Masjid Luar Batang termasuk masjid terkenal di Jakarta. Tiap hari ratusan orang mendatangi masjid yang terletak di Pasar Ikan, Jakarta Utara. Tiap malam Jumat pengunjung mencapai ribuan. Mereka datang dari berbagai tempat di Indonesia, untuk berziarah ke makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (wafat 1756) yang terletak di dalam masjid tersebut. Para peziarah juga datang dari Singapura, Malaysia dan Brunei Daraussalam.
Habib Umar bin Hafiz bin Syechbubakar, pendiri Pesantren Darul Mustafa di Tarim, Hadramaut, tiap tahun bila ke Jakarta tidak melewatkan untuk berziarah ke Luar Batang. Lebih dari seribu pelajar Indonesia berguru kepadanya di Hadramaut. Susuhunan dari Surakarta pada awal abad ke-20 juga pernah berziarah ke Luar Batang disertai sejumlah kerabatnya.
Menurut sejahrawan Syafaruddin Usman MHD dari Pontianak, pada peta-peta Batavia abad ke-19, Masjid Luar Batang terkadang ditulis heiling graf, artinya masjid keramat. Masjid ini terletak di sebelah Utara tembok kota lama Batavia, dan tidak berjauhan dengan gudang rempah-rempah VOC yang kini menjadi Museum Bahari. Luar Batang artinya daerah di Luar Batang (groote boom), yang menutup Pelabuhan Sunda Kalapa pada malam hari.
Turis Tionghoa
Masih menurut Syafarudin, sejarah Masjid Luar Batang belum dapat disusun dengan jelas, antara lain karena sumber-sumber historis yang tersedia bertentangan dengan pandangan umum sekarang, dan kurang lengkap. Berita tertua berasal dari seorang turis Tionghoa, yang menulis bahwa pada 1736 ia meninggalkan Batavia dari shengmu gang, artinya pelabuhan makam keramat, yaitu Pelabuhan Sunda Kalapa sekarang.
Pada 1916 telah dicatat di atas pintu masjid, bahwa gedung ini selesai dibangun pada 20 Muharam 1152 H atau 29 April 1739. Arah kiblat masjid ini semula kurang tepat dan ditentukan agar lebih pas oleh Syech Muh Arshad al Banjari (wafat 1812) ketika singgah dalam perjalanan pulang dari Hejaz (Arab Saudi). Karena itu, ada penulis seperti H Abubakar Atjeh yang beranggapan semula ruang masjid ini adalah bekas rumah kediaman orang yang kemudian digunakan sebagai mushola atau masjid.
Pada makam Habib Husein Alaydrus tertulis, Habib Husein bin Abubakar bin Abdillah Alaydrus wafat pada hari Kamis 27 Ramadhan 1169 H bersamaan 24 Juni 1756. Batu ini dibuat antara tahun 1886 dan 1916. Sebab, LWC Van Den Berd dalam buku yang termasyhur tentang orang Hadramaut menyebut bahawa Habib Husein baru wafat tahun 1798.
Koran Bataviaasche Courant, pada 12 Mei 1827, memuat suatu karangan tentang Masjid Luar Batang. Dicatat dalam tulisan ini bahwa Habib Husein meninggal kurang lebih pada tahun 1796, setelah lama berkhotbah dan menyiarkan Islam di Surabaya dan Batavia.
Masih menurut harian berbahasa Belanda itu, pada 1812 makamnya dikelilingi batu dan masih terletak di luar gedung masjid sampai 1827. Rupanya pada waktu itu, derma tidak lagi diterima oleh komandan (semacam lurah) daerah Luar Batang, tetapi dinikmati oleh pengurus masjid sehingga tempat ibadah ini bisa diperluas.
Menurut koran Belanda itu, Kramat Luar Batang adalah daerah yang termasyhur di Batavia. Habib Husein meninggal di rumah Komandan Abdul Raup dan dimakamkan di samping masjid yang sudah ada. Di lain pihak suatu masjid (bukan surau) telah dicatat pada peta yang dibuat CF Reimer pada tahun 1788. Dengan menyebutkan sebuah makam keramat yang banyak diziarahi di kota tua Batavia.
Reputasi
Dalam bukunya yang terkenal tentang Hadramaut, LWC Van Den Berg, pada tahun 1886, menulis mengenai Habib Husein, “Cendekiawan Hadramaut pertama adalah Sayid Husein bin Abubakar Alaydrus, yang meninggal pada 1798, setelah mengajar selama bertahun-tahun. Segera setelah ia wafat, ia memperoleh reputasi sebagai keramat. Di atas makamnya di Luar Batang, dekat Muara Kali Batavia, telah didirikan sebuah masjid besar, yang kini menjadi pusat ziarah nusantara. Tidak hanya golongan pribumi, namun juga Cina campuran dan Indo Belanda berziarah untuk memohon keberhasilan dalam usaha mereka.
Menurut cerita, Habib Husein pernah meramalkan nasib baik seorang pemuda Belanda yang kemudian benar-benar menjadi pejabat tinggi, sehingga dia diberi hadiah sebidang tanah, tempat kemudian ia dimakamkan. Beliau meninggal dalam usia 40 tahun. Dahulu, banyak jamaah haji (masih menggunakan kapal laut) setibanya dari Tanah Suci di pelabuhan Tanjung Priok terlebih dulu berziarah ke makamnya. Demikian pula warga betawi saat memberi nama pada bayinya terlebih dulu berziarah ke makam almarhum.
Untuk mendatangi Luar Batang saat ini, kita harus menyediakan uang kecil karena akan diserbu dan dikejar-kejar pengemis yag tidak pernah berhenti mendesak agar diberi uang. Oleh Gubernur Fauzi Bowo, Luar Batang sejak beberapa tahun lalu telah diperbaharui menjadi tempat ibadah yang megah sehingga hampir-hampir tidak terlihat lagi kekunoannya.
0 Response to "Habib Alaydrus di Luar Batang"
Post a Comment