZ
Di sini ada sikap agung yang berhak dicatat karena menjunjung amanah dan faktor sejarah. Yaitu ketika raja Fahd ibnu Abdil Aziz melihat desain grafis pembangunan dan perluasan masjid Quba\\\\\\\` dan melihat bahwa ciri-ciri masjid sekarang yang kuno akan hilang dalam rencana perluasan maka beliau -semoga Allah memberi taufik kepadanya- memberi instruksi untuk membatalkan desain tersebut dan menyiapkan desain baru yang tetap mempertahankan mimbar, mihrab dan ciri-ciri kuno sekiranya perluasan terjadi pada dua sisi masjid dan area belakang agar kaum muslimin dari generasi ke generasi mengetahui lokasi-lokasi asli dan peninggalan-peninggalan otentik Nabi Saw. Raja berkata, \\\\\\\"Salah satu hal positif adalah kita menambah bangunan masjid-masjid Allah dan bukan melenyapkannya.\\\\\\\"
Ide luhur dari pelayan dua tanah suci ini memberikan pengaruh yang sangat dalam pada jiwa kita di samping mengindikasikan kepedulian menjaga dan mempertahankan symbol-simbol warisan Islam.
Surat kabar Saudi telah menerbitkan secara spesifik wawancara dengan raja pada edisi Sabtu 17 Shafar 1405 H seperti surat kabar Al Madinah dan Al Nadwah.
DEFINISI BERKUMPUL DALAM PERAYAAN
Tradisi yang berlaku dalam masyarakat kita adalah berkumpul untuk mengenang sejumlah peristiwa bersejarah seperti kelahiran Nabi Muhammad, peringatan Isra\\\\\\\` dan Mi\\\\\\\`raj, malam nishfu Sya\\\\\\\`ban, hijrah ke Madinah, peringatan nujulul Qur\\\\\\\`an dan perang Badar.Dalam pandangan kami aktivitas ini adalah tradisi yang tidak memiliki relasi dengan agama, yang berarti tidak perlu dikategorikan sebagai hal yang disyri\\\\\\\`atkan atau disunnahkan. Sebagaimana ia tidak bertentangan dengan salah satu prinip agama. Karena yang berbahaya adalah meyakini disyari\\\\\\\`atkannya sesuatu yang tidak disyari\\\\\\\`atkan. Menurut saya tradisi-tradisi ini tidak boleh dikatakan lebih dari sesuatu yang direstui atau tidak direstui syara\\\\\\\`. Saya kira pandangan ini adalah pandangan yang disepakati. Sebagian orang mengklaim bahwa momen-momen dimana orang-orang berkumpul memperingatinya tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan disepakati. Ia berkata, \\\\\\\"Masyarakat terbiasa berkumpul pada malam tanggal 27 untuk mengenang peristiwa Isra\\\\\\\` Mi\\\\\\\`raj dan pada malam tanggal 12 Rabiul Awwal untuk mengenang kelahiran Nabi Muhammad Saw padahal para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tanggal kedua momen ini dengan tepat.\\\\\\\" Menurut saya perbedaan dalam menentukan waktu tidak memiliki pengaruh. Karena kami tidak meyakini disyari\\\\\\\`atkannya berkumpul pada waktu tertentu. Masalah ini hanyalah persoalan tradisi sebagaimana telah kami jelaskan. Sedang yang penting bagi kami adalah memanfaatkan kesempatan dan momen berkumpulnya orang banyak untuk mengarahkannya kepada hal yang positif dan di malam ini masyarakat dalam jumlah besar berkumpul. Baik mereka keliru dalam menentukan waktu atau benar. Karena berkumpulnya mereka ini untuk mengingat Allah dan mengungkapkan rasa cinta kepada Rasulullah sudah cukup untuk mengharap rahmat dan karunia Allah. Saya memiliki keyakinan sepenuhnya bahwa berkumpulnya banyak orang sepanjang dilakukan karena Allah dan berada dalam jalan Allah maka akan diterima oleh-Nya meskipun mereka keliru dalam menentukan waktu. Untuk menjelaskan persoalan ini saya akan membuat perumpamaan dengan seseorang yang menyebarkan undangan resepsi pad hari yang telah ditentukan lalu sebagian undangan datang bukan pada waktu yang telah ditentukan itu karena mengira waktu undangan adalah pada hari di mana mereka datang. Apakah anda kira pihak yang mengundang akan mengusir dan menolak mereka engan kasar sambil berkata, \\\\\\\"Kembalilah dan pergilah kalian dari saya, karena hari ini bukanlah waktu resepsi di mana saya memberikan undangan dn menentukan waktunya untuk kalian,\\\\\\\" atau ia akan menyambut mereka dengan baik, menyampaikan terima kasih atas kedatangan mereka, membukakan pintu untuk mereka, dan memohon mereka untuk masuk lalu meminta mereka untuk datang kembali pada waktu yang telah ditentukan? Sikap kedua inilah yang saya bayangkan dan yang pantas dengan karunia dan kemurahan Allah. Ketika kami berkumpul dalam rangka memperingati Isra Mi\\\\\\\`raj, maulid Nabi atau peringatan bersejarah apapun maka yang terpenting bukanlah menentukan waktunya dengan tepat. Karena jika waktu peringatan itu ternyata adalah sesuai dengan waktu kejadian maka kami ucapkan Alhamdulillah. Tapi jika ternyata meleset maka Allah tidak akan menolak kita dan menutup pintuya untuk kita. Menurut saya memanfaatkan kesempatan berkumpul dengan berdo\\\\\\\`a, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pemberian, kebaikan dan keberkahan-Nya adalah manfaat terbesar dari peringatan itu sendiri. Memanfaatkan berkumpulnya banyak orang dengan mengingatkan mereka, memberi petunjuk dan nasehat itu lebih baik dari pada menghalangi mereka dan melarang mereka serta mengingkari tindakan mereka dengan argumentasi yang tidak berguna sama sekali. Karena faktanya, larangan dan pengingkaran itu tidak efektif dan mereka semakin antusias dan fanatik setiap kali penolakan ditingkatkan dan semakin keras. Sehingga tanpa sadar orang yang melarang mereka seolah-olah menyuruh mereka untuk melaksanakannya. Sesungguhnya kalangan intelektual dan da\\\\\\\`i yang menggunakan akal mereka dengan sepenuh hati berambisi menemukan ruang tempat konsentrasi massa untuk menyebarkan ide-ide mereka dan menarik simpati massa agar bergabung dalam barisan mereka. Karena itu Anda akan menyaksikan mereka mendatangi taman-taman, asosiasi-asosiasi, tempat-tempat umum dan konsentrasi massa agar mereka bisa melakukan misi yang mereka inginkan. Kami sendiri melihat masyarakat berkumpul dalam berbagai momen dengan penuh antusias. Lalu apakah kewajiban kita terhadap masyarakat tersebut ? Merepotkan diri dengan melakukan pengingkaran, penerimaan dan penolakan hukum berkumpulnya masyarakat dan sebagainya adalah tindakan sia-sia bahkan bisa dikategorikan sebuah ketololan dan kedunguan. Sebab kita akan menelantarkan asset besar dan kehilangan momen yang zaman tidak mungkin berbaik hati memberikannya kecuali pada acara-acara semisal ini. Maka marilah kita manfaatkan pertemuan-pertemuan tersebut.PERSEPSI MAULID NABI YANG MULIA Banyak orang keliru dalam memahami subtansi maulid Nabi yang kami propagandakan dan kami anjurkan untuk menyelenggarakannya. Mereka mendefinisikannya secara keliru yang kemudian di atasnya dibangun banyak persoalan-persoalan panjang dan perdebatan-perdebatan yang luas yang membuat mereka menyia-nyiakan waktu mereka dan para pembaca. Persoalan dan perdebatan ini tidak bernilai sama sekali laksana debu yang beterbangan. Karena dibangun di atas asumsi-asumsi yang keliru. Kami telah banyak menulis tema menyangkut maulid Nabi dan mengupasnya berkali-kali di radio dan forum-forum terbuka dengan uraian yang membuat jelas konsep kami tentang maulid. Kami katakan dan sebelumnya telah kami kemukakan bahwa berkumpul dalam rangka memperingati maulid Nabi Saw hanyalah sebuah tradisi dan sama sekali bukanlah sebuah ibadah. Inilah yang saya yakini dan saya patuh kepada Allah dengannya. Silahkan, siapapun bisa memberikan interpretasi. Karena seseorang akan dibenarkan atas apa yang dikatakannya tentang dirinya dan substansi keyakinannya, bukan orang lain. Dalam setiap acara, pertemuan dan perayaan saya berkata bahwa pertemuan dengan format demikian adalah sekedar tradisi yang tidak memiliki unsur ibadah sama sekali. Setelah penjelasan ini masihkah tersisa keingkaran orang yang ingkar dan bantahan orang yang membantah ? Namun musibah paling besar sesungguhnya adalah ketidakmengertian. Karena itu Imam Syafi\\\\\\\`i berkata :ما جادلت عالما إلا غلبته ولا جادلت جاهلا إلا غلبني \\\\\\\"Saya tidak pernah berdebat dengan orang alim kecuali saya mampu mengalahkannya dan saya tidak pernah berdebat dengan orang bodoh kecuali ia mampu mengalahkanku.\\\\\\\"Pelajar dengan kapasitas keilmuan terendah sekalipun akan mengetahui perbedaan antara tradisi dan ibadah ( ritual ) dan substansi keduanya. Jika seseorang berkata, \\\\\\\"Ini ( perayaan ) adalah ritual yang disyari\\\\\\\`atkan beserta tata caranya,\\\\\\\" maka saya akan bertanya kepadanya, \\\\\\\"Manakah dalilnya ?\\\\\\\" Dan jika ia berkata, \\\\\\\"Ini adalah tradisi,\\\\\\\" maka saya akan berkata kepadanya, \\\\\\\"Berbuatlah sesukamu.\\\\\\\" Karena yang berbahaya dan malapetaka yang kami khawatirkan adalah jika tindakan bid\\\\\\\`ah yang tidak disyari\\\\\\\`atkan namun hanya ijtihad manusia, diberi bungkus ibadah. Hal ini adalah pandangan yang tidak kami setujui dan justru kami perangi dan kami peringatkan. Walhasil, berkumpul untuk memperingati maulid Nabi hanyalah urusan tradisi. Namun ia adalah salah satu tradisi positif yang mengandung banyak manfaat untuk masyarakat karena memang satu-persatu dari manfaat itu dianjurkan oleh syara\\\\\\\`. Salah satu gambaran keliru yang ada dalam benak sebagian orang adalah mereka mengira bahwa kami mengajak menyelenggarakan peringatan maulid Nabi pada malam tertentu, tidak sepanjang tahun. Si pelupa ini tidak tahu bahwa beberapa perkumpulan diselenggarakan dalam rangka memperingati maulid Nabi di Makkah dan di Madinah dalam format luar biasa pada setiap tahun. Dan setiap momen yang terjadi dimana penyelenggara merasa bersuka cita. Hampir setiap siang dan malam di Makkah dan di Madinah diselenggarakan perkumpulan guna memperingati maulid Nabi. Fakta ini diketahui sebagian orang dan sebagian lagi tidak mengetahuinya. Siapapun yang mengatakan bahwa kami mengingat Nabi hanya pada satu malam saja dan melupakan beliau selama 359 malam maka ia telah melakukan dosa besar dan kebohongan yang nyata. Tempat-tempat diadakannya maulid Nabi ini terselenggara berkat karunia Allah pada sepanjang malam setiap tahun. Nyaris tidak lewat siang atau malam kecuali di sana-sini diselenggarakan maulid Nabi. Kami serukan bahwa mengkhususkan satu malam saja untuk memperingati maulid Nabi adalah tindakan yang sangat kurang patut terhadap Rasulullah. Karena itu, alhamdulillah orang-orang menyambut seruan ini dengan antusias. Siapapun yang menganggap bahwa kami mengkhususkan penyelenggaraan perayaan maulid Nabi di Madinah Munawwarah maka ia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan fakta sesungguhnya. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdo\\\\\\\`a kepada Allah untuknya agar Allah menerangi mata hatinya dan menyingkirkan tirai kebodohan darinya. Agar ia bisa melihat bahwa perayaan maulid Nabi Saw tidak hanya diselenggarakan di Madinah dan bukan hanya pada malam tertentu pada bulan tertentu. Tetapi merata di setiap zaman dan tempat.