Bismillah Ar-rahmaan Ar-rahiim.
Demikian pula auliya’-auliya’ itu.  Seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Beliau ditanya apa buktinya kalau  Nabi Muhammad Shollallaah ‘alaih wa sallam bisa menghidupkan orang mati.  Syekh Abdul Qodir al Jaelani menjawab, ‘Terlalu tinggi kalau Nabi saya.  Bagaimana dengan Nabimu?’ Orang yang bertanya berkata, “Nabiku bisa  menghidupkan orang yang telah mati.” “Caranya bagaimana?,” lanjut Syekh  Abdul Qadir. “Nabiku mengatakan, ‘Qum bi idzinillah,’ hiduplah dengan  seijin Allah,” jawab orang itu. “Baiklah carikan saya orang mati,” pinta  Syekh Abdul Qadir.
Syekh Abdul Qodir al Jaelani langsung  meng¬hidupkan orang mati itu dengan berkata; ‘Qum Bi Idzni,’ hidup¬lah  dengan seijinku. Jangankan Nabi-ku, aku saja bisa. Nabi terlalu tinggi,  kata Syekh Abdul Qodir al Jaelani. ‘Qum bi idzni”, bukan bi idznillah  lagi karena apa, untuk melemahkan orang yang meremeh¬kan Nabi, atau yang  tidak mempercayai Nabi Muhammad Shollallaah ‘alaih wa sallam. Syekh  Abdul Qadir Al Jailani tidak memakai kata-kata ‘Bi Idznillah’, tapi ‘Qum  Bi Idzni’ hakikatnya Syekh Abdul Qodir al Jaelani tetap memohon kepada  Allah Subhaanahu wa ta’aala. Seperti juga karomah Habib Umar bin Thoha  Indaramayu waktu bertandang ke Sultan Alaudin, Palembang. Dan seperti Al  Habib Alwi bin Hasyim bisa menghidupkan orang mati, tentu saja atas  seijin dan kuasa Allah Subhaanahu wa ta’aala.
Para ulama dan para auliya’ menolong  kepercayaan kita atas kebenaran yang dibawa Al Quran; seperti bagaimana  ashabul kafi. Ashabul kahfi bukan rasul, mereka adalah wali. mereka  tidur sampai 360 tahun. Bayangkan saja. Terus karamat Juraij, karamat  Luqmanul Hakim dan banyak lagi yang diceritakan al Al Quran. Seperti  juga Nabi Allah Sulaiman ‘alaihissalaam. Dikisahkan dalam al Qur’an  beliau bisa berbicara dengan burung.
Wali Allah di Indonesia pun ada yang bisa  berbicara bahasa hewan, seperti Mbah Adam dari Krapyak, Pekalongan.  Auliya-auliya kita itu dulu begitu. Banyak lagi cerita auliya-auliya  ulama-ulama di Indonesia. Ulama Jawa yang karamatnya luar biasa, seperti  Mbah Sholeh Semarang, Mbah Kholil Bangkalan, banyak kalau kita  ceritakan. Akhirnya dengan adanya yang demikian, kita percaya mantap  dengan apa yang disebutkan oleh Al Quran:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah  itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka  bersedih hati. (QS: Yunus:62).
Dari perilaku, sikap, dan karamat-karamat mereka kita tahu juga bagaimana gambaran dari;إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.”  (QS: Fathir: 28).
Kita sudah tidak heran lagi kanapa yang  disebut dalam ayat itu adalah ulama. Nah itulah hebatnya auliya-auliya  terdahulu, luar biasa, mem¬punyai karamat yang top-top. Banyak lagi  kalau diceritakan. Dan kita akan menemukan auliya-auliya yang ada di  Indonesia ini luar biasa-luar biasa karamat¬nya. Nah tujuan dari semua  ini adalah menolong kita, yang awalnya kepercayaan terhadap sahabat  sangat tipis, suudzon, berburuk sangka dan sebagainya, ditolong oleh  para ulama dan para wali-wali Allah Subhaanahu wa ta’aala.
Kembali kepada para sahabat Nabi. Sahabat  Nabi adalah orang atau generasi pertama yang menerima tongkat estafet  dan mewarisi apa yang dibawa oleh Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam. Ada banyak hal yang membuat saya kagum ketika saya berbicara  tentang keutamaan para sahabat Nabi itu.
Di antaranya saja; kehebatan dan kuatnya  keimanan mereka. Saya tidak akan menyebutkan yang lain-lain, kita tidak  sampai. Dalam istilah jawa itu; kali sak dodo. Sekarang kita lihat  bagaimana banyaknya tafsir-tafsir yang menjelaskan maksud Al Qur’an ada  ribuan bahkan mungkin jutaan. Satu judul tafsir saja ada yang 50 jilid,  60 jilid. Seperti At Thabari, Fakhru Razi, atau juga yang baru-baru  seperti tafsir Syekh Thanthawi. Banyak sekali. Belum lagi yang membahas  fiqih, tauhid dan lain-lain.Semenatara pada jaman sahabat dulu tidak ada  kitab yang menumpuk seperti saat ini. Jangankan kitab, menulis pun  tidak, karena banyak di antara mereka yang ummiy’; tidak bisa  baca-tulis. Begitu ada wahyu disampaikan oleh Rasulullah Shollallaah  ‘alaih wa sallam pada sahabat, dihapalkan, dan mereka langsung hapal,  langsung percaya, langsung yakin.
