Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith - Madina
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith Ulama Sunni Madinah Kelahiran Jakarta
Selama
 ini, masyarakat kita dikenal berwatak paternalistik. Maka tak heran 
jika dalam keseharian mereka, terutama dalam hal amaliah agama,  warga 
nahdliyin tak bisa lepas dari sosok yang disebut ulama. Sebagai 
 
 panutan, mereka tak hanya berasal dari pribumi, tetapi juga ulama asal Timur Tengah, yang biasa disebut Habib atau Sayyid.
 
 Hubungan antara nahdliyin dengan habaib begitu eratnya, hingga pada 
sebagian masyarakat penghormatan kepada mereka melebihi penghormatan 
kepada ulama pribumi. Selain kapasitas keilmuan, ini tak lain karena 
 
 faktor geneologis, bahwa mereka adalah keturunan Rasulullah SAW.
 
 Sepeninggal Sayyid Muhammad bin Alwi bin Abbas al-Maliki (Mekah), figur
 habaib Timur Tengah seakan punah. Tetapi ternyata tidak. Sebut saja 
Habib Umar bin Hafidz bin Syekh Abu Bakr bin Salim asal Hadramaut, yang 
 
 tak jarang datang ke negara kita demi menularkan ilmunya, di samping 
mengobati kerinduan warga ahlus sunnah wal-jama’ah di Tanah Air kepada 
ulama besar Timur Tengah.
 
 Selain Habib Umar, terdapat seorang 
habib yang kini tinggal di Madinah. Habib Zain Ibrahim namanya, bermarga
 (fam) Sumaith. Siapa sangka ulama 
  kesohor di Tanah Haram itu kelahiran Indonesia?
 
 Nama dan Nasabnya
 
 
Beliau adalah al-Allamah al-Muhaqqiq al-Faqih al-'Abid az-Zahid 
al-Murabbi ad-Da'i ilallah, as-Sayyid al-Habib Abu Muhammad Zain bin 
Ibrahim bin Zain bin Muhammad bin Zain bin Abdurrahman bin Ahmad bin 
Abdurrahman bin Ali bin Salim bin Abdullah bin Muhammad Sumaith bin Ali 
bin Abdurrahman bin Ahmad bin Alwy bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwy 
('Ammul al-Faqih al-Muqqadam) bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali 
Qatsam bin Alwy bin Muhammad bin Alwy Ba'Alawy bin 'Ubaidullah bin Ahmad
 al-Muhajir bin Isa Ar-Rummi bin Muhammad An-Naqib bin Ali al-'Uraidhi 
bin Ja'far Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein
 As-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib dan Sayidah Fathimah binti Rasulullah 
SAW.
 
 Habib Zain lahir di ibukota Jakarta pada tahun 1357 H/1936
 M. Ayahnya Habib Ibrahim adalah ulama besar di bumi Betawi kala itu, 
selain keluarga, lingkungan tempat di mana mereka tinggal pun boleh 
dikatakan sangat religius.
 
 Sejak kecil Habib Zain sudah 
mengenal agama dengan baik, baik ilmu pengetahuan maupun amaliah 
sehari-hari. Mengetahui Habib Zain memiliki kelebihan dibanding saudara-
 saudara lainnya, ayahnya memberikan pendidikan ekstra. Tak hanya ilmu, 
akhlak pun ditekankan pada diri Habib Zain. 
 