وليس يصح في الأذهان شيء إذا احتاج النهار إلى دليلSungguh sama sekali tidak masuk akalJika terang benderangnya siang perlu bukti Walhasil, kami tidak mengatakan bahwa merayakan maulid Nabi pada malam tertentu itu sunnah. Bahkan orang yang berkeyakinan demikian telah melakukan bid\\\\\\\`ah dalam agama. Sebab mengingat dan memiliki keterikatan batin dengan beliau harus ada dalam setiap waktu dan memenuhi seluruh ruang hati. Memang betul bahwa pada bulan kelahiran beliau ada faktor pendorong yang lebih kuat untuk menggugah orang-orang dan membuat mereka berkumpul serta emosi mereka juga meluap-luap akibat keterikatan waktu. Akhirnya, situasi kini membawa memori mereka ke masa lalu dan mengalihkan mereka dari hal yang kasat mata ke hal yang ghaib. Pertemuan-pertemuan dalam rangka merayakan maulid ini adalah wahana besar untuk mengajak mendekatkan diri kepada Allah. Ia adalah kesempatan emas yang layak untuk tidak dilewatkan begitu saja. Bahkan wajib bagi para da\\\\\\\`i dan ulama untuk mengingatkan ummat akan budi pekerti, etika, aktivitas, perjalanan hidup, muamalah dan ibadah beliau dan menasehati serta membimbing mereka menuju kebaikan dan kesuksesan dan memperingatkan mereka akan bencana, bid\\\\\\\`ah, keburukan dan fitnah. Berkat karunia Allah kami selalu menganjurkan hal di atas, berpartisipasi dan berkata kepada orang-orang, \\\\\\\"Tujuan dari perkumpulan ini bukan sekedar berkumpul-kumpul dan formalitas saja. Tapi perkumpulan ini adalah media yang positif untuk meraih target mulia, yaitu ini dan itu. Barangsiapa yang tidak mendapatkan apapun dari agamanya maka ia terhalang dari kebaikan-kebaikan maulid yang mulia. Kami tidak ingin berbicara panjang lebar dengan menyebutkan dalil-dalil dan justifikasi yang kami gali dari tema ini. Karena kami telah menyusun sebuah risalah khusus tentang maulid Nabi yang bernama \\\\\\\"Seputar Perayaan Maulid Nabi Yang Mulia.\\\\\\\" Hanya saja kami akan menyebutkan secara khusus kisah dimerdekakannya Tsuwaibah. Sebab banyak polemik seputar kisah ini.\\\\\\\"KISAH DIMERDEKAKANNYA TSUWAIBAH Dalam literature-literatur hadits dan sirah ( sejarah ) para ulama menyebutkan kisah Abu Lahab yang memerdekakan hamba sahayanya. Tsuwaibah saat ia mengabarkan kelahiran Nabi Saw kepadanya dan bahwa \\\\\\\`Abbas ibnu Abdil Muthollib bermimpi bertemu Abu Lahab setelah ia mati dan bertanya mengenai kondisinya. \\\\\\\"Saya belum pernah merasakan kenyamana setelah meninggalkan kalian. Hanya saja di neraka ini saya diberi minum, sebab memerdekakan Tsuwaibah. Dan setiap hari Senin saya mendapat keringanan siksa,\\\\\\\" jawab Abu Lahab. Saya katakana bahwa hadits ini diriwayatkan dan dikutip oleh sejumlah imam hadits dan sirah seperti Al Imam Abdul Razaq Al Shan\\\\\\\`aani, Al Imam Al bukhari, Al Hafidh Ibnu Hajar, Al Hafidh Ibnu Katsir, Al Hafidh Al Baihaqi, Ibnu Hisyam, Al Suhaili, Al Hafidh Al Baghawi, Ibnu Al Diibagh, Al Askhar, dan Al \\\\\\\`Aamiri. Insya Allah hal ini akan saya jelaskan secara rinci. Adapun Al Imam Abdul Razaq Al Shan\\\\\\\`ani maka ia telah meriwayatkan hadits di atas dalam Al Mushannaf ( vol. VII hlm. 478 ), sedang Al Bukhari meriwayatkannya dalam Al Shahih dengan sanadnya yang sampai pada \\\\\\\`Urwah ibnu Al Zubair dengan status mursal dalam kitab Al Nikah bab ( وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم ) . Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fathul Bari dan mengatakan, \\\\\\\"Hadits ini diriwayatkan oleh Al Isma\\\\\\\`ili dari jalur Adz-Dzuhali dari Abi Al Yaman. Juga diriwayatkan oleh Abdul Razaq dari Ma\\\\\\\`mar. Abdul Razaq berkata, \\\\\\\"Hadits ini mengandung indikasi bahwa amal shalih kadang memberi manfaat untuk orang kafir di akhirat. Namun hal ini kontradiksi dengan makna konteks ayat Al Qur\\\\\\\`an dimana Allah berfirman :وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا \\\\\\\"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.\\\\\\\" ( Q.S.Al.Furqan : 23 )Kontradiksi ini bisa dijawab dengan : Pertama, status hadits di atas adalah mersal yang diirsalkan oleh \\\\\\\`Urwah dan ia tidak menyebutkan sumber yang menyampaikan hadits kepadanya. Bila diibaratkan status hadits ini maushul maka yang terjadi dalam hadits adalah mimpi pada saat tidur yang tidak bisa dijadikan argumentasi. Barangkali yang dilihat Abbas dalam mimpi terjadi sebelum masuk Islam yang otomatis tidak bisa dijadikan hujjah juga. Kedua, jika hadits ini diterima, mungkin apa yang berkaitan dengan Nabi adalah kekhususan (pengecualian) dari firman Allah di atas dengan bukti kisah Abu Thalib di muka yang mendapat keringanan siksa dengan dipindahkan dari bagian neraka yang dalam ke bagian yang dangkal.\\\\\\\" Al Baihaqi berkata, \\\\\\\"Batalnya hadits di atas untuk orang-orang kafir maksudnya adalah bahwa mereka tidak mungkin menghindari neraka dan masuk surga. Boleh juga mereka mendapat keringanan siksa atas dosa selain kufur berkat perbuatan baik yang mereka lakukan. Al Qadli \\\\\\\`Iyadl berkata, \\\\\\\"Ijma\\\\\\\` telah sepakat bahwa amal perbuatan orang-orang kafir tidak memberi manfaat dan mereka juga tidak mendapat balasan kenikmatan serta keringanan siksa meskipun sebagian mereka mendapat siksaan yang lebih berat dari sebagian yang lain.\\\\\\\" Menurut saya pendapat Al Qadli \\\\\\\`Iyadl tidak menolak kemungkinan yang dikemukakan Al Baihaqi. Karena semua informasi yang terkait dengan ketidakmanfaatan amal perbuatan orang kafir berkaitan dwngan dosa kufur. Adapun dosa selain kufur maka faktor apakah yang menghalangi diringankannya siksa?. Al Qurthubi menyatakan bahwa keringanan siksa ini khusus untuk Abu Lahab dan orang yang disebut dalam nash. Ibnul Munir dalam Al Hasyiyah menegaskan bahwa dalam konteks ini terdapat dua persoalan. Pertama, sebuah kemustahilan, yaitu diperhitungkannya ketaatan orang kafir yang tetap dalam kekufurannya. Karena syarat ketaatan adalah harus terjadi dengan motif yang benar dan hal ini tadak ditemukan dalam orang kafir. Kedua, orang kafir diberi pahala atas sebagian amal semata-mata berkat karunia Allah. Jika masalah ini telah jelas maka tindakan Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah bukanlah sebuah perbuatan yang benilai ibadah yang diperrhitungkan. Boleh saja Allah memberinya karunia apa saja sebagaimana yang telah diberikan kepada Abu Thalib. Dalam konteks ini yang menjadi acuan dalam menetapkan dan menafikan adalah ketentuan langsung dari Allah (Tawqif). Menurut saya kelanjutan ucapan Ibnul Munir secara lengkap adalah : karunia di atas ada karena memuliakan seseorang yang mendapatkan perbuatan baik dari orang kafir dan sebagainya. Wallahu a\\\\\\\`lam. (Fathul Bari vol. IX hlm. 145). Adapun Al Hafidh Ibnu Katsir maka ia telah meriwayatkan hadits di atas dalam Al Bidayah wa Al Nihayah dan dalam komentarnya ia berkata, \\\\\\\"Karena ketika Tsuwaibah menyampaikan kabar gembira akan kelahiran keponakannya \\\\\\\"Muhammad\\\\\\\" ibnu Abdillah maka seketika itu juga Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah. Akhirnya tindakannya ini dibalas dengan keringanan siksa.\\\\\\\" Al Sirah Al Nabawiyyah vol. I hlm. 224. Sedang Al Hafidh Abdul Rahman Al Dibai Al Syaibani, penyusun Taisirul Wushul maka ia telah meriwayatkan hadits tentang dimemerdekakannya Tsuwaibah dalam sirahnya dan menegaskan, \\\\\\\"Saya katakan : \\\\\\\"Keringanan siksa terhadap Abu Lahab semata-mata karena memuliakan Nabi Saw sebagai mana hal yang sama diterima Abu Thalib, bukan karena telah memerdekakan budak berdasarkan firman Allah :وحبط ما صنعوا وباطل ماكانوا يعملون \\\\\\\"…….dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.\\\\\\\" Dari Hadaiqul Anwar fi Al Sirah vol 1 hlm 134. Adapun Al Hafidh Al Baghawi maka ia telah meriwayatkannya dalam syarh Al Sunnah vol IX hlm 76. Sedang Al Imam Al \\\\\\\`Amiri telah meriwayatkannya dalam Bahjatul Mahafil dan Al Asykhar pensyarahnya mengatakan, \\\\\\\"Ada versi yang menyatakan bahwa keringanan tersebut hanya khusus untuk Abu Lahab semata-mata demi memuliakan Nabi Saw sebagaimana Abu Thalib mendapat keringanan siksa berkat beliau Saw. Versi lain menebutkan bahwa tidak ada halangan bagi orang kafir mendapat keringanan siksa atas perbuatan baik yang ia lakukan.\\\\\\\" Syarh Al Bahjah vol. I hlm. 41. Adapun Al Suhaili maka ia telah meriwayatkannya dalam Al Raudl Al Anif fi Syarh Al Bahjah Al Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam dan mengatakan setelah mengutip hadits di atas, \\\\\\\"Abu Lahab mendapat manfaat dari tindakannya memerdekakan Tsuwaibah pada saat ia berada di neraka seperti halnya saudaranya Abu Tholib memperoleh manfaat dari pembelaannya terhadap Rasulullah. Abu Lahab adalah penghuni neraka yang paling ringan siksaannya. Telah dijelaskan dalam Bab Abi Thalib bahwa keringanan ini semata-mata hanya berkurangnya siksaan. Bila tidak dimaksudkan seperti ini maka seluruh amal perbuatan orang kafir itu hangus menurut kesepakatan bulat para ulama. Maksudnya hangus adalah ia tidak menemukan amal baiknya terdapat dalam timbangan amal dan amal baik itu tidak membuatnya masuk surga.\\\\\\\" Al Raudl Al Anif vol V hlm 192.KAJIAN PENUTUP Kesimpulannya, kisah dimerdekakannya Tsuwaibah adalah kisah popular dalam hadits dan sirah serta dikutip oleh para imam hadits yang kuat. Cukuplah sebagai bukti untuk menguatkan adanya kisah ini bahwa Al Bukhari telah mengutipnya dalam kitab shahih yang disepakati keagungan dan kedudukannya. Seluruh hadits musnad yang ada dalam kitab shahihnya disepakati berstatus shahih. Hingga hadits-hadits yang berstatus mu\\\\\\\`allaq dan mursal tidak lepas dari kategori diterima dan tidak mencapai taraf ditolak. Fakta ini diketahui oleh para ulama yang menggeluti kajian hadits dan mushthalah hadits dan mereka yang mengerti arti hadits mu\\\\\\\`allaq dan mursal serta memahami status hukum kedua hadits ini jika terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Jika anda berminat mengetahui hal di atas, simaklah literatur Mushthalah Hadits seperti Al Fiah Al Suyuthi dan Al \\\\\\\`Iraqi serta syarh keduanya, dan Tadrib Al Rawi.Para penyusun kitab-kitab ini menyinggung masalah di atas dan menjelaskan nilai hadits mu\\\\\\\`allaq dan mursal dalam Shahih Al Buhkari dan di mata muhaqqiqin keduanya diterima. Selanjutnya persoalan ini adalah bagian dari keutamaan-keutamaan, keistimewaan-keistimewaan dan kemuliaan-kemuliaan yang disebutkan para ulama dalam kitab-kitab khasais ( keistimewaan-keistimewaan ) dan sirah ( sejarah ) mereka. Mereka cenderung memberi kelonggaran dalam mengutipnya dan tidak menetapkan kriteria yang ditetapkan dalam hadits shahih sesuai dengan istilah yang berlaku. Jika kita menetapkan kriteria ini niscaya kita tidak mungkin menyebutkan sedikitpun sejarah Nabi baik pra maupun pasca diutusnya beliau. Padahal anda bisa melihat dalam kitab-kitab para huffadz yang menjadi acuan dan karya mereka menjadi pegangan dan dari mereka kita mengerti yang hadits dlo\\\\\\\`if yang boleh isebut dan tidak, kita menemukan kitab-kitab mereka sarat dengan hadits-hadits maqthu\\\\\\\` dan mursal serta informasi-informasi yang bersumber dari para dukun dan semisalnya menyangkut keistimewaan-keistimewaan Rasulullah. Karena hal tersebut termasuk hal-hal yang boleh disebutkan dalam konteks ini. Adapun statemen orang yang mengatakan bahwa hadits di atas kontradiksi dengan firman Allah :وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا \\\\\\\"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu ( bagaikan ) debu yang beterbangan.