Tanya Jawab seputar Aqidah: bersama Habib Zain bin Ibrahim Bin Sumaith Apa hukum orang yang memungkiri bahwa Nabi SAW memiliki keturunan, yang nasabnya dinisbahkan kepada beliau, dengan berhujjah pada ayat, “Muhammad itu bukanlah bapak bagi seseorang di antara kamu.” – QS Al-Ahzab (33): 40? Pendapat ini dan hujjah yang digunakannya tidak dapat dibenarkan sama sekali. Ayat tersebut sebenarnya turun hanya terkait perkara Zaid bin Haritsah RA, saat Nabi SAW mengangkatnya sebagai anak di waktu kecilnya. Beliau bersabda, “Zaid anakku, dia mewarisiku dan aku mewarisi darinya.” Oleh karena itu dia sempat dipanggil Zaid bin Muhammad. Kemudian Allah SWT melarang pengangkatan anak dan menggugurkannya serta menurunkan ayat terkait hal ini, “Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah.” – QS Al-Ahzab (33): 5. Lalu dia dipanggil dengan nama Zaid bin Haritsah. Begitu dewasa, Nabi SAW menikahkan Zaid dengan putri pamannya, Zainab binti Jahsy. Lalu Zaid menceraikannya. Begitu masa iddah Zainab berakhir, Nabi SAW meminangnya untuk beliau sendiri, dan Allah menikahkan beliau dengannya dari atas tujuh langit-Nya, “Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab).” – QS Al-Ahzab (33): 37. Sejumlah kaum munafiqin memperbincangkan kejadian ini dan mengatakan, “Muhammad menikahi istri anaknya, padahal ia melarang orang-orang melakukan itu!” Sebagai sanggahan terhadap mereka, Allah menurunkan, “Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tapi ia adalah utusan Allah dan penutup para nabi.” –QS Al-Ahzab (33): 40. Ulama sepakat, di antara kekhususan beliau SAW, cucu-cucu dari putri beliau dinisbahkan nasabnya kepada beliau dengan penisbahan yang shahih. Ini berdasarkan sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah menetapkan keturunan setiap nabi pada anak keturunannya dan menetapkan keturunanku pada anak keturunan Ali bin Abi Thalib.” Beliau SAW juga bersabda, “Setiap anak baginya sebagai keturunan dari ashabah (pangkal nasab)-nya kecuali dua anak Fathimah, sebab, akulah wali dan ashabah keduanya.” Apakah nisbah nasab kepada beliau SAW berguna di dunia dan akhirat, apa dalilnya? Ya, nisbah nasab kepada beliau SAW berguna di dunia dan akhirat. Dalil yang mendasari hal ini cukup banyak, di antaranya, sabda Nabi SAW, “Setiap nasab dan hubungan kekeluargaan (lantaran pernikahan) terputus pada hari Kiamat kecuali nasabku dan hubungan kekeluargaanku.” – Dari Ibnu Umar RA, disampaikan oleh Ibnu Asakir dalam kitabnya At-Tarikh (21: 67). Hadits ini menunjukkan kebesaraan manfaat adanya nisbah nasab kepada beliau SAW. Dalil lainnya adalah hadits yang disampaikan Ath-Thabarani dan lainnya dari satu hadits yang cukup panjang, Rasulullah SAW bersabda, “Setiap sebab dan nasab terputus pada hari Kiamat kecuali sebabku dan nasabku.” – Disampaikan oleh Ath-Thabarani dalam Al-Kabir (3: 44, 11: 343) dan dalam Al-Ausath (6: 357). Dan hadits riwayat Ibnu Mas’ud RA, dia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas mimbar, ‘Ada apa dengan orang-orang mengatakan bahwa keluarga Rasulullah SAW tidak berguna bagi kaumnya di hari Kiamat? Tentu, demi Allah, sesungguhnya keluargaku terjalin di dunia dan akhirat, dan sesungguhnya aku, wahai manusia, adalah yang mendahului kalian ke telaga surga’.” – Dari Abu Sa’id Al-Khudri RA, disampaikan oleh Ahmad (3: 18) dan lainnya. Apa makna sabda Nabi SAW yang terdapat dalam hadits shahih, “Hai Fathimah binti Muhammad, hai Shafiyyah binti Abdul Muththalib, hai Bani Abdul Muththalib, aku tidak berwenang bagi kalian dari Allah sedikit pun.” – Dari Aisyah RA, disampaikan oleh Muslim (205) dan lainnya, dan hadits-hadits lain semacam ini? Ulama, semoga Allah melimpahkan manfaat kepada kita lantaran mereka, mengatakan bahwasanya tidak ada kontradiksi antara hadits tersebut dan hadits-hadits yang mengungkapkan keutamaan keluarga beliau SAW. Makna hadits tersebut, Nabi SAW tidak memiliki kewenangan apa pun dari (kewenangan yang dimiliki) Allah bagi seseorang, baik bahaya atau manfaat, tetapi Allah membuat kerabat beliau mendapatkan kewenangan itu, bahkan seluruh umat beliau mendapatkan syafa’at umum dan khusus. Dengan demikian, beliau tidak memiliki kewenangan kecuali yang ditetapkan Allah SWT menjadi kewenangan beliau. Demikian pula sabda beliau SAW, “Aku sama sekali tidak dapat menjamin kalian di hadapan Allah.” – Dari Abu Hurairah RA, disampaikan oleh Muslim (205) dan lainnya. Maksudnya “hanya dengan diriku”, tanpa syafa’at atau ampunan lantaran aku dan semacamnya, yang dianugerahkan Allah kepadaku. Rasulullah SAW mensinyalir hal ini dalam sabdanya, “Hanya saja kalian memiliki keluarga yang akan terjalin hubungannya.” Maksudnya, aku akan menyambung hubungan kekeluargaan dengan jalinannya. Ini terkait dengan posisi yang mengkhawatirkan bagi mereka lantaran beliau menyatakan tidak dapat menjamin mereka, namun kemudian disertai sinyalemen adanya hak keluarga beliau. Dalam hadits-hadits Nabi SAW yang sahih dinyatakan, nisbah nasab keluarga beliau kepada beliau SAW berguna bagi mereka di dunia dan akhirat. Di antaranya adalah sabda beliau SAW, “Fathimah adalah bagian dariku, aku marah terhadap apa yang membuatnya marah, dan aku senang terhadap apa yang membuatnya senang, dan sesungguhnya nasab-nasab terputus pada hari Kiamat selain nasabku, sebabku, dan hubungan kekeluargaanku.” – Disampaikan oleh Imam Ahmad (4: 323), Al-Hakim (3: 172), dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra (7: 64) dengan redaksi, “Aku geram terhadap apa yang membuatnya geram.” |
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Kerabat Dunia-Akhirat "
Post a Comment