 Belajar dan Guru-gurunya
 
 Mengunjungi para ulama contohnya. Seperti diketahui, mengunjungi (dalam
 bahasa Jawa: sowan) sudah menjadi tradisi bagi sebagian umat Islam, 
seperti Jawa dan Arab asal Hadramaut Yaman. Tak sekadar silaturahmi, 
tapi yang diharapkan adalah berkah doa dari mereka, para ulama. Sowan 
inilah yang dijadikan salah satu mediasi oleh Habib Ibrahim dalam 
mendidik Habib Zain. Dari rasa cinta dan hormat (mahabbah dan ta’ dzim),
 lalu muncul pada diri Habib Zain rasa ingin menjadi seperti mereka, 
paling tidak meneladani perilaku mereka. Sejak itu, Habib Zain mengais 
ilmu dari ulama-ulama Betawi. Di waktu beliau masih kecil, ayahnya suka 
membawanya ke Majelis Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad, salah satu 
pemuka kalangan saddah 'Alawiyyin yang bermukim di Bogor (Beliau 
dimakamkan di kubah gurunya Al-Habib Abdullah bin Mukhsin al-Aththas, 
Mesjid An-Nur, Empang Bogor). Beliau menghadiri maulud yang biasa 
diadakan di rumah Habib Alwy setiap ashar di hari Jum'at. Habib Alwi 
terhitung guru pertama dalam kehidupan beliau. Selain Habib Alwi, masa 
kecil Habib Zain banyak dihabiskan untuk menimba ilmu kepada Habib Ali 
bin Abdurrahman al- Habsyi (Kwitang, dekat Pasar Senen Jakarta Pusat). 
Di sini, Habib Zain paling tidak hadir seminggu sekali, mengikuti majlis
 rutin yang digelar tiap Ahad pagi. Selanjutnya, pada usia empat belas 
tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke Hadramaut, tepatnya 
kota Tarim.
 
 Guru-gurunya al-habib Zain bin Ibrahim bin Smith diantaranya adalah :
 
 *al-Habib Alwy bin Muhammad bin Thohir al-Hadad
 
 *Habib Muhammad bin Salim bin Hafizh, 
 
 *Habib Umar bin Alwi al-Kaf, 
 
 *Al-Allamah Al-Sheikh Mahfuz bin Salim, 
 
 *Sheikh Salim Said Bukayyir Bagistan, 
 
 *Habib Salim bin Alwi Al-Khird, 
 
 *Habib Ja’far bin Ahmad Al-Aydrus, 
 
 *Habib Muhammad bin Abdullah Al-Haddar (mertuanya).
 
 *Habib Ibrahim bin Umar bin Aqil
 
 *Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas
 
 *Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl 
 
 *Habib Muhammad bin Hadi Assaqof, 
 
 *Habib Ahmad bin Musa Al-Habsyi, Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, 
 
 *Habib Umar bin Ahmad bin Smith, 
 
 *Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, 
 
 *Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assaqof dan 
 
 *Habib Muhammad bin Ahmad Assyatiri
pada
 usia empat belas tahun (1950), ayahnya memberangkatkan Habib Zain ke 
Hadramaut, tepatnya kota Tarim. Di bumi awliya’ itu Habib Zain tinggal 
di rumah ayahnya yang telah lama ditinggalkan.
 
 Menyadari 
mahalnya waktu untuk disia-siakan, Habib Zain berguru kepada sejumlah 
ulama setempat, berpindah dari madrasah satu ke madrasah
 
 
lainnya, hingga pada akhirnya mengkhususkan belajar di ribath Tarim. Di 
pesantren ini nampaknya Habib Zain merasa cocok dengan keinginannya.
 
 Di sana ia memperdalam ilmu agama, antara lain mengaji kitab ringkasan 
(mukhtashar) dalam bidang fikih kepada al-'Allamah al-Habib Muhammad bin
 Salim bin Hafidz, ayahnya al-Habib Umar bin Hafizh Darul 
Musthafa-Tarim, di bawah asuhan al-Habib Muhammad pula, Habib Zain 
berhasil menghapalkan kitab fikih buah karya Imam Ibn Ruslan, “Zubad”, 
dan “Al-Irsyad” karya Asy-Syarraf Ibn Al-Muqri yang beliau hafal sampai 
bab Jinayat.
 
 Tak cukup di situ, Habib Zain belajar kitab 
“Al-Minhaj” yang disusun oleh Habib Muhammad sendiri, menghapal 
bait-bait (nazham) “Hadiyyah
 
 As-Shadiq” karya Habib Abdullah bin Husain bin Thahir dan lainnya.
 
 Dalam penyampaiannya di Tarim beliau sempat berguru kepada sejumlah 
ulama besar seperti Habib Umar bin Alwi Al-Kaf, kepadanya beliau membaca
 kitab "Mutammimah al-Ajurumiyah", menghapal kitab "Alfiyyah" karya Ibnu
 Malik, dan mulai mempelajari syarah kitab itu padanya.
 