\\\\\\\" ( Q.S.Al.Furqan : 23 )maka ini adalah statemen yang ditolak dengan pendapat yang telah dikemukakan para ulama dan dengan apa yang telah kami kutip dari mereka sebelumnya. Kesimpulan pembicaraan dalam persoalan di sini adalah bahwa ayat di atas itu menunjukkan bahwa amal perbuatan orang kafir itu tidak diperhittungkan. Dalam ayat tersebut juga tidak menunjukkan bahwa mereka sama dalam menerima siksaan serta bahwa sebagian mereka tidak ada yang mendapat keringanan siksa sebagaimana telah ditetapkan para ulama. Demikian pula ijma\\\\\\\` yang telah disebutkan Al Qadli \\\\\\\`Iyadl. Ijma\\\\\\\` tersebut mencakup semua orang kafir secara umum. Di dalamnya tidak mengandung kesimpulan bahwa Allah tidak memberikan keringanan siksa kepada sebagian mereka karena amal perbuatan yang telah dikerjakan. Karena itu Allah menciptakan neraka Jahannam beberapa tingkat dan orang munafik berada di tingkat paling bawah. Kemudian ijma\\\\\\\` ini ditolak oleh nash shahih. Dan ijma\\\\\\\` itu tidak sah jika berlawanan dengan nash sebagaimana dimengerti oleh para pelajar. Mengapa ditolak ? Karena telah terbukti dalam Al Shahih bahwa Rasulullah Saw ditanya, \\\\\\\"Apakah engkau memberikan sedikit manfaat untuk Abu Thalib karena ia telah melindungi dan membelamu ?\\\\\\\" \\\\\\\"Saya menemukannya di jahannam dalam kepedihan dan saya keluarkan ke bagian yang dangkal darinya,\\\\\\\" jawab Nabi. ( Hadits ). Demikianlah Abu Thalib mendapat manfaat dari tindakannya membela Nabi dan berkat pembelaannya beliau mengeluarkannya dalam kepedihan dalam neraka jahannam ke bagian dangkal darinya. Keringanan siksa yang diperoleh Abu Lahab juga termasuk kategori inidan tidak perlu diingkari. Hadits di atas menunjukkan bahwa ayat tersebut berlaku untuk mereka yang tidak memiliki amal yang menjadi faktor diringankannya siksaan. Ijma\\\\\\\` juga memberi kesimpulan demikian. Dalam hadits yang menjelaskan Abu Thalib yang disebutkan terdahulu, terdapat indikasi bahwa saat sekarang dan sebelum hari kiamat Nabi Saw selalu beraktivitas dalam urusan-urusan akhirat dan memberi syafaat kepada mereka yang memiliki keterikatan dengan beliau serta memberikan pembelaan. Adapun orang yang menyatakan bahwa hadits tersebut adalah mimpi dalam tidur yang tidak memberikan ketetapan hukum maka ia - semoga Allah menunjukkan kebenaran untuknya - tidak mampu membedakan antara hukum syari\\\\\\\`ah dan lainnya. Dalam masalah hukum syari\\\\\\\`ah ada perbedaan di antara para fuqaha\\\\\\\` apakah boleh mengambil hukum dan menshahihkan hadits berdasarkan mimpi Rasulullah dalam tidur atau tidak ? Adapun dalam bidang selain hukum syari\\\\\\\`ah maka menjadikan mimpi sebagai tendensi dalam tema di atas sama sekali bukan persoalan. Banyak para hafidh bertendensi dengan mimpi serta menyebutkan informasi yang ada dalam mimpi-mimpi kaum jahiliyyah pra diutusnya Rasulullah yang memperingatkan akan munculnya beliau dan bahwa beliau akan memberantas kemusyrikan dan sikap-sikap negatif mereka. Kitab-kitab sendiri sarat dengan informasi ini. Dan yang berada di garis depan adalah kitab Dalaailu Al Nubuwwah. Para hafidh juga menilai bahwa mimpi sebagai irhashat ( indikasi kenabian ) yang bisa dijadikan argumen dalam masalah irhashat tersebut. Seandainya tidak bisa dijadikan argumen, niscaya mereka tidak akan menyebut-nyebut atau membicarakan mimpi. Ucapan seseorang tentang mimpi \\\\\\\`Abbas bahwa mimpi itu bukanlah hujjah dan tidak bisa menetapkan hukum dan berita ( khabar ) adalah ucapan yang keluar dari praktek para imam dari kalangan huffadh dan kalangan lain. Maksud dari ucapan itu sekedar menakut-nakuti, tidak ada motif lain. Dan tidaklah demikian sikap orang yang mengkaji kebenaran. Sedang perkara yang sebenarnya hanya Allah semata yang mengetahui. Adapun orang yang mengatakan bahwa yang bermimpi dam memberi informasi adalah \\\\\\\`Abbas pada saat masih kafir sedang kesaksian dan informasi orang kafir tidak diterima, maka pandangan ini adalah pandangan yang ditolak dan tidak mengandung aroma keilmuan serta batil. Karena tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa mimpi termasuk dalam kategori kesaksian secara mutlak. Mimpi hanya masuk dalam kategori bisyarah ( informasi menggembirakan ). Maka tidak diperlukan syarat agama dan iman dalam masalah mimpi ini. Bahkan di dalam Al Qur\\\\\\\`an Allah menyebutkan mu\\\\\\\`jizat Nabi Yusuf dari mimpi raja Mesir penyembah berhala yang tidak mengerti agama samawi sama sekali. Meskipun demikian Allah menjadikan mimpi sang raja sebagai salah satu indikasi kenabian Yusuf AS dan keutamaannya. Allah juga menyebutkan mimpi sang raja bersama dengan kisah Yusuf. Seandainya mimpi itu tidak mengindikasikan apapun maka Allah tidak akan menyebutkannya. Karena mimpi itu mimpi orang musyrik penyembah berhala yang tidak ada gunanya sama sekali baik dalam mendukung atau menolak. Karena itu para ulama menyatakan bahwa saat tidur orang kafir bisa bermimpi bertemu Allah dan melihat sesuatu yang mengandung ancaman dan kecaman terhadapnya. Yang sangat ganjil adalah ucapan orang yang mengatakan bahwa mimpi \\\\\\\`Abbas terjadi pada saat masih kafir sedang kesaksian dan informasi dari orang-orang kafir tidak bisa diterima. Karena ucapan ini mengindikasikan ketidaktahuan tentang disiplin ilmu hadits. Sebab yang telah ditetapkan dalam mushthalahul hadits adalah bahwa sumber yang berstatus sahabat atau bukan jika menerima ( tahammul ) hadits waktu masih dalam kekafirannya lalu hadits itu ia riwayatkan sesudah masuk Islam maka hadits itu dapat diambil dan dipraktekkan. Silahkan lihat contoh dari hal ini dalam literatur-literatur mushthalahul hadits agar Anda dapat mengetahui betapa jauhnya orang yang melontarkan ucapan di atas dari ilmu dan sesungguhnya hanya hawa nafsulah yang mendorongnya untuk terlibat pembicaraan mengenai tema yang tidak ia kuasai.PENUTUP Kitab ini berisi tulisan saya tentang berbagai persoalan di atas guna menjelaskan persepsi tentang persoalan-persoalan tersebut. Apabila persepsi-persepsi itu benar maka saya alhamdulillah dan jika sebaliknya, maka sungguh saya hanyalah seorang manusia yang bisa benar dan salah. Semua ucapan kita bisa diambil dan ditolak kecuali ucapan junjungan yang ma’shum Muhammad Saw yang tidak berkata dengan dorongan hawa nafsu. Apa yang dikatakan beliau tidak lain kecuali wahyu. Saya berlindung kepada Allah dari berdebat, bertengkar, ilmu yang tidak memberi manfaat, do’a yang tidak terkabulkan dan dari hati yang tidak khusyu’. Saya berlindung kepada Allah dari segala keburukan, kejahatan, musibah, kemusyrikan dan bidah. Saya berlepas diri dari semua hal yang Rasulullah berlepas diri darinya dan menetapkan apa yang ditetapkan beliau. Saya memohon kepada Allah agar Dia menetapkan saya dalam sikap yang diambil Rasulullah hingga mati menjemputku sebagai pemeluk agama Islam, yang mengesakan Allah dan beriman kepada Allah di negara Allah dan di tengah-tengah kaum mu\\\\\\\`minin yang mengesakan Allah dan bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, Muhammad utusan Allah semenjak Muhammad ibnu Abdillah datang membawa persaksian ini dan para sahabat beliau, pengikut beliau serta para pengikut-pengikut beliau dari kalangan imam salaf shalih - semoga Allah meridloi mereka – menempuh jalan tersebut, dalam naungan para imam tauhid dan dai-dai penyeru kebaikan dari para pemimpin kami yang agung. Semoga Allah membimbing para pemimpin untuk membela kebenaran dan dan menuntun mereka menuju kebaikan negara dan masyarakat. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kami Muhammad, semua keluarga dan shahabat beliau. Amiin…
TERHADAP CINCIN NABI SAW
Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu \\\\\\\`Umar Ra, ia berkata :
اتخذ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم خاتم من ورق وكان في يده ثم كان بعد في يد أبي بكر ثم كان بعد في يد عمر ثم كان بعد في يد عثمان حتى وقع بعد في بئر أريس نقشه محمد رسول الله .
\\\\\\\"Rasulullah Saw memakai cincin dari perak yang dikenakan di tangan. Selanjutnya sepeninggal beliau cincin itu melekat pada tangan Abu Bakar kemudian \\\\\\\`Umar lalu di tangan \\\\\\\`Utsman sampai cincin itu jatuh di sumur Ariis. Pada cincin itu terdapat ukiran bertuliskan Muhammad Rasulullah.\\\\\\\"
Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Kitabullibas bab Khatamul Fidldlah. Al Hafid Ibnu Hajar berkata, \\\\\\\"Dalam riwayat Al Nasa\\\\\\\`i terdapat redaksi : \\\\\\\"Sesungguhnya \\\\\\\`Utsman mencari cincin itu namun tidak menemukannya.\\\\\\\" Dalam riwayat Ibnu Sa\\\\\\\`d terdapat redaksi : \\\\\\\"Sesungguhnya cincin itu melekat di tangan \\\\\\\`Utsman selama 6 tahun.\\\\\\\" Fathul Bari vol. X hlm. 313.
Al \\\\\\\`Aini mengatakan bahwa sumur Ariis terletak disebuah kebun dekat masjid Quba\\\\\\\`. Umdatul Qaari vol. XXII hlm. 31. Saya berkata, \\\\\\\"Sumur ini sekarang dikenal sebagai sumur Al Khatam ( cincin ) yakni cincin Rasulullah Saw yang jatuh kedalamnya pada masa kekhalifahan \\\\\\\`Utsman. \\\\\\\`Utsman sendiri telah berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan cincin itu dengan segala cara nmun gagal menemukannya. ( lihat Al Maghaanim Al Muthaabah fi Ma\\\\\\\`aalimi Thabah karya Fairuz Abaadi hlm. 26).
PELESTARIAN KHULAFAURRASYIDIN TERHADAP
TOMBAK MILIK NABI SAW
Al Imam Al Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya kepada Al Zubair, ia berkata :
لقيت يوم بدر عبيدة بن سعيد بن العاص وهو مدجج لا يرى منه إلا عيناه وهو يكنى أبا ذات الكرش فقال : أنا أبو ذات الكرش فحملت عليه بالعنزة فطعنته في عينه فمات , قال هشام : فأخبرت أن الزبير قال : لقد وضعت رجلي عليه ثم تمطأت فكان الجهد أن نزعتها وقد انثنى طرفاها, قال عروة: فسأله إياها رسول الله فأعطاه , فلما قبض رسول الله أخذها ثم طلبها أبو بكر فأعطاه إياها , فلما قبض أبو بكر سأله إياها عمر , فأعطاه إياها , فلما قبض عمر أخذها , ثم طلبها عثمان منه فأعطاه إياها , فلما قتل عثمان وقعت عند آل عليّ فطلبها عبد الله بن الزبير فكانت عنده حتى قتل.
\\\\\\\"Pada saat perang Badar saya bertemu dengan \\\\\\\`Ubaidah ibnu Sa\\\\\\\`id ibnu Al\\\\\\\`Ash yang mengenakan pakaian tempur lengkap hingga yang terlihat Cuma matanya. \\\\\\\`Ubaidah memiliki julukan Abu Djatil Kirsy. \\\\\\\"Saya Abu Djatil Kirsy,\\\\\\\" katanya. Lalu saya menyerang dia dengan tombak dan berhasil menusuk matanya hingga ia pun tewas.\\\\\\\" Hisyam berkata, \\\\\\\"Saya dikabari bahwa Al Zubair berkata,\\\\\\\"Sungguh saya telah menginjakan kaki saya di atas tubuh Abu Djatil Kirsy lalu saya berjalan dengan angkuh. Kemudian dengan susah payah saya mencabut tombak dari tubuh Abu Djatil Kirsy yang ternyata telah bengkok kedua sisinya.\\\\\\\" Urwah berkata, \\\\\\\"Rasulullah meminta tombak tersebut kepada Al Zubair dan dia pun menyerahkannya. Sepeninggal beliau, Al Zubair mengambil kembali tombak itu. Abu Bakar kemudian meminta tombak itu dan Al Zubair pun memberikannya. Saat Abu Bakar meninggal, \\\\\\\`Umar memintanya dan Al Zubair pun mengabulkannya. Wakti \\\\\\\`Umar meninggal dunia tombak itu diambil oleh Al Zubair lalu diminta oleh \\\\\\\`Utsman dan Al Zubair pun menyerahkannya. Ketika \\\\\\\`Utsman terbunuh tombak itu jatuh ke tangan keluarga Ali dan Abdullan ibnu Al Zubair memintanya. Akirnya tombak itu berada di tangan Al Zubair sampai ia meninggal dunia.\\\\\\\" HR Al Bukhari dalam kitab Al Maghazi Bab Syuhudu Al Malaikat Badran. Ungkapan \\\\\\\"Fahamaltu \\\\\\\`alaihi bi al-\\\\\\\`Anazah\\\\\\\", al-\\\\\\\`Anazah itu mirip Al Harbah. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-\\\\\\\`Anazah itu mirip \\\\\\\`Ukkaaz yaitu tongkat besi.