Ilmu mereka adalah apa yang disampaikan  oleh Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam. Baik berupa wahyu atau  hadits yang disampaikan oleh Rasulullaah Shollallaah ‘alaih wa sallam.  Tapi dengan kesederhanaan itu dapat menghasilkan satu keyakinan yang  luar biasa yang terpatri dalam hati mereka. Keyakinan yang hebat itu  mewarnai dalam ijtihadnya dalam mujahadahnya dan sebagainya. Banyak  hadits yang menceritakan bagaimana kekuatan dan kehebatan keimanan  mereka yang luar biasa, bagaimana kecintaan mereka kapada Rasulullah  Shollallaah ‘alaih wa sallam, juga bagaimana kecintaan mereka kepada  satu sama lain diantara para sahabat, kecintaan sahabat kepada ahlu  bait-nya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam.
Contohnya sahabat Bilal, bagaimana  kecintaan beliau kepada Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam. Pada  waktu Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam meninggal, langsung  sahabat Bilal mengundurkan diri sebagai muadzin, sebab tidak sampai hati  beliau mendengungkan kalimat Allahu Akbar. Biasanya dilihat oleh  Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam dan sahabat lainnya, sementara  pada saat itu Rasul telah mangkat. Sehingga bagaimana mungkin beliau  bisa mengeluarkan suara sementara Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam yang selalu mendengar adzannya sudah tidak ada. Ketika mau adzan  suaranya tidak mau keluar suaranya hilang. Karena apa? Sayidina Bilal  Shock, karena mahabbah, kecintaan yang luar biasa kepada Rasulullah  Shollallaah ‘alaih wa sallam. Sahabat Bilal bungkam, diam di Madinah  sampai Rasulullah dimakamkan. Setelah Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam dimakamkan sahabat Bilal tidak betah. Lalu sahabat Bilal pindah  ke Syam (Syiria).
Di Syam tadinya sahabat Bilal  membayangkan akan mendapatkan sedikit ketenangan, tapi malah sebaliknya  yang terjadi, terbayang wajahnya Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam  di mukanya terus, ahirnya ditemui oleh Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam dalam mimpi. Ditanya oleh Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam, ‘Bilal mengapa engkau tinggal ditempat yang jauh betul dari Aku,  katanya engkau ingin dekat dengan Aku, mengapa engkau pindah ke Syam?’  Langsung hari itu juga Sahabat Bilal pulang ke Madinah Al Munawroh,  begitu sahabat Bilal ziarah ke makam Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa  sallam, Sayidina Abu Bakar mendengar Sayidina Umar mendengar, mereka  langsung menemui sahabat Bilal. Dan ziarah bersama. Sayidina Abu Bakar  menangis. ‘Hai Bilal kapan datang?’ Tanya Khalifah Abu Bakar.
Mereka menangis rangkul-rangkulan.  Kemudian Sahabat Abu Bakar meminta sayidina Bilal untuk kembali  mengumandangkan adzan di Madinah; ‘tolong dengungkan kembali adzanmu  sebagaimana zaman Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam.’ ‘Mulutku  tidak bisa di buka,’ jawab Sayidina Bilal. Sayidina Umar yang juga  meminta kesediaan sahabat Bilal mendapat jawaban yang sama.
Akhirnya di sana ada 2 anak. Yang satu  umurnya 9 tahun, yang satu umurnya 8 tahun, siapa mereka? Mereka adalah  Imam Hasan dan Husain; dua orang cucu Nabi. Imam hasan dan Husain datang  kepada Sahabat Bilal, begitu sahabat Bilal tahu, langsung menjemput  kedatangan Imam Hasan dan Imam Husain. Langsung dirangkul, begitu  mencium kedua cucu Nabi, tambah sedih lagi sahabat Bilal, beliau kembali  menangis. Karena apa? Keringat kedua anak ini tadi seperti keringat  datuknya; baginda Nabi Shollallaah ‘alaih wa sallam. Luar biasa.
Akhirnya dua orang ini berbicara. ‘Ya  Bilal’ kata Sayidina Hasan yang saat itu ditemani adiknya; Imam Husain;  ‘Tolong kumandangkan kembali adzan, sebagaimana engkau lakukan pada  zaman datukku baginda Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam’. Dari  situlah sahabat Bilal luluh. ‘Kalau yang memerintah adalah dua anak ini,  mana mungkin aku bisa menolak. Karena ini adalah sempalan dari darah  daging Rasulullah Shollallaah ‘alaih wa sallam. Kalau saya menolak,  nanti di akherat bagaimana bertemu dengan baginda Rasul Shollallaah  ‘alaih wa sallam,’ pikir sahabat Bilal.
Kemudian sahabat Bilal naik ke menara  menunaikan adzan, ketika sahabat Bilal adzan seluruh penduduk Madinah,  tidak anak kecilnya, tidak orang dewasanya, semua keluar dari rumahnya  masing-masing sambil mengatakan Rasulullah hidup kembali-Rasulullah  hidup kembali. Karena apa, mendengar suaranya Bilal. Sebab ketika  sahabat Bilal adzan selalu selalu pas dengan baginda Rasulullah  Shollallaah ‘alaih wa sallam. Mereka semua keluar berduyun duyun  mendengar suaranya Bilal radhiyallaahu ‘anhu.
Semoga bermanfaat.
0 Response to "Ulama Shodiqun dan Ulama Sholihun"
Post a Comment