 Beliau 
menimba ilmu Fiqih dari al-Allamah asy-Syaikh Mahfuzh bin Salim 
az-Zubaidi dan dari seorang syaikh yang Faqih Syekh Salim Sa’id
 
 Bukhayyir Baghitsan. Beliau juga membaca kitab "Mulhah al-I'rab" karya 
al-Hariri dengan Habib Salim bin Alwi Al-Khird. Dalam ilmu ushul, beliau
 mengambil dari Syekh Fadhl bin Muhammad Bafadhl dan al-Habib 
Abdurrahman bin Hamid As-Sirri, kepada mereka berdua, beliau juga 
membaca kitab matan "al-Waraqat". Beliau juga menghadiri majelis-majelis
 al-Habib Alwi bin Abdullah Shihabuddin dan rauhah-nya, juga 
pelajaran-pelajaran  di Ribath, dan majelis Syaikh Ali bin Abu Bakar 
as-Sakran.
 
 Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ja’far bin Ahmad
 Al-Aydrus, dan sering pulang pergi ke tempatnya. Beliau mendapatkan 
banyak ijazah darinya. Beliau juga menimba ilmu dari Habib Ibrahim bin 
Umar bin Agil dan Habib Abubakar Attos bin Abdullah Al-Habsyi. Kepadanya
 beliau membaca kitab al-Arba'in karya Imam al-Ghazali. Guru-gurunya 
memuji karena kelebihannya dibanding lainnya, juga karena adab, 
perilaku, dan akhlaknya yang baik.
 
 Selain menimba ilmu di sana 
Habib Zain banyak mendatangi majlis para ulama demi mendapat ijazah, 
semisal Habib Muhammad bin Hadi As-Saqqaf,
 
 Habib Ahmad bin Musa
 Al-Habsyi, al-Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki, Habib Umar bin Ahmad bin 
Sumaith, Habib Ahmad Masyhur bin Thaha Al-Haddad, Habib Abdul Qadir bin 
Ahmad Assaqof, al-Habib al-Murabbi Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan 
Habib Muhammad bin Ahmad asy-Syatiri. Melihat begitu banyaknya ulama 
yang didatangi, dapat disimpulkan, betapa besar semangat Habib Zain 
dalam rangka merengkuh ilmu pengetahuan agama, apalagi melihat lama 
waktu beliau tinggal di sana, yaitu kurang lebih delapan tahun.
 
 al-Habib Muhammad al-Haddar, al-Habib Hasan bin Abdullah asy-Syatiri dan al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith (ki-ka)
 
 Kemudian salah seorang gurunya bernama Habib Muhammad bin Salim bin 
Hafidz menyarankannya pindah ke kota Baidhah, salah satu wilayah pelosok
 bagian negeri Yaman sebelah selatan, untuk mengajar di rubath sekaligus
 berdakwah. Ini dilakukan menyusul permohonan mufti Baidhah, Habib 
Muhammad bin Abdullah Al-Haddar.
 
 Dalam perjalanan ke sana, 
Habib Zain singgah dulu di kediaman seorang teman dekatnya di wilayah 
Aden, Habib Salim bin Abdullah Assyatiri, yang saat itu menjadi khatib 
dan imam di daerah Khaur Maksar, disana Habib Zain tinggal beberapa 
saat. Selanjutnya Habib Zain melanjutkan perjalanannya di Baidhah, Habib
 Zain pun mendapat sambutan hangat dari sang tuan rumah Habib Muhammad 
Al-Haddar, di sanalah untuk pertama kali ia mengamalkan ilmunya lewat 
mengajar.
 
 Habib Zain menetap lebih dari 20 tahun di Rubath 
Baidha’ menjadi khadam ilmu kepada para penuntutnya, beliau juga menjadi
 mufti dalam Mazhab Syafi’i. Beliau merupakan tangan kanan Habib 
Muhammad al-Haddar. Selama di rubath Baidha, beliau benar-benar 
berjuang, beribadah dan menempa diri dengan kesungguhan dan keseriusan 
dalam Muthala'ah (mengkaji) kitab-kitab tafsir, hadist, fiqih, dan 
lain-lain, juga membaca kitab-kitab salaf. Beliau memiliki semangat yang
 tak kenal lelah dan jemu dalam mengajar, mendidik murid-murid, dan 
membimbing mereka yang kurang pandai.
 