Intisari dari kisah di atas adalah bahwa Al Zubair telah membunuh \\\\\\\`Ubaidab ibnu Sa\\\\\\\`id ibnu Al \\\\\\\`Ash pada waktu perang Badar. Ia menusuk matanya dengan tombak. Lalu Nabi meminta tombak yang digunakannya itu dan ia pun menyerahkannya kepada beliau. Sepeninggal beliau Saw, Al Zubair mengambilnya lagi kemudian Abu Bakar meminjamnya sampai wafat lalu kembali lagi kepada Al Zubair selanjutnya diminta oleh \\\\\\\`Umar dan ia pun menyerahkannya hingga \\\\\\\`Umar wafat dan kembali lagi ke tangan Al Zubair. Lalu \\\\\\\`Utsman meminta tombak itu dan diberikan oleh Al Zubair. Saat \\\\\\\`Utsman mati terbunuh tombak itu jatuh ke tangan Ali kemudian Al Zubair mengambilnya kembali dan tetap di tangannya sampai ia terbunuh. Fathul Bari vol. VII hlm. 314 dan \\\\\\\`Umdatul Qaari vol. XVII hlm. 107.
Kami bertanya-tanya ada apa dibalik perhatian besar terhadap tombak di atas padahal ada banyak tombak-tombak lain yang barangkali ada yang lebih baik dan bagus. Dari siapakah perhatian besar ini ? Sesungguhnya perhatian ini berasal dari empat figur khulafa\\\\\\\` yang bijak yang menjadi pemimpin agama, pilar-pilar tauhid dan sosok-sosok terpercaya dalam aspek agama.
PELESTARIAN UMAR IBNU AL KHATTAB TERHADAP TALANG
MILIK AL `ABBAS KARENA RASULULLAH SAW YANG MEMASANGNYA
Dari Abdullah Ibnu Abbas Ra, ia berkata, \\\\\\\"Abbas memiliki talang yang berada di jalannya \\\\\\\`Umar Ra. Lalu pada hari jum\\\\\\\`at \\\\\\\`Umar memakai pakaiannya. Kebetulan Abbas menyembelih dua ekor anak burung. Ketika Abbas naik ke talang, ia menumpahkan ke dalamnya darah dua ekor anak burung itu. Darah itu ternyata menimpa \\\\\\\`Umar yang kemudian menyuruh untuk mencopot talang itu. \\\\\\\`Umar kemudian kembali pulang untuk mengganti baju. Lalu ia datang lagi dan shalat menjadi imam. Lantas Abbasdatang kepadanya dan berkata, \\\\\\\"Demi Allah, talang yang dicopot itu adalah talang yang dipasang oleh Rasulullah Saw.\\\\\\\" \\\\\\\"Aku ingin engkau naik di atas punggungku untuk memasang talang di tempat yang dulu beliau memasangnya.\\\\\\\" ujar \\\\\\\`Umar. Abbas pun lalu melakukan apa yang diinginkan \\\\\\\`Umar. ( Al Kanzu vol.VII hlm 66 ).
Al Imam Abu Muhammad Abdullah ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni menyatakan, Pasal : Tidak diperbolehkan mengeluarkan talang-talang ke jalan besar / raya dan ke lorong yang tembus kecuali atas seizin penghuni sekitarnya.
Abu Hanifah, Malik dan Al Imam Al Syafi\\\\\\\`i mengatakan, \\\\\\\"Diperbolehkan mengeluarkan talang-talang itu ke jalan karena \\\\\\\`Umar melewati rumah Abbas yang telah memasang talang mengarah ke jalan lalu \\\\\\\`Umar mencopotnya. \\\\\\\"Engkau mencopotnya padahal Rasulullah Saw lah yang memasangnya ?\\\\\\\" kata Abbas. \\\\\\\"Demi Allah, Engkau tidak boleh memasangnya kecuali naik di atas punggungku,\\\\\\\" ujar \\\\\\\`Umar. \\\\\\\`Umar lalu membungkuk hingga Abbas naik ke atas punggungnya untuk memasang talang.\\\\\\\" Al Mughni karya Ibnu Qudamah vol. IV hlm. 554.
IBNU \\\\\\\`UMAR BUKAN SATU-SATUNYA SAHABAT YANG MENARUH PERHATIAN TERHADAP JEJAK PENINGGALAN NABI SAW
Ibnu \\\\\\\`Umar populer sebagai sahabat yang menaruh perhatian besar terhadap jejak-jejak peninggalan Nabi Saw dan melestarikannya. Al Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata, \\\\\\\"Al Imam Ahmad ibnu Hanbal ditanya perihal seorang laki-laki yang mengunjungi beberapa masyahid ini lalu dia menjawab, \\\\\\\"Sesungguhnya Ibnu \\\\\\\`Umar mengamati tempat-tempat perjalanan Nabi Saw sampai terlihat ia menumpahkan air di tempat yang terdapat air. Ketika ditanya akan hal itu ia menjawab, \\\\\\\"Dulu Nabi Saw menumpahkan air di tempat ini.\\\\\\\"
Al Bukhari dalam Al Shahihnya meriwayatkan dari Musa ibnu \\\\\\\`Uqbah, ia berkata, \\\\\\\"Saya melihat Salim ibnu \\\\\\\`Uqbah mengamat-amati beberapa lokasi jalan dan shalat di tempat tersebut. Ia menceritakan bahwa ayahnya shalat di tempat-tempat tersebut dan melihat Nabi melakukan shalat di situ.\\\\\\\" Musa berkata, \\\\\\\"Nafi\\\\\\\` menceritakan kepadaku bahwa Ibnu \\\\\\\`Umar shalat di tempat-tempat tersebut.\\\\\\\" Iqtidla\\\\\\\` Al Shirath Al Mustaqim hlm. 385.
Ibnu \\\\\\\`Umar bukan satu-satunya sahabat yang melakukan hal ini. Banyak sahabat lain yang melakukan hal yang sama. Kami telah menyebutkan bukti-bukti pendukung akan fakta ini sebelumnya, yaitu tindakan yang dilakukan oleh khulafaurrasyidin yang mana tindakan mereka oleh Nabi dijadikan sebagai sunnah yang patut ditiru yang bersumber dari sunnah dan petunjuk Nabi. Beliau Saw juga menyuruh untuk berpegang teguh dengan sunnah mereka dan menjadikannya sebagai rujukan. Sudah maklum bahwa sunnah mereka sesungguhnya sunnah Nabi juga karena mereka tidak akan berkomentar, berijtihad dan berfikir terhadap sabda Nabi yang shahih dan terbukti bersumber dari beliau.
Dalam pembahasan mengenai memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan Saw kami telah menyebutkan sejumlah nash yang memadai yang memiliki relasi kuat dengan pembahasan dalam tema ini. Dengan nash-nash ini akan menjadi jelas bagaimana para sahabat termasuk Ibnu \\\\\\\`Umar dan yang lain memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan beliau. Sejatinya kedua pembahasan ini saling terkait dan bermuara dari satu sumber. Karena memohon berkah dengan jejak-jejak peninggalan beliau adalah cabang dari melestarikan dan menaruh perhatian terhadap jejak-jejak tersebut. Hanya saja yang kedua lebih bersentuhan dengan sejarah dan peradaban sosial, sedang yang pertama lebih relevan dengan keimanan, rasa cinta dan hubungan batin.
IBNU ABBAS DAN JEJAK-JEJAK MASA LALU
PENINGGALAN BELIAU
Ketika Abdullah ibnu Al Zubair hendak membongkar ka\\\\\\\`bah ia mengumpulkan para sahabat. Ia mengajak mereka bermusyawarah tentang rencana itu. Lalu Ibnu Abbas mengusulkan agar ka\\\\\\\`bah jangan dibongkar total tetapi hanya merenovasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan saja agar bagian yang layak dipertahankan dibiarkan apa adanya demi melestarikan batu-batu kuno yang ada pada masa pertama yaitu masa islam, masa diutusnya beliau dan masa Nabi Saw.
Dari \\\\\\\`Atha\\\\\\\`, ia berkata, \\\\\\\"Saat ka\\\\\\\`bah terbakar ( pada masa kekuasaan Yazid ibnu Mu\\\\\\\`awiyah ) ketika makkah diserang oleh penduduk Syam maka terjadilah apa yang terjadi, Abdullah ibnu Al Zubair membiarkan ka\\\\\\\`bah itu hingga orang-orang dstang pada musim haji dan ia memprovokasi mereka untuk melawan penduduk Syam. Ketika berada di hadapan mereka, Abdullah ibnu Al Zubair berkata, \\\\\\\"Wahai saudara-saudara, sampaikanlah pandanganmu kepadaku perihal ka\\\\\\\`bah. Apakah saya harus membongkarnya lalu membangunnya kembali ataukah cukup memperbaiki bagian yang rusak saja ?\\\\\\\" \\\\\\\"Sungguh saya berpendapat agar engkau memperbaiki bagian yang rusak dan membiarkannya dalam kondisi saat orang-orang masuk Islam serta membiarkan pula bebatuan di mana orang-orang masuk Islam dan beliau diutus saat itu.\\\\\\\" Shahih Muslim Kitabul Hajj bab Naqdhil ka\\\\\\\`bah wa Binaaiha Syarh Al Nawawi.
KEPEDULIAN BESAR \\\\\\\`UMAR TERHADAP
JEJAK-JEJAK PENINGGALAN NABI SAW
\\\\\\\`Umar Ra adalah sosok sahabat yang sangat memperdulikan, memiliki perhatian besar dan melestarikan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw. Karena itu saat ia melihat orang-orang mengerumuni sebuah pohon yang mereka kira pohon Al Ridlwan, pohon di mana bai\\\\\\\`aturridlwan terjadi di dekatnya dan Allah pun menyebutkan dalam Al Qur\\\\\\\`an :
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشجرة...
\\\\\\\"Sesungguhnya Allah telah ridla terhadap orang-orang mu\\\\\\\`min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon….\\\\\\\" ( Q.S.Al.Fath : 18 )
maka \\\\\\\`Umar langsung menginstruksikan agar pohon itu ditebang. Karena ia mengetahui seyakin-yakinnya bahwa pohon tersebut tidak diketahuidan tidak ada seorangpun yang mengetahui di mana tempatnya apalagi pohonnya. Ia juga mengetahui bahwa para sahabat yang datang dan mengangkat bai\\\\\\\`at di bawah pohon tersebut tidak mengetahui pohon tersebut maka bagaimana mungkin orang lain mengetahuinya. Baahkan mereka sendiri terang-terangan menyatakan tidak mengetahui pohon tersebut sebagaimana informasi yang terdaapat Al Shahihain dari Ibnu \\\\\\\`Umar bahwasanya ia datang pada tahun setelah terjadinya bai\\\\\\\`aturridlwan. \\\\\\\"Kami mencari-cari pohon Ridlwan dan tidak ada dua orang yang berpendapat sama untuk menentukan pohon itu,\\\\\\\"kata Ibnu \\\\\\\`Umar.
Al Musayyib, ayah dari Sa\\\\\\\`id mengatakan, \\\\\\\"Sungguh saya pernah melihat pohon Ridlwan namun kemudian tidak ingat lagi.\\\\\\\" Ucapan Thariq ibnu Abdirrahman, \\\\\\\"Saya berangkat haji lalu lewat bertemu banyak orang yang sedang melakukan shalat. Saya pun bertanya, \\\\\\\"Ada apa dengan masjid ini ?\\\\\\\" \\\\\\\"Di sinilah tempat pohon dimana Rasulullah membai\\\\\\\`at dengan bai\\\\\\\`aturridlwan,\\\\\\\" kata mereka. Lalu saya mendatangi Sa\\\\\\\`id ibnu Al Musayyib dan menceritakan hal ini. \\\\\\\"Ayahku menceritakan kepadaku bahwa ia termasuk sahabat yang terlibat bai\\\\\\\`aturridlwan,\\\\\\\" kata Sa\\\\\\\`id. \\\\\\\"Ayah berkata, \\\\\\\"Ketika saya datang pada tahun berikutnya saya terlupakan akan pohon itu dan kalian mengetahuinya. Apakah kalian lebih tahu ?\\\\\\\" lanjutnya. Dalam salah satu riwayat Al Musayyib berkata, \\\\\\\"Pohon itu menjadi samar bagi kami.\\\\\\\" ( Lihat Shahih Al Bukhari Kitabul Maghazi bab Ghazwatul Hudaibiyyah dan Shahih Muslim Kitabul Imarah bab Istihbaabu Mutaba\\\\\\\`atil Imam ).
Apabila kegagalan menemukan pohon Ridlwan ini terjadi di sela-sela satu tahun dan pada satu masa padahal para sahabat yang terlibat pada bai\\\\\\\`aturridlwan dan mengangkat bai\\\\\\\`at di bawah pohon Ridlwan itu berjumlah banyak maka bagaimana pendapatmu perihal pohon yang muncul pada zaman \\\\\\\`Umar beberapa tahun kemudian.
