Kisah percakapan, atau lebih tepat dikatakan perdebatan antara mahluk Allah yang bernama bumi dan langit juga menjadi salah satu sebab Allah memperjalankan dan mengundang Nabi SAW untuk menembus langit demi langit untuk langsung menghadap kepada-Nya. Percakapan yang sifatnya membanggakan diri ini mungkin mirip dengan kebanggaan Iblis ketika ia menolak perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam AS, “Saya lebih baik daripada dia…dst…!!”
Perbedaan mendasarnya, kalau Iblis membanggakan dzat dan amal kebaikan dirinya yang dengan itu ia menolak perintah Allah untuk bersujud kepada Nabi Adam, sebagai bentuk penghormatan, bukan peribadatan. Sedangkan kebanggaan langit dan bumi, sebagai bentuk syukur atas karunia dan kelimpahan yang diberikan Allah kepadanya. Karena itulah iblis menuai laknat dan kutukan Allah hingga hari kiamat tiba akibat kebanggaannya yang berlebihan, sementara Allah justru menambah karunianya kepada langit, yang kalah dalam perdebatannya dengan bumi.
Semua itu berawal ketika bumi membanggakan dirinya kepada langit, “Aku lebih baik daripada dirimu, karena Allah menghiasi aku dengan berbagai negeri, lautan, sungai-sungai, pohon-pohon, gunung-gunung dan lain-lainnya.”
Langit berkata kepada bumi, “Justru aku yang lebih baik dari dirimu, Allah telah menghiasi diriku dengan matahari, bintang-bintang, bulan, cakrawala, planet-planet dan lain sebagainya.”
Bumi berkata lagi, “Padaku terdapat rumah (Baitullah, Ka’bah) yang selalu dikunjungi oleh para Nabi, para Rasul, para wali dan orang-orang mukmin secara umum, dan mereka selalu berthawaf kepadanya!!”
Langit tidak mau kalah, ia berkata, “Padaku ada Baitul Ma’mur, di mana para malaikat selalu berthawaf kepadanya. Padaku juga terdapat surga, yang merupakan tempat ruh para Nabi, ruh para Rasul, ruh para wali dan semua ruh orang-orang yang saleh!!”
Bumi berkata lagi, “Sesungguhnya pimpinan para rasul dan penutup para nabi, Kekasih Allah, Tuhan semesta alam, seorang rasul yang paling mulia dari segala yang ada, Muhammad SAW, yang semoga salam dan penghormatan selalu terlimpah kepadanya, ia tinggal dan menetap pada diriku, dan ia menjalankan syariatnya di atas punggungku!!”
Mendengar perkataan bumi yang membanggakan akan keberadaan Nabi SAW pada dirinya, langit tidak bisa memberikan argumentasi tandingan yang sepadan. Ia tahu bahwa Nabi SAW adalah mahluk termulia dan yang paling dicintai oleh Allah, dan faktanya tidak pernah sekalipun Nabi SAW menjejakkan kaki pada dirinya, apalagi membuat aktivitas-aktivitas yang membekas dan memberi kesan tersendiri pada beliau. Langit hanya terdiam, merasa kalah dan terpojok dengan dibandingkan posisi bumi.
Tetapi kemudian langit menghadapkan diri kepada Allah dan berdoa, “Ya Allah, Engkau selalu mengabulkan segala permintaan hamba-hamba-Mu yang dalam keadaan terdesak atau terjepit. Ya Allah, saat ini aku adalah hamba-Mu yang dalam keadaan terdesak dan tidak dapat memberikan jawaban yang sepadan kepada bumi!!”
Allah memperkenankan doa langit tersebut. Saat itu adalah tanggal duapuluh tujuh Rajab, Allah berfirman, “Wahai Jibril, hentikan dahulu tasbihmu pada malam ini!! Wahai Izrail, pada malam ini janganlah engkau mencabut ruh terlebih dahulu!!”
Jibril berkata, “Ya Allah, Apakah kiamat telah tiba masanya!!”
Memang, Jibril dan malaikat-malaikat lainnya tidak akan pernah berhenti melantunkan Tasbih kepada Allah, apapun keadaannya, kecuali jika hari kiamat telah tiba. Allah berfirman lagi, “Tidak, wahai Jibril, tetapi pergilah engkau ke surga, bawalah salah satu buraq di sana dan bawalah Muhammad datang menghadap-Ku malam ini!!”
Jibril segera memenuhi perintah Allah, ia datang ke surga dan dan melihat empatpuluh ribu Buraq sedang merumput di padang rumput surga, pada kening-kening buraq itu tertulis nama Muhammad SAW. Tampak satu buraq menunduk dan air matanya terus mengalir, tidak merumput seperti yang lainnya. Jibril menghampirinya dan berkata, “Apa yang terjadi dengan dirimu, wahai buraq!!”
Buraq itu berkata, “Wahai Jibril, sejak empatpuluh tahun yang lalu aku mendengar nama Muhammad SAW, dan hatiku terbakar rindu untuk bisa bertemu dengannya. Kerinduan itu begitu meliputiku sehingga aku tidak bisa lagi makan dan minum, kecuali aku telah bertemu dengan beliau!!”
Jibril tersenyum dan berkata, “Aku akan menyampaikan dirimu kepada orang yang selama ini kamu rindukan. Malam ini juga engkau akan bertemu dengan Muhammad SAW!!”
Kemudian Jibril memasang pelana dan tali pengikat dari sutera surga pada buraq itu dan membawanya turun ke bumi. Setelah selesainya peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi SAW, langit bisa memberikan argumentasi kepada bumi dan ia merasa kedudukannya cukup sejajar dengan bumi.
0 Response to "Sebuah Kisah di Balik Isra’ Mi’raj Nabi SAW "
Post a Comment