 Beliau memilki kedudukan 
tersendiri di sisi gurunya al-Habib Muhammad al-Haddar. Sehingga bila 
suatu persoalan ilmiah diajukan kepada Habib Muhammad dan sudah dijawab 
oleh Habib Zain maka Habib Muhammad mengatakan, "Jika Habib Zain telah 
menjawab maka tidak perlu lagi ada komentar". Begitulah penilaian 
gurunya karena sangat percaya dengan keilmuan al-Habib Zain bin Sumaith.
 
 Setelah itu beliau berpindah ke negeri Hijaz diminta untuk membuka 
rubath Sayyid Abdurrahman bin Hasan al-Jufri di Madinah. Beliau 
berangkat pada bulan Ramadhan tahun 1406 H. , Habib Zain telah 
bersama-sama dengan Habib Salim asy-Syatiri menguruskan Rubath di 
Madinah selama 12 tahun, Setelah itu Habib Salim pindah ke Tarim 
Hadhramaut untuk menguruskan Rubath Tarim.
 
 Habib Zain di 
Madinah diterima dengan ramah, muridnya banyak dan terus bertambah, 
dalam kesibukan mengajar dan usianya yang juga semakin meningkat, 
keinginan untuk terus menuntut ilmu tidak pernah pudar. Beliau mendalami
 ilmu Usul daripada Sheikh Zaidan Asy-Syanqiti Al-Maliki, seorang yang 
sangat alim dan ahli ushul fiqih. Kepadanya beliau membaca kitab 
at-Tiryaq an-Nafi' 'ala Masail Jami'ul Jawami karya Imam Abu BAkar bin 
Syahab, Maraqi as-Su'ud karya Syarif Abdullah al-Alawi asy-Syanqithi 
yang merupakan kitab matan lanjutan dalam ilmu ushul fiqih. 
 
 
Habib Zain terus menyibukkan diri menuntut dengan Al-Allamah Ahmaddu bin
 Muhammad Hamid Al-Hasani asy-Syanqithi dalam ilmu bahasa dan 
Ushuluddin. Kepadanya beliau membaca Syarh al-Qath, sebagian Syarh 
Alfiyyah karya Ibnu 'Aqil, Idha'ah ad-Dujunnah karya Imam al-Maqqari 
dalam akidah, as-Sullam al-Munauraq karya al-Imam al-Akhdari, Isaghuji 
karya al-Imam al-Abhari, Itmam ad-Dirayah li Qurra an-nuqayah karya Imam
 Suyuthi, al-Maqshur wa al-Mamdud dan Lamiyah al-Af'al, keduanya karya 
Ibnu Malik, jilid pertama kitab Mughni al-Labib karya Ibnu Hisyam, dua 
kitab ilmu shorof, Jauhar al-Maknun dalam ilmu balaghoh. Syaikh Ahmaddu 
memuuji Habib Zain karena semangat besar dan kesungguhannya dalam 
menuntu ilmu. Dan kebanyakan membaca kepadanya di Masjid Nabawi yang 
mulia.
 
 Selama masa ini Habib Zain sering melakukan 
perjalanan-perjalanan yang diberkahi ke sejumlah negeri Islam untuk 
berdakwah serta menjumpai para ulama dan para wali. Beliau mengunjungi 
Syam, Indonesia, Malaysia, Afrika dan lain-lain.
 
 Allah SWT 
memberi anugerah kepadanya, yaitu mudah diterima orang dan kewibawaan 
dalam penampilannya. Habib Zain seorang yang tinggi kurus. Lidahnya 
basah, tidak henti berzikrullah. Tasbih hampir tidak pernah berpisah 
dengan tangannya. Selalu mengenakan sorban putih, dan mengenakan sarung 
dan pakaian sebagaimana kebiasaan para salaf di Hadramaut.
al-Habib
 Zain memilki pengaturan khusus dalam wirid, zikir pengaturan khusus 
dalam wirid, zikir dan ibadahnya. Beliau sentiasa menghidupkan malamnya.
 Di waktu pagi Habib Zain keluar bersolat Subuh di Masjid Nabawi. Beliau
 beriktikaf di Masjid Nabawi sehingga matahari terbit, setelah itu 
beliau menuju ke Rubath untuk mengajar. Majlis Rauhah digelar setelah 
asar hingga waktu maghrib tiba. Lalu beliau melanjutkan mengajar hingga 
menjelang Isya. Setelah itu, pergi ke Masjid Nabawi untuk melakukan 
shalat Isya dan berziarah ke makam datuknya yang mulia dan agung, 
Rasulullah SAW.
 