Zaman sudah berbeda, mereka yang terlibat bai\\\\\\\`ah banyak yang telah meningal dunia, orang-orang berbeda pendapat dalam menentukan pohon penuh berkah yang mendapat kemuliaan berkat adanya bai\\\\\\\`at oleh Nabi Saw dan telah terjadi di dekat pohon itu peristiwa terbesar dari sejarah pengorbanan dan jihad yang menggetarkan langit dan bumi dan disaksikan para malaikat yang mulia serta dicatat oleh Al Qur\\\\\\\`an :
لقد رضي الله عن المؤمنين إذ يبايعونك تحت الشحرة فعلم ما في قلوبهم فأنزل السكينة عليهم وأثابهم فتحا قريبا .
\\\\\\\"Sesungguhnya Allah telah ridla terhadap orang-orang mu\\\\\\\`min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat ( waktunya ). ( Q.S.Al.Fath : 18 )
Selanjutnya di dekat pohon yang penuh keberkahan ini terjadi proklamasi akan salah satu keutamaan dan keistimewaan Nabi paling agung dan Rasuk paling mulia Saw yang dicatat dalam Al Qur\\\\\\\`an :
إن الذين يبايعونك إنما يبايعون الله يد الله فوق أيديهم...
\\\\\\\"Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Kekuasaan Allah di atas kekuasaan mereka….\\\\\\\" ( Q.S.Al.Fath :10 )
\\\\\\\`Umar Ra tidak menebang pohon tersebut untuk melarang mencari keberkahan dengan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw atau karena ia tidak meyakini adanya keberkahan itu. Tidak terdapat dalam hatinya keyakinan tersebut sama sekali dan tidak terlintas dalam benaknya selamanya, dengan bukti adanya fakta darinya perihal mencari keberkahan dan ia memohon keberkahan dengan jejak-jejak peninggalan Nabi Saw dan yang lain seperti ia memohon kepada Abu Bakar tombak yang pernah berada di tangan Rasulullah, merawat cincin Rasulullah dan sebagainya. Rasulullah sendiri meminjam tombak itu dari Al Zubair sebagaimana tercantum dalam Shahih Al Bukhari dalam bab Syuhudul Malaikah Badran. Dari Al Maghazi. Dalam sebagian naskah : Al Qasthalani vol IV hlm. 264.
MENARUH PERHATIAN TERHADAP SANDAL NABI
DAN MENGADAKAN KAJIAN ILMIAH TERHADAPNYA
Salah satu peninggalan Nabi Saw yang menarik perhatian para ulama adalah sandal beliau. Ia dikaji secara mendalam menyangkut aspek sifat, keserupaan dan warnanya. Para ulama menulis kajian khusus dan artikel-artikel tersendiri tentangnya.
Obyek dari semua upaya di atas sesungguhnya adalah pemilik sandal yaitu Nabi paling agung dan Rasul paling mulia Saw.
Jika kita menaruh perhatian terhadap peninggalan-peninggalan tokoh-tokoh besar, pakaian, dan benda-benda mereka, mengeluarkan dana yang besar dan kecil untuk memperolehnya, dan membangun museum-museum khusus dan menyediakan pakar-pakar spesialis, maka - nyawaku menjadi tebusan beliau Saw – Rasulullah lebih utama dan lebih berhak mendapat perlakuan seperti ini. Seandainya kita mengorbankan nyawa dan harta benda yang tak ternilai harganya dalam rangka melestarikan peninggalan-peninggalan beliau maka hal ini dinilai murah semata-mata karena beliau Saw.
PERHATIAN KERAJAAN ARAB SAUDI
TERHADAP PENINGGALAN BERSEJARAH
Pemerintahan kita yang mulia telah diberi taufik oleh Allah untuk memberikan perhatian besar terhadap peninggalan-peninggalan bersejarah. Hal ini dilakukan sebagai ungkapan perhatian terhadap warisan agung kita dan melestarikan jejak-jejak sejarah peradaban islam. Pemerintah telah membentuk departemen khusus yang bertugas mengurus dan memperhatikannya yang disebut departemen purbakala. Pemerintah juga telah menerbitkan UU khusus dengan berpijak pada surat kerajaan nomor : M / 26 tanggal 23-1396 H.
Pemerintah juga membentuk dewan khusus untuk memberikan pertimbangan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan persoalan ini yang bernama Dewan Tertinggi Kepurbakalaan. Dewan Kementrian telah mengeluarkan keputusan nomor 235 tanggal 21 / 2 / 1398 H untuk membentuk anggota dewan dengan dikepalai menteri pendidikan dan anggota yang berkuasa atas urusan dalam negeri, keuangan, haji, wakaf, informasi dan peninggalan bersejarah.
Undang-undang itu menjelaskan bahwa tujuan pembentukan dewan tertinggi kepurbakalaan adalah mengumpulkan sebanyak mungkin pakar untuk menjamin departemen kepurbakalaan mencapai tujuan yang diharapkan.
PELESTARIAN TERHADAP BENDA-BENDA PENINGGALAN :
Pasal 6 dari undang-undang berbunyi : Departemen Kepurbakalaan bekerjasama dengan instansi-instansi negara yang lain - masing-masing menangani spesialisnya – bertugas memelihara benda-benda peninggalan dan tempaat-tempat bersejarah sebagaimana ia bertugas merawat barang-barang antik, gedung-gedung bersejarah, beberapa lokasi pertempuran dan peninggalan-peninggalan yang wajib dicatat. Departemen kepurbakalaan juga mencatat seluruh peninggalan yang diakui negara urgensi kesejarahannyadan nilai seninya, dan bertugas menjaga seluruh peninggalan tersebut, mengkaji dan memamerkannya secara pantas sesuai dengan hokum undang-undang ini.
MASJID-MASJID DAN TEMPAT-TEMPAT IBADAH
TERMASUK PENINGGALAN YANG PENTING
Pasal 7 berbunyi : Benda-benda peninggalan terbagi menjadi dua : benda yang permanen dan benda yang bisa dipindahkan.
(a) Benda-benda peninggalan yang permanen adalah benda-benda peninggalan yang melekat pada bumi seperti goa alam, gali-galian yang dikhususkan untuk manusia zaman dahulu dan batu-batu besar yang ada gambar-gambar, ukiran-ukiran dan tulisan-tulisan yang ditulis dan dipahat manusia. Demikian pula puing-puing kota dan bangunan-bangunan yang tertimbun di dalam lapisan-lapisan tanah, bangunan-bangunan yang didirikan untuk beragam tujuan seperti masjid, tempat-tempat ibadah lain, istana, ruang-ruang dalam rumah sakit, benteng, tembok, tempat bermain, pemandian air panas, tempat-tempat penimbunan, saluran-saluran air yang dibangun kokoh, bendungan-bendungan, reruntuhan bangunan-bangunan tersebut serta yang terkait dengannya seperti pintu, jendela, tiang, serambi, tangga, atap, relief di dinding atas, mahkota dan sebagainya.
(b) Adapun yang termasuk barang peninggalan yang dapat dipindahkan adalah barang-barang peninggalan yang dibuat sedemikian rupa secara terpisah dari bumi atau tidak melekat pada bangunan-bangunan bersejarah, serta yang memungkinkan untuk diubah tempatnya, seperti barang pahatan, mata uang, barang-barang berlukisan, batu-batu bertulis atau benda-benda yang ditenun, benda-benda yang dibuat ( di pabrik-pabrik ), dari apapun materi dan bahannya, dan apapun tujuan pembuatannya serta apapun manfaatnya.
BENDA-BENDA PENINGGALAN DAN PROYEK-PROYEK PENGGUSURAN DAN PERENCANAAN KOTA
Dalam UU terdapat larangan mengubah benda-benda peninggalan baik oleh pihak swasta maupun Dinas Perencanaan kota. Pasal 11 berbunyi : Dilarang merusak benda-benda peninggalan yang bisa dipindahkan atau permanen, mengubahnya, melakukan tindakan yang membahayakannya, mengotorinya dengan tulisan dan cat, atau mengubah cirri-cirinya sebagaimana dilarang bagi pihak swasta menempelkan iklan atau memasang spanduk di lokasi-lokasi peninggalan dan di atas bangunan-bangunan bersejarah yang tercatat.
Pasal 12 berbunyi : Ketika diselenggarakan proyek perencanaan kota dan desa atau perluasan dan memperindahnya maka harus ada perlindungan terhadap kawasan-kawasan dan situs-situs peninggalan yang berada di dalamnya. Tidak diperbolehkan menetapkan proyek penataan kota di kawasan yang di dalamnya terdapat benda-benda peninggalan kecuali setelah mendapat persetujuan dari dinas kepurbakalaan. Dinas kepurbakalaan harus mengidentifikasi lokasi-lokasi yang di dalamnya terdapat situs-situs peninggalan dan dinas tata kota harus mengetahui dengan baik dari segala aspeknya.
Sudah maklum bahwa benda-benda peninggalan yang telah ditetapkan UU bahwa diantaranya adalah masjid dan tempat-tempat ibadah itu mencakup yang mendapat peringkat pertama yaitu benda-benda peninggalan keagamaan yang dinisbatkan kepada Nabi Saw atau para sahabat beliau. Bahkan benda-benda peninggalan ini berhak dimuliakan dan diprioritaskan karena merupakan benda-benda yang dibanggakan setiap mukmin dan mengingatkan anak cucu kepada leluhurnya dan generasi pengganti kepada generasi sebelumnya.
KAMAR NABI SAW DAN MASJID YANG MULIA
Sebagian kalangan yang terkena fitnah ingin mengubah bentuk kamar Nabi Saw dengan mengeluarkan kuburan beliau dari masjid. Saat almarhum raja Khalid bin Abdul Aziz mendengar rencana ini beliau sangat murka, fanatisme keagamaannya berkobar-kobar, dan berbicara melarang orang yang mengusulkan hal ini memperdengarkan ucapannya kepada orang yang hadir di majlis. Barangkali sebagian orang yang hadir di majlis pada saat itu masih hidup. Semoga Allah merahmati raja yang baik ini dan menjadikan sikap beliau sebagai pahala yang tersimpan di sisi Allah dan tangan yang putih cemerlang di sisi Rasulullah Muhammad yang dengannya insya Allah beliau memperoleh syafaat Rasul di hari kiamat.
Semoga Allah juga memberkahi pengganti beliau, raja Fahd, menolong agama islam melalui beliau, dan melindungi daerah-daerah, peninggalan-peninggalan, hamba-hamba, dan negara-negara melalui perantara beliau. Amin Ya Rabbal \\\\\\\`Alamin.
FATWA SYAIKH MUHAMMAD IBNU \\\`ABDIL WAHHAB
TENTANG KAMAR NABI SAW
Sebagian kalangan yang terfitnah dan berperangai buruk menisbatkan sebuah ucapan kepada Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil wahhab untuk mengeluarkan kamar Nabi Saw dari masjid Nabawi. Syaikh menolak penisbatan ini dan tidak mau bertanggung jawab atas ucapan dan orang yang mengatakannya sebagaimana yang tertulis dalam risalah yang dia sampaikan kepada kalangan akademik dimana dia berkata, \\\\\\\"Jika hal ini telah terang maka masalah-masalah yang mendapat kecaman dari Sulaiman ibnu Suhaim diantaranya ada yang merupakan kebohongan yang jelas yaitu ucapannya, \\\\\\\"Sesungguhnya saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat; bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar; saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taqlid; perbedaan para ulama adalah bencana; saya mengkafirkan oranh yang melakukan tawassul dengan oranh-orang shalih; saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya : Wahai makhluk paling mulia; seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Rasulullah Saw maka saya akan melakukannya dan jika mampu mengambil talang Ka\\\\\\\`bah yang terbuat dari emas maka saya akan menggantinya dengan talang kayu; saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi Saw, mengingkari ziarah ke makam kedua orang tua dan makam orang lain; dan saya mengkafirkan orang yang bersumpah engan selain Allah. Jawaban saya atas dua belas persoalan ini adalah dengan firma Allah :
سبحانك هذا بهتان عظيم
\\\\\\\"Maha suci engkau, ini ( apa yang ditiduhkan Sulaiman ) adalah kebohongan yang besar\\\\\\\" (Q.S.An Nur : 16)
Dikutip dari Al Rasaail Al Syaikhsyiyyah bagian kelima hlm. 63 dan Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 52.
KUBAH HIJAU DALAM PANDANGAN
SYAIKH MUHAMMAD IBNU ABDIL WAHHAB
Adapun mengenai perihal kubah hijau, maka sebagian kalangan Wahhabi menisbatkan kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab pendapat untuk menghilangkan dan merobohkannya. Namun ternyata Syaikh menolak keras pandapat ini dan lepas tangan darinya. Dalam beberapa bagian dari risalah-risalahnya, Dia menampik pandangan ini. Dalam bagian pertama dari risalahnya untuk warga Al Qashim, dia berkata, \\\\\\\"Inilah aqidah singkat yang saya tulis dalam suasana hati yang yang kacau agar kalian bisa melihat pandangan saya. Kepada Allah saya berserah diri atas apa yang saya ucapkan.\\\\\\\"
Diantara kebohongan Sulaiman adalah : bahwa saya menganggap sesat semua kitab madzhab empat; bahwa manusia semenjak 600 tahun yang silam tidak menganut agama yang benar; saya mengklaim mampu berijtihad dan lepas dari taqlid; perbedaan para ulama adalah bencana dan saya mwngkafirkan orang yang melakukan tawassul dengan orang-orang shalih, dan saya mengkafirkan Imam Al-Bushoiri karena ucapannya : wahai makhluk paling mulia; seandainya saya mampu meruntuhkan kubah Rasulullah Saw maka saya akan melakukannya dan jika mampu mengmbil talang ka\\\\\\\`bah yang terbuat dari emas maka saya akan menggantinya dengan talang kayu; saya mengharamkan ziarah ke makam Nabi Saw dan mengingkari ziarah ke makam kedua orang tua dan makam orang lain; saya mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selai Allah, mengkafirkan Ibnu Faridl dan Ibnu \\\\\\\`Araby, dan bahwasanya saya membakar kitab Dalailul Khairaat dan Raudlul Rayaahin yang kemudian saya namakan Raudlul Syayaathiin.
