Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin hasyim bin Yahya 
( Pekalongan ),Jateng.
 
 Sahabat di ciptakan Allah Taala, dan Allah menjadikan para sahabat  sebagai manusia pilihan (Mukhtar kuluhum). Walaupun adakalanya diantara  sahabat terjadi perselisihan, setelah Rasulullah Saw. tidak ada. Untuk  menunjukan para sahabat itu pilihan Allah Taala, dan mereka mempunyai  kedudukan yang istimewa disisi Allah; orang-orang yang pernah  bermuwajahah, bertatap muka dengan Rasulullah Saw., diberi keistimewaan.  Apa diantaranya? Untuk menjawabnya saya akan mengambil analogi dari  peristiwa Isra mi’raj. Keterangan ini mungkin agak musykil, sukar,  mungkin karena anda jarang mendengar.
 
 Analogi keistimewaan sahabat dalam peristiwa Mi’raj
 
 Nabiyullah Musa as., diantara Nabi-nabi yang mendapatkan nurnya  Rasulullah Saw. Kemungkinan, sedikit banyak, Nabi Musa As. mendapat ‘Nur  'min amalil ubudiah', pancaran cahaya karena kesalehan, bukan 'nur'  pertama kali nabi di ciptakan oleh Allah Swt. Dasarnya apa? Ketika  Rasulullah menghadap Allah Swt., pada waktu Mi’raj. 
 
 Pada waktu  Mi’raj, Rasulullah  Saw bertemu kepada Allah, dan langsung diberi tugas  sholat lima puluh waktu. Yang minta, mengusulkan dikurangi, karena  alasan  umatmu tidak kuat, lima kali-lima kali, siapa? Nabiyullah Musa.  Permasalahannya disini, ketika Nabiyullah Musa bertemu dengan Rasulullah  Saw., setelah menerima tugas lima puluh waktu, Rasulullah Saw. baru  kembali dari bertemu dengan Allah.
 
 Pada kesempatan itu  Rasulullah Saw. membawa Nur atsar nadzor ila wajhil karim, cahaya bekas  melihat Allah secara langsung. Begitu ketemu dengan Nabiyullah Musa As.,  yang terpantul dari cahaya, barokah nadzor ila wajhil karim yang  pertama kali mendapat siapa? Nabiyullah Musa.  Begitu Nabiyullah Musa As  mengusulkan lagi; umatmu tidak kuat, balik lagi, menghadap kepada Allah  Taala. Begitu ketemu, Rasulullah Saw. membawa tambah nurnya. Yang  pertama mendapat berkah lagi dari pertemuan  Rasulullah Saw. dengan  Allah Taala siapa? Nabi Musa As. Itu hebatnya.
 
  Walaupun  Nabiyullah Musa As. di gunung Turisina ingin melihat Allah tidak bisa,  karena ketika munajat saja melihat wibawanya Allah ‘kâna shaiqan’,  pingsan. Tapi mendapat ganti karena melihat Rasulullah Saw. pada waktu  Mi’raj. Mendapat nur min Rasulullah, atsaran kamilah, mendapat cahaya  Rasulullah Saw. secara sempurna, itu hebatnya. 
 
 Setelah Nabi  Saw. turun dari langit bertemu dengan para Sahabat, setelah Nabiyullah  Musa, yang kedua yang mendapat barakah 'nur nadzor ila wajhil karim'  siapa? Sahabat. Ini hebatnya. Keterangan ini mungkin baru anda dengar.
 
 Dengan dasar ini, para sahabat mendapat dua nur, nur atsar minadzor ila  wajhil karim,  yang kedua mendapatkan cahaya Rasulullah Saw. Saban  hari, mereka duduk, ruku, sujud dan sebagainya, bersama-sama dengan  Rasulullah. Walaupun antara sahabat ada kontroversi, seperti Muawiyah  contohnya.
 
 Secara pandangan Ahlu Sunah wal Jamah, apapun  ijtihad Muawiyah adalah salah, tapi Ahlu Sunah tetap dalam pendirian;  tidak ada hak untuk mengakfirkan kepada Muawiyah. Atau mengecap sebagai  kafir. Tetap memuliakan kedudukan Muawiyah sebagai sahabat. 
 
  Wajar, karena sahabat adalah bukan maksum sebagaimana para nabi. Para  sahabat hanya mendapatkan mahfudz minallah, penjagaan dari Allah Taala.  Dan mahfudz dari Allah Taala itu bertingkat, tidak sekaligus semua  mendapatkan mahfudz. Bertingkat, sebagaimana ubudiahnya para  sahabat-sahabat itu sendiri.
 
 Walaupun demikian, untuk menutupi  kekurangan sahabat yang pada waktu itu terkadang melakukan kekhilapan.  Keturunananya itu diangakat menjadi wali Quthbil Gaust, itu banyak.  Diantaranya siapa? Umar bin Abdul Aziz masih ada darah dari Muawiyah. 
 
 Cucunya sendiri menjabat Quthbil Gaust; Muawiyah bin Yazid bin  Muawiyah. Beliau seorang Quthbil Gaust di jamannya. Luar biasa kan! Ini  membuktikan  kemuliaan Maqomah (kedudukan) sahabat. Makanya jangan  sembarangan, dewe melu-melu nyacat sahabat,  kita jangan sembarangan  kita ikut-ikutan mencela sahabat.
 
 Sahabat itu, tadi, disamping  Mukhtar minallah, pilihan dan diangkat oleh Allah. Dalam pengangkatan  sahabat juga disaksikan baginda Nabi. Yaitu dengan pengikraran keimanan  mereka yang disaksikan oleh Nabi Saw.  Kesaksian Rasulullah Saw. ini di  kuatkan oleh Allah, dalam surat Fatah ayat 29: “Muhammad Rasulullah  walladzina maahu assyida’u ala al Kuffar, ruhama’u bainahum, tarâhum  rukkaan, sujjadan, yabtaghuna fadzla minallah waridhwana, simahum fi  wujuhihim min atsari sujud”, Muhammad itu adalah utusan Allah dan  orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang  kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan  sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak  pada muka mereka dari bekas sujud. ‘Yatal’la’ nuruhum min atsari  sujud’, mukanya semakin bercahaya karena sujudnya kepada Allah. Bukan  karena jidat nempel terus pada tempat sujud. Allah taala memberikan  atsar, atsari sujud yatala’la minnuri sujud, dari tawadhu-nya, dari  tauhidnya, dari keyakinnanya, dari makrifatnya, dari sujudnya, bukan min  atasril karpet, bukan bekas  karpet.
 
 Dari orang-orang yang  demikian, sahabat dibagi beberapa macam, ada yang tingkatan aulia, ada  yang hanya tingkatan ulama. Jadi setiap sahabat pada jaman sahabat pasti  ulama, setiap ulama pasti sahabat. Tapi setelah sahabat, at Tabiin,  tidak pasti ulama. Walaupun dalam tingkatnya masing-masing.
 
0 Response to "Kesaksian Allah Swt. atas keutamaan para Sahabat Nabi Ra."
Post a Comment