 Di antara hasil karya tulis beliau :
 
 
*al-Manhaj as-Sawiy, Syarh Ushul Thariqah as-Sadah al-Ba'Alawi. Kitab 
terpenting di antara beliau, menjelaskan mengenai thariqah Alawiyyah.
 
 *Al-Fuyudhat ar-Rabbaniyyah Min Anfas as-Sadah al-'Alawiyyah. Kitab 
Tafsir maknawi yang tipis dan menghimpun ucapan Sadah al-Alawiyyin dalam
 kumpulan ayat al-Qur'an dan Hadist Nabi.
 
 *Hidayah ath-Thalibin Fi Bayan Muhimmat ad-Din. kitab Syarh hadist perbincangan antara Jibril.as dan Rasulullah SAW.
 
 *Al-Ajwibah al-Ghaliyah Fi 'Aqidah al-Firqah an-Najiyah. Menjelaskan 
menganai keyakinan orang-orang yang menyimpang dalam bentuk tanya jawab.
 
 *al-Futuhat 'Aliyyah Fi al-Khutbah al-Mimbariyyah. Merangkum ceramah-ceramah beliau
 
 *HAadayah az-Zairin ila Ad'iyah az-Ziyarah an-Nabawiyyah wa Masyahid 
as-Shalihin. Kumpulan doa para salaf yang diucapkan ketika ziarah Nabi 
dan kuburan-kuburan di Haramain dan Hadhramaut.
 
 *Majmu'. Kitab manfaat yang bertebaran dalam hukum, doa,dan adab.
 
 *Fatawa al-Fiqhiyah. Mengenai fatwa-fatwa fiqih
 
 *Tsabat Asanidah wa Syuyukhah. Bentuk naskah berisi sanad dan para gurunya
 
 Semoga menjadi keberkahan bagi kita semua di dunia dan akhirat 
berkumpul dengan ulama-ulama Allah dan menjadi penegak panji-panji 
Sayyiduna wa Maulana Muhammad S.A.W. dan kelak mendapat syafa'at dari 
Nabi kita termulia dan dari Ulama-Ulama Allah SWT.
 
 Amiin Amiin Yaa Robbal Alamiin…..
 
 Rauhah adalah majelis di mana seorang Syaikh berkumpul dengan 
murid-muridnya di luar waktu belajar, biasanya diadakan sore hari. Dalam
 kesempatan ini, mereka membaca kitab-kitab akhlak, manaqib atau adab. 
Tujuannya adalah bersantai dan bersenang-senang dengan sesuatu yang 
bermanfaat. Majelis rauhah biasanya diakhiri dengan pembacaan Nasyid 
yang indah, kemudian ditutup dengan doa dan pembacaan Surah al-Fatihah.
 
 Amalan ijazah yang ana dptkan dari sayidil walid hb.alwi bin muhammad 
bin yahya yang di dpt lsg oleh oleh al habib zein bin ibrohim bin smith 
pd peringatan khoul al habib ahmad bin abdullah bin thalib al athost 
sapuro pekalongan jawa tengah bbrp tahun yang lalu :
 
 
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اَللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِِ             
                                                                       
 «¤ Assholatu was salaamu alaika yaa sayidi yaa rosulallah qollat hiylatiy adrikniy .
 
 « ¤ Assalamu alaika ayyuhan nabiyu.  warahmatullah wabarakatuh.
  
 « ¤ Ana fi jahii rasulillahi shollallahu alaihi wassalam.                                                                   
  Artinya : Semoga rahmat Keagungan dan keselamatan tercurah atas dirimu
 wahai tuan ku wahai utusan Allah.,sebenarnya sudah habis daya upayaku 
pertautkanlah hatiku dgn mu.                                            
    Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan mudah mudahan rahmat Allah 
serta keberkahan tercurah atasmu.                                    
Saya berada di bawah Kedudukan Rasulullah Saw, ( minta di beri Ke 
istimewaan Rasulullah Saw ). Tiap " bacaan d bc sebanyak 116x. D baca 
setiap ba'da sholat 5. Waktu. Atau tiap " hari jum'at .
 
 Silahkan bagi siapa saja yang akan mengamalkan shalawat tsb .
 
 Semoga bermanfaat....



0 Response to "Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith - Madina"
Post a Comment