Jawaban sya atas tuduhan telah mengucapkan perkataan-perkataan di atas adalah : Maha Suci Engkau, ini ( apa yang dituduhkan Sulaiman ) adalah kebohongan yang besar. Dikutip dari kumpulan karya Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil wahhab, bagian kelima, risalah pertama dari Al Rasaail Al Syakhshiyyah hlm. 12 dan Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 28.
Bagian kedua dari suratnya yang ia kirimkan kepada warga Iraq adalah yang dikirimkan kepada Al Suwaidi slah seoran ulama Iraq. Al Suwaidi sebelumnya mengirimkan buku kepada Syaikh menanyakan komentar orang terhadap buku tersebut. Syaikh pun menjawabnya dengan surat di atas yang di dalamnya saat menolak ucapan yang dinisbatkan kepadanya dan menegaskan kebohongannya, ia berkata, \\\\\\\"Di antara masalah-masalah tersebut adalah : Menyebarkan kebohongan adalah salah satu yang memalukan untuk diceritakan bagi orang yangberakal apalagi melakukannya; apa yang kalian sebutkan bahwa saya mengkafirkan semua orang kecuali pengikutku dan saya menilai bahwa pernikahan mereka tidak sah. Sungguh aneh, bagaimana pandangan-pandangan semacam ini masuk ke dalam akal seseorang yang berakal. Apakah ada orang muslim, kafir, orang yang pintar atau orang gila yang mengatakannya?. Demikian pula ucapan mereka bahwa Syaikh mengatakan : \\\\\\\"Seandainya saya mampu menghancurkan kubah Nabi Saw maka saya akan melakukannya. Adapun menyangkut Dalailul Khairat maka ada penyebabnya, yaitu saya memberi saran kepada salah seorang teman yang menerima nasehatku agar di dalam hatinya jangan sampai kedudukan Dalailul Khairat lebih agun dari Al Qur\\\\\\\`an serta menganggap bahwa membacanya lebih utama dari pada membaca Al Qur\\\\\\\`an. Adapun perinta untuk membakar Dalailul Khairat dan melarang membaca shalawat untk Nabi dengan menggunakan ungkapan apapun maka hal ini adalah sebuah kebohongan.\\\\\\\" (Kumpulan karya Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil Wahhab bagian kelima dalam Al Rasaail Al Syakhshiyyah hlm. 37, risalah kelima yang tercantum dalam Al Durar Al Saniyyah vol. I hlm. 54).
Sikap Syaikh Muhammad ibnu \\\\\\\`Abdil Wahhab ini adalah kebijaksanaan da kebenaran sesungguhnya. Sikap ini adalah siasat syar\\\\\\\`i yang wajib menghiasi perilaku ulama, para pembimbing, dan para guru dalam menyuruh, melarang, memberi petuah dan memberi petunjuk.
Almarhum Syaikh adalah figur yang sangat antusias menepis anggapan para pendusta dan membantah ucapan penebar fitnah yang menisbatkan pandangan negatif kepadanya. Anda bisa melihat dalam beberapa kesempatan ia menolak pandangan-pandangan negatif itu karena pentingnya persoalan ini dan karena bisa berdampak buruk, terjadi fitnah dan kejelekan yang bisa menimbulkan bencana dan malapetaka yang tidak kita inginkan.Lalu dimanakah posisi Syaikh dari orang yang ilmu pengetahuan itu sempit dalam pandangan kedua matanya dan tidak menemukan persoalan yang ia tulis atau kajian yang ia persembahkan kecuali masalah kubah hijau. Sungguh betapa sempitnya akal seseorang yang batas pengetahuannya hanya mencapai merobohkan kubah hijau dan betapa dungunya ilmu seseorang yang kajian di atas adalah hasilnya.
Kami memiliki kajian khusus menyangkut tema di atas dan memohon kepada Allah agar dimudahkan untuk menyelesaikannya dan menerbitkannya dengan pertolongan dan karunia-Nya.
MEMELIHARA PENINGGALAN NABI DENGAN PENEGASAN
SURAT DARI RAJA FAHD BIN ABDUL \\\`AZIZ
Di sini ada sikap agung yang berhak dicatat karena menjunjung amanah dan faktor sejarah. Yaitu ketika raja Fahd ibnu Abdil Aziz melihat desain grafis pembangunan dan perluasan masjid Quba\\\\\\\` dan melihat bahwa ciri-ciri masjid sekarang yang kuno akan hilang dalam rencana perluasan maka beliau -semoga Allah memberi taufik kepadanya- memberi instruksi untuk membatalkan desain tersebut dan menyiapkan desain baru yang tetap mempertahankan mimbar, mihrab dan ciri-ciri kuno sekiranya perluasan terjadi pada dua sisi masjid dan area belakang agar kaum muslimin dari generasi ke generasi mengetahui lokasi-lokasi asli dan peninggalan-peninggalan otentik Nabi Saw. Raja berkata, \\\\\\\"Salah satu hal positif adalah kita menambah bangunan masjid-masjid Allah dan bukan melenyapkannya.\\\\\\\"
Ide luhur dari pelayan dua tanah suci ini memberikan pengaruh yang sangat dalam pada jiwa kita di samping mengindikasikan kepedulian menjaga dan mempertahankan symbol-simbol warisan Islam.
Surat kabar Saudi telah menerbitkan secara spesifik wawancara dengan raja pada edisi Sabtu 17 Shafar 1405 H seperti surat kabar Al Madinah dan Al Nadwah.
DEFINISI BERKUMPUL DALAM PERAYAAN
Tradisi yang berlaku dalam masyarakat kita adalah berkumpul untuk mengenang sejumlah peristiwa bersejarah seperti kelahiran Nabi Muhammad, peringatan Isra\\\\\\\` dan Mi\\\\\\\`raj, malam nishfu Sya\\\\\\\`ban, hijrah ke Madinah, peringatan nujulul Qur\\\\\\\`an dan perang Badar.Dalam pandangan kami aktivitas ini adalah tradisi yang tidak memiliki relasi dengan agama, yang berarti tidak perlu dikategorikan sebagai hal yang disyri\\\\\\\`atkan atau disunnahkan. Sebagaimana ia tidak bertentangan dengan salah satu prinip agama. Karena yang berbahaya adalah meyakini disyari\\\\\\\`atkannya sesuatu yang tidak disyari\\\\\\\`atkan. Menurut saya tradisi-tradisi ini tidak boleh dikatakan lebih dari sesuatu yang direstui atau tidak direstui syara\\\\\\\`. Saya kira pandangan ini adalah pandangan yang disepakati. Sebagian orang mengklaim bahwa momen-momen dimana orang-orang berkumpul memperingatinya tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan disepakati. Ia berkata, \\\\\\\"Masyarakat terbiasa berkumpul pada malam tanggal 27 untuk mengenang peristiwa Isra\\\\\\\` Mi\\\\\\\`raj dan pada malam tanggal 12 Rabiul Awwal untuk mengenang kelahiran Nabi Muhammad Saw padahal para ulama berbeda pendapat dalam menentukan tanggal kedua momen ini dengan tepat.\\\\\\\" Menurut saya perbedaan dalam menentukan waktu tidak memiliki pengaruh. Karena kami tidak meyakini disyari\\\\\\\`atkannya berkumpul pada waktu tertentu. Masalah ini hanyalah persoalan tradisi sebagaimana telah kami jelaskan. Sedang yang penting bagi kami adalah memanfaatkan kesempatan dan momen berkumpulnya orang banyak untuk mengarahkannya kepada hal yang positif dan di malam ini masyarakat dalam jumlah besar berkumpul. Baik mereka keliru dalam menentukan waktu atau benar. Karena berkumpulnya mereka ini untuk mengingat Allah dan mengungkapkan rasa cinta kepada Rasulullah sudah cukup untuk mengharap rahmat dan karunia Allah. Saya memiliki keyakinan sepenuhnya bahwa berkumpulnya banyak orang sepanjang dilakukan karena Allah dan berada dalam jalan Allah maka akan diterima oleh-Nya meskipun mereka keliru dalam menentukan waktu. Untuk menjelaskan persoalan ini saya akan membuat perumpamaan dengan seseorang yang menyebarkan undangan resepsi pad hari yang telah ditentukan lalu sebagian undangan datang bukan pada waktu yang telah ditentukan itu karena mengira waktu undangan adalah pada hari di mana mereka datang. Apakah anda kira pihak yang mengundang akan mengusir dan menolak mereka engan kasar sambil berkata, \\\\\\\"Kembalilah dan pergilah kalian dari saya, karena hari ini bukanlah waktu resepsi di mana saya memberikan undangan dn menentukan waktunya untuk kalian,\\\\\\\" atau ia akan menyambut mereka dengan baik, menyampaikan terima kasih atas kedatangan mereka, membukakan pintu untuk mereka, dan memohon mereka untuk masuk lalu meminta mereka untuk datang kembali pada waktu yang telah ditentukan? Sikap kedua inilah yang saya bayangkan dan yang pantas dengan karunia dan kemurahan Allah. Ketika kami berkumpul dalam rangka memperingati Isra Mi\\\\\\\`raj, maulid Nabi atau peringatan bersejarah apapun maka yang terpenting bukanlah menentukan waktunya dengan tepat. Karena jika waktu peringatan itu ternyata adalah sesuai dengan waktu kejadian maka kami ucapkan Alhamdulillah. Tapi jika ternyata meleset maka Allah tidak akan menolak kita dan menutup pintuya untuk kita. Menurut saya memanfaatkan kesempatan berkumpul dengan berdo\\\\\\\`a, mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap pemberian, kebaikan dan keberkahan-Nya adalah manfaat terbesar dari peringatan itu sendiri. Memanfaatkan berkumpulnya banyak orang dengan mengingatkan mereka, memberi petunjuk dan nasehat itu lebih baik dari pada menghalangi mereka dan melarang mereka serta mengingkari tindakan mereka dengan argumentasi yang tidak berguna sama sekali. Karena faktanya, larangan dan pengingkaran itu tidak efektif dan mereka semakin antusias dan fanatik setiap kali penolakan ditingkatkan dan semakin keras. Sehingga tanpa sadar orang yang melarang mereka seolah-olah menyuruh mereka untuk melaksanakannya. Sesungguhnya kalangan intelektual dan da\\\\\\\`i yang menggunakan akal mereka dengan sepenuh hati berambisi menemukan ruang tempat konsentrasi massa untuk menyebarkan ide-ide mereka dan menarik simpati massa agar bergabung dalam barisan mereka. Karena itu Anda akan menyaksikan mereka mendatangi taman-taman, asosiasi-asosiasi, tempat-tempat umum dan konsentrasi massa agar mereka bisa melakukan misi yang mereka inginkan. Kami sendiri melihat masyarakat berkumpul dalam berbagai momen dengan penuh antusias. Lalu apakah kewajiban kita terhadap masyarakat tersebut ? Merepotkan diri dengan melakukan pengingkaran, penerimaan dan penolakan hukum berkumpulnya masyarakat dan sebagainya adalah tindakan sia-sia bahkan bisa dikategorikan sebuah ketololan dan kedunguan. Sebab kita akan menelantarkan asset besar dan kehilangan momen yang zaman tidak mungkin berbaik hati memberikannya kecuali pada acara-acara semisal ini. Maka marilah kita manfaatkan pertemuan-pertemuan tersebut.PERSEPSI MAULID NABI YANG MULIA Banyak orang keliru dalam memahami subtansi maulid Nabi yang kami propagandakan dan kami anjurkan untuk menyelenggarakannya. Mereka mendefinisikannya secara keliru yang kemudian di atasnya dibangun banyak persoalan-persoalan panjang dan perdebatan-perdebatan yang luas yang membuat mereka menyia-nyiakan waktu mereka dan para pembaca. Persoalan dan perdebatan ini tidak bernilai sama sekali laksana debu yang beterbangan. Karena dibangun di atas asumsi-asumsi yang keliru. Kami telah banyak menulis tema menyangkut maulid Nabi dan mengupasnya berkali-kali di radio dan forum-forum terbuka dengan uraian yang membuat jelas konsep kami tentang maulid. Kami katakan dan sebelumnya telah kami kemukakan bahwa berkumpul dalam rangka memperingati maulid Nabi Saw hanyalah sebuah tradisi dan sama sekali bukanlah sebuah ibadah. Inilah yang saya yakini dan saya patuh kepada Allah dengannya. Silahkan, siapapun bisa memberikan interpretasi. Karena seseorang akan dibenarkan atas apa yang dikatakannya tentang dirinya dan substansi keyakinannya, bukan orang lain. Dalam setiap acara, pertemuan dan perayaan saya berkata bahwa pertemuan dengan format demikian adalah sekedar tradisi yang tidak memiliki unsur ibadah sama sekali. Setelah penjelasan ini masihkah tersisa keingkaran orang yang ingkar dan bantahan orang yang membantah ? Namun musibah paling besar sesungguhnya adalah ketidakmengertian. Karena itu Imam Syafi\\\\\\\`i berkata :ما جادلت عالما إلا غلبته ولا جادلت جاهلا إلا غلبني \\\\\\\"Saya tidak pernah berdebat dengan orang alim kecuali saya mampu mengalahkannya dan saya tidak pernah berdebat dengan orang bodoh kecuali ia mampu mengalahkanku.\\\\\\\"Pelajar dengan kapasitas keilmuan terendah sekalipun akan mengetahui perbedaan antara tradisi dan ibadah ( ritual ) dan substansi keduanya. Jika seseorang berkata, \\\\\\\"Ini ( perayaan ) adalah ritual yang disyari\\\\\\\`atkan beserta tata caranya,\\\\\\\" maka saya akan bertanya kepadanya, \\\\\\\"Manakah dalilnya ?\\\\\\\" Dan jika ia berkata, \\\\\\\"Ini adalah tradisi,\\\\\\\" maka saya akan berkata kepadanya, \\\\\\\"Berbuatlah sesukamu.\\\\\\\" Karena yang berbahaya dan malapetaka yang kami khawatirkan adalah jika tindakan bid\\\\\\\`ah yang tidak disyari\\\\\\\`atkan namun hanya ijtihad manusia, diberi bungkus ibadah. Hal ini adalah pandangan yang tidak kami setujui dan justru kami perangi dan kami peringatkan. Walhasil, berkumpul untuk memperingati maulid Nabi hanyalah urusan tradisi. Namun ia adalah salah satu tradisi positif yang mengandung banyak manfaat untuk masyarakat karena memang satu-persatu dari manfaat itu dianjurkan oleh syara\\\\\\\`. Salah satu gambaran keliru yang ada dalam benak sebagian orang adalah mereka mengira bahwa kami mengajak menyelenggarakan peringatan maulid Nabi pada malam tertentu, tidak sepanjang tahun. Si pelupa ini tidak tahu bahwa beberapa perkumpulan diselenggarakan dalam rangka memperingati maulid Nabi di Makkah dan di Madinah dalam format luar biasa pada setiap tahun. Dan setiap momen yang terjadi dimana penyelenggara merasa bersuka cita. Hampir setiap siang dan malam di Makkah dan di Madinah diselenggarakan perkumpulan guna memperingati maulid Nabi. Fakta ini diketahui sebagian orang dan sebagian lagi tidak mengetahuinya. Siapapun yang mengatakan bahwa kami mengingat Nabi hanya pada satu malam saja dan melupakan beliau selama 359 malam maka ia telah melakukan dosa besar dan kebohongan yang nyata. Tempat-tempat diadakannya maulid Nabi ini terselenggara berkat karunia Allah pada sepanjang malam setiap tahun. Nyaris tidak lewat siang atau malam kecuali di sana-sini diselenggarakan maulid Nabi. Kami serukan bahwa mengkhususkan satu malam saja untuk memperingati maulid Nabi adalah tindakan yang sangat kurang patut terhadap Rasulullah. Karena itu, alhamdulillah orang-orang menyambut seruan ini dengan antusias. Siapapun yang menganggap bahwa kami mengkhususkan penyelenggaraan perayaan maulid Nabi di Madinah Munawwarah maka ia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu akan fakta sesungguhnya. Yang bisa kami lakukan hanyalah berdo\\\\\\\`a kepada Allah untuknya agar Allah menerangi mata hatinya dan menyingkirkan tirai kebodohan darinya. Agar ia bisa melihat bahwa perayaan maulid Nabi Saw tidak hanya diselenggarakan di Madinah dan bukan hanya pada malam tertentu pada bulan tertentu. Tetapi merata di setiap zaman dan tempat.وليس يصح في الأذهان شيء إذا احتاج النهار إلى دليلSungguh sama sekali tidak masuk akalJika terang benderangnya siang perlu bukti Walhasil, kami tidak mengatakan bahwa merayakan maulid Nabi pada malam tertentu itu sunnah. Bahkan orang yang berkeyakinan demikian telah melakukan bid\\\\\\\`ah dalam agama. Sebab mengingat dan memiliki keterikatan batin dengan beliau harus ada dalam setiap waktu dan memenuhi seluruh ruang hati. Memang betul bahwa pada bulan kelahiran beliau ada faktor pendorong yang lebih kuat untuk menggugah orang-orang dan membuat mereka berkumpul serta emosi mereka juga meluap-luap akibat keterikatan waktu. Akhirnya, situasi kini membawa memori mereka ke masa lalu dan mengalihkan mereka dari hal yang kasat mata ke hal yang ghaib. Pertemuan-pertemuan dalam rangka merayakan maulid ini adalah wahana besar untuk mengajak mendekatkan diri kepada Allah. Ia adalah kesempatan emas yang layak untuk tidak dilewatkan begitu saja. Bahkan wajib bagi para da\\\\\\\`i dan ulama untuk mengingatkan ummat akan budi pekerti, etika, aktivitas, perjalanan hidup, muamalah dan ibadah beliau dan menasehati serta membimbing mereka menuju kebaikan dan kesuksesan dan memperingatkan mereka akan bencana, bid\\\\\\\`ah, keburukan dan fitnah. Berkat karunia Allah kami selalu menganjurkan hal di atas, berpartisipasi dan berkata kepada orang-orang, \\\\\\\"Tujuan dari perkumpulan ini bukan sekedar berkumpul-kumpul dan formalitas saja. Tapi perkumpulan ini adalah media yang positif untuk meraih target mulia, yaitu ini dan itu. Barangsiapa yang tidak mendapatkan apapun dari agamanya maka ia terhalang dari kebaikan-kebaikan maulid yang mulia. Kami tidak ingin berbicara panjang lebar dengan menyebutkan dalil-dalil dan justifikasi yang kami gali dari tema ini. Karena kami telah menyusun sebuah risalah khusus tentang maulid Nabi yang bernama \\\\\\\"Seputar Perayaan Maulid Nabi Yang Mulia.\\\\\\\" Hanya saja kami akan menyebutkan secara khusus kisah dimerdekakannya Tsuwaibah. Sebab banyak polemik seputar kisah ini.\\\\\\\"KISAH DIMERDEKAKANNYA TSUWAIBAH Dalam literature-literatur hadits dan sirah ( sejarah ) para ulama menyebutkan kisah Abu Lahab yang memerdekakan hamba sahayanya. Tsuwaibah saat ia mengabarkan kelahiran Nabi Saw kepadanya dan bahwa \\\\\\\`Abbas ibnu Abdil Muthollib bermimpi bertemu Abu Lahab setelah ia mati dan bertanya mengenai kondisinya. \\\\\\\"Saya belum pernah merasakan kenyamana setelah meninggalkan kalian. Hanya saja di neraka ini saya diberi minum, sebab memerdekakan Tsuwaibah. Dan setiap hari Senin saya mendapat keringanan siksa,\\\\\\\" jawab Abu Lahab. Saya katakana bahwa hadits ini diriwayatkan dan dikutip oleh sejumlah imam hadits dan sirah seperti Al Imam Abdul Razaq Al Shan\\\\\\\`aani, Al Imam Al bukhari, Al Hafidh Ibnu Hajar, Al Hafidh Ibnu Katsir, Al Hafidh Al Baihaqi, Ibnu Hisyam, Al Suhaili, Al Hafidh Al Baghawi, Ibnu Al Diibagh, Al Askhar, dan Al \\\\\\\`Aamiri. Insya Allah hal ini akan saya jelaskan secara rinci. Adapun Al Imam Abdul Razaq Al Shan\\\\\\\`ani maka ia telah meriwayatkan hadits di atas dalam Al Mushannaf ( vol. VII hlm. 478 ), sedang Al Bukhari meriwayatkannya dalam Al Shahih dengan sanadnya yang sampai pada \\\\\\\`Urwah ibnu Al Zubair dengan status mursal dalam kitab Al Nikah bab ( وأمهاتكم اللاتي أرضعنكم ) . Ibnu Hajar menyebutkan dalam Fathul Bari dan mengatakan, \\\\\\\"Hadits ini diriwayatkan oleh Al Isma\\\\\\\`ili dari jalur Adz-Dzuhali dari Abi Al Yaman. Juga diriwayatkan oleh Abdul Razaq dari Ma\\\\\\\`mar. Abdul Razaq berkata, \\\\\\\"Hadits ini mengandung indikasi bahwa amal shalih kadang memberi manfaat untuk orang kafir di akhirat. Namun hal ini kontradiksi dengan makna konteks ayat Al Qur\\\\\\\`an dimana Allah berfirman :وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا \\\\\\\"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.\\\\\\\" ( Q.S.Al.Furqan : 23 )Kontradiksi ini bisa dijawab dengan : Pertama, status hadits di atas adalah mersal yang diirsalkan oleh \\\\\\\`Urwah dan ia tidak menyebutkan sumber yang menyampaikan hadits kepadanya. Bila diibaratkan status hadits ini maushul maka yang terjadi dalam hadits adalah mimpi pada saat tidur yang tidak bisa dijadikan argumentasi. Barangkali yang dilihat Abbas dalam mimpi terjadi sebelum masuk Islam yang otomatis tidak bisa dijadikan hujjah juga. Kedua, jika hadits ini diterima, mungkin apa yang berkaitan dengan Nabi adalah kekhususan (pengecualian) dari firman Allah di atas dengan bukti kisah Abu Thalib di muka yang mendapat keringanan siksa dengan dipindahkan dari bagian neraka yang dalam ke bagian yang dangkal.\\\\\\\" Al Baihaqi berkata, \\\\\\\"Batalnya hadits di atas untuk orang-orang kafir maksudnya adalah bahwa mereka tidak mungkin menghindari neraka dan masuk surga. Boleh juga mereka mendapat keringanan siksa atas dosa selain kufur berkat perbuatan baik yang mereka lakukan. Al Qadli \\\\\\\`Iyadl berkata, \\\\\\\"Ijma\\\\\\\` telah sepakat bahwa amal perbuatan orang-orang kafir tidak memberi manfaat dan mereka juga tidak mendapat balasan kenikmatan serta keringanan siksa meskipun sebagian mereka mendapat siksaan yang lebih berat dari sebagian yang lain.\\\\\\\" Menurut saya pendapat Al Qadli \\\\\\\`Iyadl tidak menolak kemungkinan yang dikemukakan Al Baihaqi. Karena semua informasi yang terkait dengan ketidakmanfaatan amal perbuatan orang kafir berkaitan dwngan dosa kufur. Adapun dosa selain kufur maka faktor apakah yang menghalangi diringankannya siksa?. Al Qurthubi menyatakan bahwa keringanan siksa ini khusus untuk Abu Lahab dan orang yang disebut dalam nash. Ibnul Munir dalam Al Hasyiyah menegaskan bahwa dalam konteks ini terdapat dua persoalan. Pertama, sebuah kemustahilan, yaitu diperhitungkannya ketaatan orang kafir yang tetap dalam kekufurannya. Karena syarat ketaatan adalah harus terjadi dengan motif yang benar dan hal ini tadak ditemukan dalam orang kafir. Kedua, orang kafir diberi pahala atas sebagian amal semata-mata berkat karunia Allah. Jika masalah ini telah jelas maka tindakan Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah bukanlah sebuah perbuatan yang benilai ibadah yang diperrhitungkan. Boleh saja Allah memberinya karunia apa saja sebagaimana yang telah diberikan kepada Abu Thalib. Dalam konteks ini yang menjadi acuan dalam menetapkan dan menafikan adalah ketentuan langsung dari Allah (Tawqif). Menurut saya kelanjutan ucapan Ibnul Munir secara lengkap adalah : karunia di atas ada karena memuliakan seseorang yang mendapatkan perbuatan baik dari orang kafir dan sebagainya. Wallahu a\\\\\\\`lam. (Fathul Bari vol. IX hlm. 145). Adapun Al Hafidh Ibnu Katsir maka ia telah meriwayatkan hadits di atas dalam Al Bidayah wa Al Nihayah dan dalam komentarnya ia berkata, \\\\\\\"Karena ketika Tsuwaibah menyampaikan kabar gembira akan kelahiran keponakannya \\\\\\\"Muhammad\\\\\\\" ibnu Abdillah maka seketika itu juga Abu Lahab memerdekakan Tsuwaibah. Akhirnya tindakannya ini dibalas dengan keringanan siksa.\\\\\\\" Al Sirah Al Nabawiyyah vol. I hlm. 224. Sedang Al Hafidh Abdul Rahman Al Dibai Al Syaibani, penyusun Taisirul Wushul maka ia telah meriwayatkan hadits tentang dimemerdekakannya Tsuwaibah dalam sirahnya dan menegaskan, \\\\\\\"Saya katakan : \\\\\\\"Keringanan siksa terhadap Abu Lahab semata-mata karena memuliakan Nabi Saw sebagai mana hal yang sama diterima Abu Thalib, bukan karena telah memerdekakan budak berdasarkan firman Allah :وحبط ما صنعوا وباطل ماكانوا يعملون \\\\\\\"…….dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.\\\\\\\" Dari Hadaiqul Anwar fi Al Sirah vol 1 hlm 134. Adapun Al Hafidh Al Baghawi maka ia telah meriwayatkannya dalam syarh Al Sunnah vol IX hlm 76. Sedang Al Imam Al \\\\\\\`Amiri telah meriwayatkannya dalam Bahjatul Mahafil dan Al Asykhar pensyarahnya mengatakan, \\\\\\\"Ada versi yang menyatakan bahwa keringanan tersebut hanya khusus untuk Abu Lahab semata-mata demi memuliakan Nabi Saw sebagaimana Abu Thalib mendapat keringanan siksa berkat beliau Saw. Versi lain menebutkan bahwa tidak ada halangan bagi orang kafir mendapat keringanan siksa atas perbuatan baik yang ia lakukan.\\\\\\\" Syarh Al Bahjah vol. I hlm. 41. Adapun Al Suhaili maka ia telah meriwayatkannya dalam Al Raudl Al Anif fi Syarh Al Bahjah Al Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam dan mengatakan setelah mengutip hadits di atas, \\\\\\\"Abu Lahab mendapat manfaat dari tindakannya memerdekakan Tsuwaibah pada saat ia berada di neraka seperti halnya saudaranya Abu Tholib memperoleh manfaat dari pembelaannya terhadap Rasulullah. Abu Lahab adalah penghuni neraka yang paling ringan siksaannya. Telah dijelaskan dalam Bab Abi Thalib bahwa keringanan ini semata-mata hanya berkurangnya siksaan. Bila tidak dimaksudkan seperti ini maka seluruh amal perbuatan orang kafir itu hangus menurut kesepakatan bulat para ulama. Maksudnya hangus adalah ia tidak menemukan amal baiknya terdapat dalam timbangan amal dan amal baik itu tidak membuatnya masuk surga.\\\\\\\" Al Raudl Al Anif vol V hlm 192.KAJIAN PENUTUP Kesimpulannya, kisah dimerdekakannya Tsuwaibah adalah kisah popular dalam hadits dan sirah serta dikutip oleh para imam hadits yang kuat. Cukuplah sebagai bukti untuk menguatkan adanya kisah ini bahwa Al Bukhari telah mengutipnya dalam kitab shahih yang disepakati keagungan dan kedudukannya. Seluruh hadits musnad yang ada dalam kitab shahihnya disepakati berstatus shahih. Hingga hadits-hadits yang berstatus mu\\\\\\\`allaq dan mursal tidak lepas dari kategori diterima dan tidak mencapai taraf ditolak. Fakta ini diketahui oleh para ulama yang menggeluti kajian hadits dan mushthalah hadits dan mereka yang mengerti arti hadits mu\\\\\\\`allaq dan mursal serta memahami status hukum kedua hadits ini jika terdapat dalam kitab Shahih Bukhari. Jika anda berminat mengetahui hal di atas, simaklah literatur Mushthalah Hadits seperti Al Fiah Al Suyuthi dan Al \\\\\\\`Iraqi serta syarh keduanya, dan Tadrib Al Rawi.Para penyusun kitab-kitab ini menyinggung masalah di atas dan menjelaskan nilai hadits mu\\\\\\\`allaq dan mursal dalam Shahih Al Buhkari dan di mata muhaqqiqin keduanya diterima. Selanjutnya persoalan ini adalah bagian dari keutamaan-keutamaan, keistimewaan-keistimewaan dan kemuliaan-kemuliaan yang disebutkan para ulama dalam kitab-kitab khasais ( keistimewaan-keistimewaan ) dan sirah ( sejarah ) mereka. Mereka cenderung memberi kelonggaran dalam mengutipnya dan tidak menetapkan kriteria yang ditetapkan dalam hadits shahih sesuai dengan istilah yang berlaku. Jika kita menetapkan kriteria ini niscaya kita tidak mungkin menyebutkan sedikitpun sejarah Nabi baik pra maupun pasca diutusnya beliau. Padahal anda bisa melihat dalam kitab-kitab para huffadz yang menjadi acuan dan karya mereka menjadi pegangan dan dari mereka kita mengerti yang hadits dlo\\\\\\\`if yang boleh isebut dan tidak, kita menemukan kitab-kitab mereka sarat dengan hadits-hadits maqthu\\\\\\\` dan mursal serta informasi-informasi yang bersumber dari para dukun dan semisalnya menyangkut keistimewaan-keistimewaan Rasulullah. Karena hal tersebut termasuk hal-hal yang boleh disebutkan dalam konteks ini. Adapun statemen orang yang mengatakan bahwa hadits di atas kontradiksi dengan firman Allah :وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا \\\\\\\"Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu ( bagaikan ) debu yang beterbangan.\\\\\\\" ( Q.S.Al.Furqan : 23 )maka ini adalah statemen yang ditolak dengan pendapat yang telah dikemukakan para ulama dan dengan apa yang telah kami kutip dari mereka sebelumnya. Kesimpulan pembicaraan dalam persoalan di sini adalah bahwa ayat di atas itu menunjukkan bahwa amal perbuatan orang kafir itu tidak diperhittungkan. Dalam ayat tersebut juga tidak menunjukkan bahwa mereka sama dalam menerima siksaan serta bahwa sebagian mereka tidak ada yang mendapat keringanan siksa sebagaimana telah ditetapkan para ulama. Demikian pula ijma\\\\\\\` yang telah disebutkan Al Qadli \\\\\\\`Iyadl. Ijma\\\\\\\` tersebut mencakup semua orang kafir secara umum. Di dalamnya tidak mengandung kesimpulan bahwa Allah tidak memberikan keringanan siksa kepada sebagian mereka karena amal perbuatan yang telah dikerjakan. Karena itu Allah menciptakan neraka Jahannam beberapa tingkat dan orang munafik berada di tingkat paling bawah. Kemudian ijma\\\\\\\` ini ditolak oleh nash shahih. Dan ijma\\\\\\\` itu tidak sah jika berlawanan dengan nash sebagaimana dimengerti oleh para pelajar. Mengapa ditolak ? Karena telah terbukti dalam Al Shahih bahwa Rasulullah Saw ditanya, \\\\\\\"Apakah engkau memberikan sedikit manfaat untuk Abu Thalib karena ia telah melindungi dan membelamu ?\\\\\\\" \\\\\\\"Saya menemukannya di jahannam dalam kepedihan dan saya keluarkan ke bagian yang dangkal darinya,\\\\\\\" jawab Nabi. ( Hadits ). Demikianlah Abu Thalib mendapat manfaat dari tindakannya membela Nabi dan berkat pembelaannya beliau mengeluarkannya dalam kepedihan dalam neraka jahannam ke bagian dangkal darinya. Keringanan siksa yang diperoleh Abu Lahab juga termasuk kategori inidan tidak perlu diingkari. Hadits di atas menunjukkan bahwa ayat tersebut berlaku untuk mereka yang tidak memiliki amal yang menjadi faktor diringankannya siksaan. Ijma\\\\\\\` juga memberi kesimpulan demikian. Dalam hadits yang menjelaskan Abu Thalib yang disebutkan terdahulu, terdapat indikasi bahwa saat sekarang dan sebelum hari kiamat Nabi Saw selalu beraktivitas dalam urusan-urusan akhirat dan memberi syafaat kepada mereka yang memiliki keterikatan dengan beliau serta memberikan pembelaan. Adapun orang yang menyatakan bahwa hadits tersebut adalah mimpi dalam tidur yang tidak memberikan ketetapan hukum maka ia - semoga Allah menunjukkan kebenaran untuknya - tidak mampu membedakan antara hukum syari\\\\\\\`ah dan lainnya. Dalam masalah hukum syari\\\\\\\`ah ada perbedaan di antara para fuqaha\\\\\\\` apakah boleh mengambil hukum dan menshahihkan hadits berdasarkan mimpi Rasulullah dalam tidur atau tidak ? Adapun dalam bidang selain hukum syari\\\\\\\`ah maka menjadikan mimpi sebagai tendensi dalam tema di atas sama sekali bukan persoalan. Banyak para hafidh bertendensi dengan mimpi serta menyebutkan informasi yang ada dalam mimpi-mimpi kaum jahiliyyah pra diutusnya Rasulullah yang memperingatkan akan munculnya beliau dan bahwa beliau akan memberantas kemusyrikan dan sikap-sikap negatif mereka. Kitab-kitab sendiri sarat dengan informasi ini. Dan yang berada di garis depan adalah kitab Dalaailu Al Nubuwwah. Para hafidh juga menilai bahwa mimpi sebagai irhashat ( indikasi kenabian ) yang bisa dijadikan argumen dalam masalah irhashat tersebut. Seandainya tidak bisa dijadikan argumen, niscaya mereka tidak akan menyebut-nyebut atau membicarakan mimpi. Ucapan seseorang tentang mimpi \\\\\\\`Abbas bahwa mimpi itu bukanlah hujjah dan tidak bisa menetapkan hukum dan berita ( khabar ) adalah ucapan yang keluar dari praktek para imam dari kalangan huffadh dan kalangan lain. Maksud dari ucapan itu sekedar menakut-nakuti, tidak ada motif lain. Dan tidaklah demikian sikap orang yang mengkaji kebenaran. Sedang perkara yang sebenarnya hanya Allah semata yang mengetahui. Adapun orang yang mengatakan bahwa yang bermimpi dam memberi informasi adalah \\\\\\\`Abbas pada saat masih kafir sedang kesaksian dan informasi orang kafir tidak diterima, maka pandangan ini adalah pandangan yang ditolak dan tidak mengandung aroma keilmuan serta batil. Karena tidak ada seorang pun yang mengatakan bahwa mimpi termasuk dalam kategori kesaksian secara mutlak. Mimpi hanya masuk dalam kategori bisyarah ( informasi menggembirakan ). Maka tidak diperlukan syarat agama dan iman dalam masalah mimpi ini. Bahkan di dalam Al Qur\\\\\\\`an Allah menyebutkan mu\\\\\\\`jizat Nabi Yusuf dari mimpi raja Mesir penyembah berhala yang tidak mengerti agama samawi sama sekali. Meskipun demikian Allah menjadikan mimpi sang raja sebagai salah satu indikasi kenabian Yusuf AS dan keutamaannya. Allah juga menyebutkan mimpi sang raja bersama dengan kisah Yusuf. Seandainya mimpi itu tidak mengindikasikan apapun maka Allah tidak akan menyebutkannya. Karena mimpi itu mimpi orang musyrik penyembah berhala yang tidak ada gunanya sama sekali baik dalam mendukung atau menolak. Karena itu para ulama menyatakan bahwa saat tidur orang kafir bisa bermimpi bertemu Allah dan melihat sesuatu yang mengandung ancaman dan kecaman terhadapnya. Yang sangat ganjil adalah ucapan orang yang mengatakan bahwa mimpi \\\\\\\`Abbas terjadi pada saat masih kafir sedang kesaksian dan informasi dari orang-orang kafir tidak bisa diterima. Karena ucapan ini mengindikasikan ketidaktahuan tentang disiplin ilmu hadits. Sebab yang telah ditetapkan dalam mushthalahul hadits adalah bahwa sumber yang berstatus sahabat atau bukan jika menerima ( tahammul ) hadits waktu masih dalam kekafirannya lalu hadits itu ia riwayatkan sesudah masuk Islam maka hadits itu dapat diambil dan dipraktekkan. Silahkan lihat contoh dari hal ini dalam literatur-literatur mushthalahul hadits agar Anda dapat mengetahui betapa jauhnya orang yang melontarkan ucapan di atas dari ilmu dan sesungguhnya hanya hawa nafsulah yang mendorongnya untuk terlibat pembicaraan mengenai tema yang tidak ia kuasai.PENUTUP Kitab ini berisi tulisan saya tentang berbagai persoalan di atas guna menjelaskan persepsi tentang persoalan-persoalan tersebut. Apabila persepsi-persepsi itu benar maka saya alhamdulillah dan jika sebaliknya, maka sungguh saya hanyalah seorang manusia yang bisa benar dan salah. Semua ucapan kita bisa diambil dan ditolak kecuali ucapan junjungan yang ma’shum Muhammad Saw yang tidak berkata dengan dorongan hawa nafsu. Apa yang dikatakan beliau tidak lain kecuali wahyu. Saya berlindung kepada Allah dari berdebat, bertengkar, ilmu yang tidak memberi manfaat, do’a yang tidak terkabulkan dan dari hati yang tidak khusyu’. Saya berlindung kepada Allah dari segala keburukan, kejahatan, musibah, kemusyrikan dan bidah. Saya berlepas diri dari semua hal yang Rasulullah berlepas diri darinya dan menetapkan apa yang ditetapkan beliau. Saya memohon kepada Allah agar Dia menetapkan saya dalam sikap yang diambil Rasulullah hingga mati menjemputku sebagai pemeluk agama Islam, yang mengesakan Allah dan beriman kepada Allah di negara Allah dan di tengah-tengah kaum mu\\\\\\\`minin yang mengesakan Allah dan bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah, Muhammad utusan Allah semenjak Muhammad ibnu Abdillah datang membawa persaksian ini dan para sahabat beliau, pengikut beliau serta para pengikut-pengikut beliau dari kalangan imam salaf shalih - semoga Allah meridloi mereka – menempuh jalan tersebut, dalam naungan para imam tauhid dan dai-dai penyeru kebaikan dari para pemimpin kami yang agung. Semoga Allah membimbing para pemimpin untuk membela kebenaran dan dan menuntun mereka menuju kebaikan negara dan masyarakat. Segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kami Muhammad, semua keluarga dan shahabat beliau. Amiin…
0 Response to "( Mafahim Yajibu an Tushahhhah 5) PELESTARIAN KHULAFAURRASYIDIN TERHADAP CINCIN NABI SAW"
Post a Comment